d**a Lea terasa sesak. Lea menggeleng saat merasakan sakit serta sensasi aneh yang baru-baru ini ia kenali. Dengan terpaksa, Lea segera berusaha untuk membuka kelopak matanya yang terasa direkatkan dengan begitu kuatnya. Masih dalam keadaaan yang setengah tidur serta mata terpejam, Lea merasakan napasnya yang memburu tertahan oleh sesuatu yang memagut bibirnya.
Sesak, itu terlalu sesak. Maka Lea berusaha sekuat tenaga utuk membuka kelopak matanya yang terasa melekat dengan begitu erat. Begitu terbuka, pandangan Lea masih berkabut dan belum kembali normal. Meskipun begitu, Lea masih bisa melihat seorang pria bermata hijau tengah menindihnya. Dalam sekali lirikan saja, Lea bisa mengenali jika pria itu adalah Leon. Si m***m gila yang sudah resmi menjadi suaminya. Oh Tuhan, ke mana sebelumnya akal sehat Lea? memang benar, saat itu Lea tengah berada dalam posisi yang tersudut, karena nyawa anak-anak panti yang terancam, tapi bisa-bisnaya Lea kini menjadi istri dari pria kejam ini?
Leon menyeringai lalu melakukan sesuatu yang mampu membuat Lea sadar sepenuhnya dengan mudah. Leon kembali mengajaknya berhubungan intim. Lea menjerit dan mendorong tubuh Leon, meskipun kini dirinya sudah berstatus sebagai istri Leon, Lea tidak memiliki keikhlasan untuk melakukan hal ini dengannya. Lea menepis tangan Leon dan melindungi dadanya yang semula tengah dipermainkan oleh Leon. Wajah Lea memanas saat dirinya sadar, jika kini dirinya sama sekali tidak bisa menolak Leon.
Leon sendiri menyeringai, ah betapa seksinya Lea pagi hari ini. Sungguh kenikmatan dan pengalaman yang belum pernah Leon dapatkan selama hidupnya. “Selamat pagi. Tidak perlu menutupinya, aku telah melihat semuanya dengan jelas. Bahkan aku bisa menyebutkan ada berapa tahi lalat yang berada pada tubuhmu Lea.” Seusai berkata, Leon kembali membuat Lea menjerit karena tingkahnya.
“Ini sakit. Tolong berhenti,” mohon Lea kembali berurai air mata.
Leon menunduk dan mendekat pada wajah manis Lea. “Tadi malam kau juga memohon untuk berhenti, kau merengek kesakitan karena kegiatan kita itu. Tapi buktinya? Pada pengalaman pertamamu, aku berhasil membuatmu mencapai klimaks hingga tiga kali. Jadi tidak perlu banyak bicara! Aku pastikan kau akan kembali mendapatkan surga dunia.”
Leon kembali melanjutkan kegiatannya. Tapi hal itu membuat Lea kembali menjerit kesakitan. Saking sakitnya, Lea tidak bisa menahan diri untuk menjerit. “Dante, Dante, tolong aku!”
Jeritan Lea rupanya membuat Leon menghetikan kegiatannya. Kini Leon melotot marah dan menatap tajam pada Lea. “Apa yang barusan kau katakan? Beraninya kau menyebut nama pria lain di hadapanku?” desis Leon tak menyembunyikan kemarahan yang berkobar di kedua netranya yang mengeruh. Bagaimana Leon tidak marah jika wanitanya malah memanggil nama pria lain ketika bersama dengan dirinya seperti ini?
Leon tertawa begitu menyeramkan lalu berbisik, “Sepertinya selama ini aku terlalu bersikap lembut padamu. Rupanya aku harus melakukan sesuatu agar kau menyadari di mana posisimu, Lea.”
Leon tiba-tiba bangkit dan membawa Lea dalam pangkuannya. Lea mengutuk Leon dalam hati. Leon adalah orang terjahat yang pernah Lea temu. Dan sampai kapan pun Leon akan menjadi pria yang paling Lea benci dalam hidupnya. Sibuk dengan kutukan dan pikirannya sendiri Lea kembali disadarkan dengan bisikan Leon, “Lingkarkan kakimu di pinggangku, pakai tanganmu untuk memeluk leherku! Jika tidak, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu.”
