"Aku mau pergi bersama temanku, kenapa Abang bersikap begitu?" tanya Senja dengan menundukkan wajahnya.
Gadis itu tak mau kalau Kalvian tahu dia sedang berbohong. Akan sangat buruk akibatnya, kalau lelaki ini tahu rencananya.
"Kemana?" tanya Kalvian masih dengan pertanyaan yang menuntut.
Senja menghembuskan nafas panjang, matanya terpejam sejenak sebelum dia menjawab. "Kenapa kamu semakin kepo, Bang?"
"Bu-bukan kepo! Hanya saja, kamu enggak biasanya ada janji dengan teman," jawab Kalvian terbata.
"Anggap saja kencanku dengan teman ini luar biasa!" Senja meninggalkan Kalvian yang terdiam.
Setelah beberapa detik berlalu, Kalvian sadar kalau adiknya tidak ada di sisinya.
"Apa dia punya kekasih?" tanya Kalvian menatap siluet Senja yang sudah jauh.
Kalvian kembali masuk untuk bersiap ke kantor, dua hari dia lebih memilih kerja di rumah karena khawatir dengan keadaan Senja. Hari ini, melihat adiknya bisa marah, tentu hal yang luar biasa. Senyum simpul terukir saat wajah jutek Senja berkelebat di wajahnya.
"Dasar wanita!" Kalvian mulai memakai sepatu, setelah selesai dia keluar untuk menuju mobilnya yang sudah terpakir di halaman.
Senja mengintip dari jendela kamarnya yang langsung terhubung dengan halaman depan rumah.
"Aku harus bicara dengan Mama!" Senja kembali turun karena sudah merasa aman untuk bicara penting dengan Mamanya.
Senja turun perlahan, mencari keberadaan Mamanya di lantai satu. Di ruang tengah hanya ada Kiara saja.
"Key, Mama mana?" tanya Senja.
"Di taman belakang kayaknya! Kenapa, Kak?" Gadis itu berbalik tanya.
"Enggak. Ada hal penting yang harus aku bicarakan, Key!" Senja kembali melangkah mencari mamanya.
Karena penasaran, Kiara mengikuti langkah kakaknya. Sampai di halaman, Senja tersenyum karena Kinan benar ada di sana merawat tanaman hiasnya.
"Mama ....!" Senja berseru memanggil wanita cantik itu.
Kinan menoleh, "Ada apa, Sayang? Kenapa kamu turun? Kamu enggak boleh capek loh!" Kinan mulai khawatir karena putrinya keluyuran mencarinya.
"Enggak apa-apa, Ma. Aku sudah sembuh," jawab Senja dengan senyuman.
Kinan membasuh tangannya, kemudian mendekat ke saung bergabung dengan kedua putrinya. Melihat jam tangan baru jam sembilan. Dan matahari sudah bersinar dengan begitu terik.
"Apa Abang sudah berangkat?" tanya Kinan menatap bergantian ke arah putrinya.
"Sudah!" Ke duanya menjawab serentak.
Kinan menggelengkan kepala karena merasa lucu dengan kekompakan putrinya.
"Ma, ada hal penting yang harus aku sampaikan! Harusnya aku menunggu Papa pulang sore nanti, tetapi, aku sudah tak sabar untuk menyampaikannya kepada Mama dan Kiara," jelas Senja menatap bergantian ke arah dua wanita yang beda usia itu.
"Ada apa? Kenapa jantung Mama berdebar kencang begini?" tanya Kinan seakan tak sabar dengan penjelasan putrinya.
"Aku akan kerja di Singapura, Ma!" Senja menjeda ucapannya karena melihat reaksi dari dua wanita yang tampak kaget itu.
"Kenapa harus Singapura, Nak? Kita punya perusahaan yang besar. Bahkan kamu punya bagian saham di sini?" Kinan tak menyangka dengan keputusan yang diambil putrinya.
"Iya, aku tahu, Ma. Perusahaan ini adalah milik teman Papa. Dia yang aku ceritakan beberapa waktu lalu saat kunjungan rapat di perusahaan kita, Ma!" Senja berusaha menjelaskan.
"Enggak apa-apa, Ma. Lagian Kakak kenal dengan pemilk perusahaan itu. Bahkan Papa punya akses untuk perusahaan asing itu kan? Apa yang membuat Mama cemas?" tanya Kiara seolah membantu Senja.
Senja mengangguk membenarkan ucapan adiknya. Karena dia tak ada pilihan untuk melarikan diri, dari situasi yang mungkin saja mencekiknya secara perlahan.
"Mama tidak bisa mengambil keputusan sendiri, Sayang. Kita tunggu Papa pulang ya?" Kinan menatap sendu ke arah Senja.
Wanita itu mengangguk, dia sudah lega bisa bicara dengan orang tuanya. Senja berharap, akan ada jawaban yang memuaskan dari Papanya nanti.
"Sana istirahatlah, kamu enggak boleh capek dulu. Setidaknya sampai kamu benar-benar pulih baru mikirin kerjaan," ucap Kinan merasa khawatir dengan anaknya.
"Aku mendapatkan telepon pagi ini, Ma. Aku pikir ini kesempatan yang cukup langka, makanya aku segera minta pendapat Mama," jawab Senja dengan senyum manisnya.