Otak Lea merespons dengan begitu lambat. Ia masih terlalu terkejut dengan semua pengalaman baru yang ia dapatkan ini. sayangnya, Leon sama sekali tidak mau berbaik hati memberikan waktu untuk Lea guna menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi. “Kita mulai,” ucap Leon sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. Dan kali ini, Leon kembali sukses membuat tubuh Lea hancur lebur.
Ada hal yang tak bisa dihindari dalam kegiatan seperti ini. Betapa pun Lea menolak, pada akhirnya tubuhnya yang lugu akan kembali jatuh dalam godaan gairah yang baru pertama kali ia kenal. Karena semua gerakan dan sentuhan berpengalaman Leon, kini napas Lea terdengar dangkal dan memburu. Leon sendiri bisa merasakan jika Lea benar-benar sudah tenggelam dalam permainan yang ia suguhkan, hal yang bagus bagi Leon. Karena hal itu juga memberikan sensasi yang menakjubkan untuk Leon sendiri. Leon melirik wajah Lea yang bersandar di bahunya.
Setelah bercinta beberapa kali dengan Lea, Leon mulai mengerti jika Lea termasuk tipe wanita yang tidak berisik saat bercinta. Ia jarang mendesah, dan hanya menjerit sesekali saat merasakan sakit. Dan Leon kurang munyukai hal ini. Leon tentu saja merasa penasaran dengan suara Lea yang takluk di bawah gairahnya sendiri. Kini Leon telah bertekad akan membuat Lea belajar mengeluarkan desahan yang merdu.
Beberapa saat kemudian lilitan kedua kaki Lea di pinggang Leon terlepas, untuk kesekian kalinya Lea mendapatkan pelepasan yang membuat tubuhnya terasa lemas bukan main. Kini Lea bahkan tidak memiliki tenaga untuk menggerakkan satu pun jarinya. Lea merasakan tulang-tulangnya seakan-akan telah dilolosi. Lea hanya terkulai lemas dan bersandar sepenuhnya pada tubuh Leon. Leon sendiri tak menahan diri untuk menyemburkan benihnya kembali, menyiram rahim Lea dengan jutaan sel yang membawa kehidupan baru. Leon mencium bibir Lea dengan lembut.
Leon menatap wajah berkeringat banyak. Gadis ini benar-benar membuat dahaga sensualnya terpuaskan, namun di sisi lain Lea juga membuatnya ketagihan untuk kembali melakukannya. Leon berniat melanjutkan kegiatan mereka, tapi mendengar suara perut Lea ia mengurungkan niatnya.
“Mari mandi, bersama,” ucap Leon sembari melangkah menuju kamar mandi, masih dengan kedua tubuh mereka tertaut dengan posisi bercinta sebelumnya. Sayangnya, begitu masuk kamar mandi wacana Leon tampaknya sedikit berbelok.
Karena begitu masuk kamar mandi, ia malah kembali menggarap Lea, hingga Lea klimaks berulang kali dan jatuh lemas. Lea bahkan tak bisa menggerakkan jari-jarinya. Setelah itu, Leon baru memandikannya hingga bersih.
***
Setelah selesai menyelimuti satu persatu anak-anak panti yang telah tidur pulas, Yuli beranjak dan berdiri di dekat pintu kamar. Yuli melipat kedua tangannya dan menatap hangat pada anak-anak yang kini sudah tidur dengan tenang di ranjang mereka masing-masing. Sibuk dengan kegiatannya itu, Yuli tidak sadar jika seorang perempuan kini hadir dan berdiri di sampingnya. “Bunda,” panggil wanita itu.
Yuli tersentak dan menoleh pada sumber suara. Tanpa bisa di tahan, Yuli tersenyum pada wanita muda tersebut. “Ah, Lisa. Kenapa masih di sini? Kamu belum tidur? Apa mungkin Estel rewel dan membuatmu tidak bisa tidur?” tanya Yuli, lalu mematikan lampu di kamar besar yang ditempati sebagian anak panti. Lisa sendiri adalah salah satu pengurus panti di bawah pimpinan Yuli, sedangkan Estel adala bari berusia dua bulan yang baru saja masuk ke dalam panti dan berada dalam pengasuhan Lisa.
Panti yang diurus oleh Yuli ini, memiliki bangunan yang cukup besar dengan fasilitas yang cukup memadai untuk merawat dan menampung sekitar seratus ana. Anak-anak yang ia rawat juga banyak. Ada sekitar delapan puluh anak yang menempati empat ruang kamar yang besar. Di setiap kamar, disediakan dua puluh ranjang, yang artinya setiap anak bisa tinggal di ranjang yang berbeda. Kenyamanan anak-anak jelas sangat diperhatikan oleh Yuli dan rekan-rekannya.
“Aku baru saja menidurkan Estel, Bun. Estel seperti biasanya, sangat pengertian dan tenang. Saat mengantuk pun, Estel tidak rewel. Saat diberikan s**u, Estel tidur dengan baik,” jawab Lisa.
Yuli mengangguk. Estel adalah bayi yang baru saja masuk ke panti. Tiga hari yang lalu, Yuli menemukan Estel di keranjang sayur yang diletakkan di depan gerbang panti. Yuli tentu saja tidak bisa membiarkan Estel begitu saja di sana. Meskipun sudah sering menemukan bayi yang dibuang seperti ini, Yuli tetap tak merasa terbiasa. Ia menyayangkan dan mengecam para orang tua yang tega melakukan hal jahat seperti itu pada darah dagingnya sendiri. Terlepas dari bagaimana kedatangannya ke panti ini, Estel tetap diterima dengan baik. Dan pada akhirnya bertambahlah anggota keluarga panti ini.
Sebelumnya, sebelum Estel bergabung menjadi anggota panti, Yuli sudah merasa cemas, karena panti yang ia pimpin ini kekurangan tenaga pengasuh. Tentu saja sangat kekurangan karena delapan puluh anak hanya memiliki lima pengurus yang tentunya memiliki tugas masing-masing. Dengan kehadiran Estel, Yuli semakin dibuat cemas karena mengurus bayi tentunya membutuhkan perhatian ekstra. Tapi untungnya tiga hari yang lalu, Lisa datang ke panti dan mengatakan jika dirinya adalah seseorang yang dikirimkan oleh pemerintah setempat untuk membantu dalam mengurus panti.
Awalnya Yuli sendiri merasa sedikit bingung, karena dirinya tidak mendapat konfirmasi dari pemerintah jika mereka akan mengirim orang untuk membantu di panti. Tapi Lisa menunjukkan bukti bahwa dirinya memang dikirim oleh instansi sosial. Lisa menunjukkan surat tugas pada Yuli. Lisa juga menambahkan jika Yuli tidak percaya padanya, Yuli diminta untuk menghubungi kepala dinas yang menugaskannya.
Yuli menyutujui usulan tersebut dan menghubungi kontak kepala dinas yang ia miliki. Ternyata Yuli bisa bernapas lega, karena Lisa memang orang yang ditugaskan sebagai pemenuhan permohonan penambahan tenaga pengasuh di panti. Yuli memang sebelumnya meminta kepada pihak yang bersangkutan untuk mengirim tenaga bantuan karena semakin hari, penghuni panti semakin bertambah dari hari ke hari.
Yuli dan Lisa kini duduk di ruang makan. Yuli menghela napas lelah. Ia kembali melamun saat Lisa menyajikan teh hangat untuknya. “Bunda?”
Yuli tersadar dan mengulas senyum. “Maaf, sepertinya Bunda kembali melamun.”
Lisa mengangguk. “Bunda terlihat seperti memiliki sesuatu yang tengah dipikirkan. Jika Bunda berkenan, Bunda bisa bercerita padaku. Mungkin itu bisa sedikit meringankan beban Bunda.”
“Sepertinya Bunda memang perlu sedikit bercerita padamu.”
“Silakan Bunda, aku mendengarkan,” ucap Lisa. Matanya terlihat menatap sesuatu yang tersembunyi di antara rak buku yang memang menjadi pembatas antara ruang makan dan ruangan santai.
“Bunda merasa khawatir dengan kondisi Lea.”
“Lea?” beo Lisa bingung.
“Ah maaf, Bunda lupa kalau Lisa adalah orang baru di sini. Lea adalah anak panti di sini. Ia baru ke luar dari panti sekitar dua tahun yang lalu. Dan kini ia menghilang.”
Lisa terlihat bingung. Dan Lisa pun menyuarakan kebingungannya itu. “Menghilang? Maksud, Bunda?”