Kiara diam saja, gadis itu tak tahu harus bilang apa, karena dia paham, kenapa Senja mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah. Bisa saja, kakaknya ini pergi tanpa pesan, meninggalkan semua orang. Tapi, sifat Senja yang didik bagus oleh orang tuanya, tak mau mengecewakan orang-orang yang sudah menjadikannya keluarga.
Kiara mengikuti langkah Senja masuk ke dalam, sedangkan Kinan masih terdiam memikirkan keinginan putri angkatnya.
"Ada apa ini? Kenapa secara tiba-tiba dia ingin ke Singapura untuk bekerja?" tanya Kinan dengan wajah sedihnya.
Wanita itu mengambil ponsel dalam saku celananya, dia mengirim pesan kepada suaminya mengenai keinginan Senja. Tak lama, Alvaro melakukan panggilan. Kinan menceritakan semuanya tanpa ada yang dikurangi atau dilebihkan.
Sama terkejutnya, Alvaro mendengar keinginan Senja. Lelaki yang masih tampan di usianya yang tak lagi muda itu berjanji akan pulang lebih awal agar bisa bicara serius dengan putrinya.
Kinan kembali ke rumah, meninggalkan taman yang belum selesai dikerjakan. Wanita itu sudah tak bersemangat lagi, karena dia merasa sedih dengan kenginan Senja. Bagaimanapun, Senja sudah mendarah daging dengannya, karena sejak balita dia sudah menganggap gadis itu putri kandungnya.
*
Sore menjelang, Alvaro menepati janji pulang lebih awal. Bahkan Kalvian pun disuruh pulang juga karena akan ada pembicaraan penting. Meski bingung, lelaki tampan yang mirip dengan ibunya itu juga pulang lebih awal.
Kinan yang sedang bersantai di ruang tengah lantas berdiri menyambut dua lelaki tampan yang sudah pulang dari kerja.
"Mana Senja, Ma?" tanya Alvaro dengan wajah khawatirnya.
"Nanti suruh Bibi panggil. Kalian duduk dulu, Mama mau buatkan kopi untuk kalian!" titah Kinan.
"Sebenarnya ada apa dengan Senja, Pa?" tanya Kalvian yang sudah penasaran sejak tadi.
"Tunggu adikmu datang dulu. Baru Papa jelaskan!" Alvaro menjawab dengan hembusan nafas panjang, kemudian bersandar di sofa.
Tak lama, Kiara dan Senja datang. Senja mulai gugup dan jantungnya mulai berdetak kencang. Saat tatapan Kalvian seolah menghunus tajam ke arahnya.
"Sini, Sayang!" Kinan menepuk sofa panjang yang masih kosong.
Kiara lebih memilih duduk di dekat Kalvian. Sedangkan Senja duduk di sebelah Kinan. Alvaro menatap Senja dengan tatapan lembut.
"Katakan apa yang kamu inginkan dan apa alasannya?" Suara tegas itu membuat Senja mendoangak menatap Alvaro.
Saking gugupnya, Senja meremas kedua tangannya hingga memerah. Senua itu tak luput dari perhatian Kalvian.
'Ada apa sebenarnya, masa cuma mau pergi dengan temannya sampai sehoboh ini? Pasti ada suatu hal lain yang membuat Papa dan Mama mengumpulkan kita semua,' monolog Kalvian dalam hati.
"Papa, aku ingin ke Singapura untuk bekerja!" Senja bicara tanpa berani memandang wajah Papanya.
Kalvian melotot tak percaya karena ucapan dari adik angkatnya. Sedangkan Alvaro hanya bisa menghembuskan nafas kasar.
"Untuk apa kamu mau ke luar negeri jika di sini saja kamu bisa bekerja?" tanya Kalvian dengan nada marah.
Senja masih saja menunduk, dia tahu keinginannya tak akan pernah didukung.
"Papa tahu kan, perusahaan itu milik sahabat Papa. Waktu itu, dia menawarkan pekerjaan kepadaku dan Papa juga mendengarnya. Aku hanya ingin mandiri, Pa, Ma."
"Suatu saat, aku juga akan memutuskan hidupku seperti Abang kan? Setidaknya ada hal yang harus aku banggakan kepada calon suami dan keluarganya. Selain aku anak angkat, aku bukan anak yang hanya bisa hidup karena Papa juga Mama," jelas Senja dengan suara bergetar menahan air mata.
"Kakak ...!" Kiara tak mampu lagi membendung air matanya. Ucapan Kakaknya sangat membuat dirinya tersentil.
Senja mengangguk, "Benar kan, Pa? Siapa yang mau menerimaku apa adanya, saat mereka tahu, aku hanyalah anak adopsi dari seorang pembantu!"
"Tidak, Nak. Kami tidak pernah memandang dirimu begitu. Kami mencintaimu sama seperti dua anak kami yang lain," jawab Kinan sambil menangis.
"Izinkan aku untuk pergi dari rumah ini, Ma, Pa. Aku akan menjaga diriku dengan baik. Kalian sudah memberikanku bekal yang sangat banyak. Aku akan pulang kalau perusahaan memberikan cuti," ucap Kinan.
Kalvian mengurut pangkal hidungnya, lelaki itu berpikir, kalau akibat ulahnya yang dingin juga resek, Senja ingin pergi dari rumah. Sebelum dia kembali bicara dengan adiknya, Senja sudah melakukan sesuatu yang membuat Alvaro tak berdaya.