“Menurut Polisi yang menyelidiki, ternyata Lea diculik. Terlepas apa yang terjadi, Bunda merasa sangat bersalah. jika saja dulu Bunda tidak mengizinkan Lea untuk ke luar dari panti, hal seperti ini tidak mungkin terjadi.” Yuli menahan tangisnya. Tangannya saling meremas mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri. Tentu saja ia tidak mau anak muda di hadapannya ini menilai dirinya sebagai ibu yang lemah. Yuli adalah pemimpin di sini. Yuli harus bersikap selayaknya ibu yang kuat bagi anak-anaknya.
Tapi Yuli memang tidak memungkiri jika kini rasa bersalah menyusup pada hatinya. Rasa bersalah yang Yuli rasakan terasa semakin menjadi setelah polisi belum juga menemukan titik terang atas menghilangnya Lea. Yuli tentu saja semakin merasa khawatir. Di mana kini Lea berada? Apa Lea dalam kondisi yang baik? Dia tidak mendapatkan perlakuan buruk, bukan? Apa Lea memiliki selimut yang cukup untuk melindungi tubuhnya dari serangan dinginnya malam?
Dalam keresahan Yuli itu, Lisa terlihat mengamati dalam diam. Beberapa saat kemudian, Lisa mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Yuli dengan lembut. Mencoba menenangkan Yuli melalui kehangatan sentuhan yang ia berikan. “Bunda, jangan menyalahkan diri Bunda atas apa yang terjadi. Mungkin benar, jika Bunda melakukan kesalahan di masa lalu, tapi tidak ada gunanya untuk menyesali semuanya saat ini Bunda. Untuk sekarang kita serahkan semuanya pada pihak berwajib. Semoga Lea bisa ditemukan secepatnya.”
Yuli mengangguk. “Amin. Semoga Tuhan mendengar doa-doa kita,” ucap Yuli dengan penuh harap. Yuli memohon dengan sangat agar Tuhan mengabulkan semua doa dan harapan tulus yang penghuni panti dan dirinya telah panjatkan.
Lisa mengulas sebuah senyum. Lisa menyentuh tangan Yuli dan memberikan kehangatan yang menenangkan. “Bunda pasti merasa sangat lelah selama ini. Selain harus mengurus panti, Bunda juga harus mencari Lea. semua itu pasti terasa sangat melelahkan.”
“Memang terasa sangat lelah. Tapi Bunda juga mendapatkan kekuatan lain, karena seseorang terus menemani dan membantu Bunda saat proses pencarian Lea,” ucap Yuli sembari mengulas senyum karena mengingat sosok Dante. Ah Yuli sudah cukup lama tidak bertemu dengan Dante.
Karena pihak kepolisian sendiri meminta Yuli dan Dante untuk tenang dan menunggu kabar selanjutnya tentang kasus menghilangnya Lea. sesekali, Dante memang menghubungi Yuli, tapi itu sekedar menggunakan sambungan telepon. Dante tidak bisa mengunjungi panti, karena Dante memang tengah disibukkan oleh tugasnya sebagai seorang dokter.
Sedikit banyak, Yuli merasa lega karena setidaknya kini Dante bisa menjalankan hidupnya kembali setelah menghilangnya Lea. Yuli tahu, Dante masih mencari keberadaan Lea. Tapi tentunya, Dante tidak melukan kewajibannya sendiri sebagai seorang dokter. Setidaknya, kini Dante bisa mengalihkan rasa sedihnya dengan bekerja keras.
“Memangnya siapa yang membantu Bunda? Pasti orang itu sangat baik,” ucap Lisa. Gadis itu tidak menyembunyikan rasa penasaran yang ia miliki.
Yuli mengangguk. “Tentu. Dante memang sangat baik. Waluapun lelah dengan tugasnya sebagai dokter, Dante selalu menyempatkan diri untuk menemani Bunda ketika datang ke kantor polisi untuk menanyakan kelanjutan dari kasus penculikan Lea.”
“Wah, Dokter itu pasti sangat baik.”
“Karena itulah, Bunda merasa sangat setuju jika Lea hidup bersama Dante. Apalagi ketika Bunda tau jika selama ini Dante sudah memendam perasaan pada Lea. Terjawablah sudah, mengapa Dante selalu bersikap seakan-akan begitu mengistimewakan Lea. Saat itulah Bunda merasa jika sepertinya Dante bisa dipercaya untuk menjaga Lea. Sayangnya, belum sempat Dante mengutarakan perasaannya, kini Lea malah menghilang.”
“Pasti Dante merasa sangat sedih atas hilangnya Lea,” ucap Lisa turut prihatin dengan apa yang ia dengar. Lisa seakan-akan bisa merasakan bagaimana perasaan Dante dan Yuli. Keduanya sama-sama kehilangan orang yang ia sayangi.
Yuli mengangguk. “Ya, Dante sangat merasa sedih. seperti Bunda, ia juga menyalahkan dirinya sendiri. Karena pada malam di mana Lea menghilang, Dante bersama Lea. Malam itu, Dante tidak mengantarkan Lea pulang, dan kemungkinan saat itulah Lea diculik. Kamu tidak akan bisa membayangkan betapa menyedihkannya kondisi Dante saat tahu kabar menghilangnya Lea.”
Lea menghela napasnya. Ternyata hal inilah yang membuat Yuli sering melamun selama ini. Ia menatap jam dinding, dan saat ini sudah tepat jam sebelas malam. Ternyata mereka sudah terlalu lama bercerita. Ini sudah saatnya tidur, dan menyiapkan diri untuk hari esok.
“Bunda, karena banyak hal yang harus Bunda pikirkan, Bunda juga harus menjaga kesehatan Bunda. Sekarang sudah terlalu larut, Bunda coba untuk melepaskan semua keresahan Bunda. Saat ini sudah saatnya Bunda beristirahat.”
Yuli mengangguk. Lisa menggandengan Yuli dan membawanya ke kamarnya. Lisa membantu Yuli untuk berbaring dan bersiap untuk tidur. Setelah Yuli berbaring nyaman dan diselimuti kain yang lembut, Lisa berkata, “Bunda tidur yang nyenyak.”
Yuli mengulas senyum. “Terima kasih. Kamu juga harus tidur yang nyenyak.”
Lisa mengangguk dan mematikan lampu sebelum ke luar dari kamar Yuli. Begitu menutup pintu kamar, raut wajah Lisa yang kembut berubah tegas. Ia melangkah menuju kamarnya yang berada di ujung lorong. Tiba di dalam kamar, Lisa mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya.
Rupanya Lisa menghubungi seseorang. Setelah menunggu bebera saat, sambungan telepon tersebut diangkat dan membuat raut wajah Lisa semakin serius. “Halo, Tuan. Saya ingin melapor.”
Setelah mendapatkan persetujuan, Lisa melanjutkan laporan tersebut. “Saya sudah sedikit mengorek informasi dari pemimpin pengurus panti. Apa yang Tuan perkirakan semuanya benar. Polisi masih belum menemukan apa pun tentang kasus penculikan tersebut. Saya yakin, jika Polisi pasti akan menutup kasus ini sebentar lagi karena tidak ada titik terang yang mereka temukan.”
Lisa terdiam dan mendengarkan dengan serius arahan yang diberikan oleh tuannya. Setelah perkataannya selesai, Lisa mengangguk dan berkata, “Baik saya akan melakukannya, Tuan. Saya akan lebih berhati-hati dalam bertindak, Tuan Leon.”
Ya, benar. Lisa adalah orang yang ditempatkan oleh Leon sebagai mata-mata di panti asuhan. Lisa bukanlah seseorang yang ditugaskan oleh pemerintahan untuk membantu di panti asuhan. Semua yang terjadi sampai saat ini hanyalah pengaturan dari Leon. Lisa hanya perlu menjalankan perintah yang disiapkan oleh Leon.
Sambungan terputus. Lisa kembali menyimpan ponselnya lalu memilih berbaring di atas ranjang. Kini, Lisa bisa sedikit bersantai. Tugas yang diberikan tuannya saat ini terasa sangat mudah. Lisa hanya perlu mengawasi apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di panti. Lalu setiap hari melaporkan hal-hal yang penting. Lalu sesekali harus melakukan tugas tambahan yang diberikan oleh tuannya. Seperti saat ini, yaitu mengorek informasi dari Yuli.
Lisa menghela napas. Ah sekarang Lisa ingin beristirahat. Ia harus menyiapkan dirinya untuk esok hari. Karena besok, Lisa harus kembali menyamar menjadi sosok lain dan mengenakan topeng baik hati dan lembut. Aneh sekali, padahal tugas ini sangat mudah, tapi terasa sangat melelahkan baginya.