"Apa dia punya masalah dan bercerita sesuatu denganmu?" tanya Kalvian saat Kiara sudah berada si mobil memangku kepala Senja.
"Enggak ada cerita apa-apa, Bang. Kakak memang lagi sakit aja," jawab Kiara bohong.
'Sebenarnya Abang tuh peka, kalau masalah kesehatan dan masalah yang dihadapi Kak, Senja. Tapi kenapa masalah hati dia enggak peka,' monolog Kiara dalam hati.
Kalvian tak lagi bertanya atau bicara, lelaki tampan itu hanya fokus pada jalan raya agar segera sampai di rumah. Perjalanan selama lima belas menit ditempuh dengan lancar. Mobil mewah sudah berhasil berhenti dengan selamat, tepat di depan pintu utama rumah Alvaro.
"Tunggu sebentar, Key!" Kalvian mulai menggendong Senja masuk ke dalam rumah.
Tak lama, Dokter datang dan di susul mobil Alvaro yang datang bersama orang tuanya. Kebetulan saudara sedang berkumpul, membuat semua ingin melihat kondisi Senja.
"Periksa dengan benar, Dok! Kalau memang perlu di rawat, ayo kita bawa ke rumah sakit," ucap Kalvian dengan cemas.
"Baiklah, kita periksa saja dulu!" Dokter mengambil alih untuk memeriksa keadaan Senja.
"Aku pasang infus karena Senja demam tinggi. Obat dan vitamin sudah aku suntikkan ke infus. Kalau dua jam ke depan belum bangun, langsung saja bawa ke rumah sakit," ucap dokter.
"Apa sangat mengkhawatirkan, Dok?" tanya Alvaro dengan nada cemas.
"Panasnya hampir 40° ini demam yang tak biasa, Tuan. Kalau dua jam ke depan tidak ada perubahan kita harus cepat melakukan tindakan lain," jelas dokter.
"Baiklah, Dok. Semoga ada perubahan," ucap Alvaro.
Sedangkan Kinan mengelus pelan punggung tangan Senja yang tidak dipasang infus.
"Untuk berjaga-jaga kalau dia bangun, resep ini silakan tebus. Dan minum dua kali sehari. Kalau panasnya hilang, boleh dihentikan," ucap Dokter.
Kalvian mengambil resep obat dari tangan dokter. "Biar saya saja yang tebus obatnya."
Dokter mulai pamit diantar Kalvian dan Alvaro sampai halaman. Kiara mulai beranjak untuk kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri dan ganti baju. Hanya ada Kinan yang masih menunggui putrinya.
"Ayo sembuh, Sayang. Jangan sakit, Mama kangen dengan kecerian kamu," bisik Kinan sambil mengecup singkat kening putri angkatnya.
"Aku ganti baju dulu deh, biar lebih nyaman," monolog Kinan meninggalkan Senja sendiri di kamarnya.
Sampai di lantai bawah, semua keluarga bertanya mengenai keadaan Senja. Kinan menjelaskan sedikit tentang sakit putrinya, kemudian dia izin untuk ganti baju sebentar.
*
Dua jam berlalu, waktu menujukkan pukul lima sore. Di kamar itu hanya ada Kalvian yang menemani. Karena Kiara beralasan ngantuk. Sedangkan Kinan ada di bawah sedang ngobrol dengan keluarga yang belum kembali ke rumah mereka.
"Emmm ...!" Suara lenguhan kecil mengagetkan Kalvian yang asik dengan gamenya.
Lelaki tampan itu mulai mendekat kemudian mengecek suhu tubuh Senja yang mulai menurun. Bahkan mengeluarkan keringat dingin. Untungnya, Kinan dan Kiara sudah mengganti baju Senja dengan pakaian yang lebih nyaman.
Tak lama, Senja membuka mata, tatapan sayu tertuju pada wajah tampan sang Kakak. Kalvian tersenyum, namun Senja hanya diam dengan tatapan kosong.
"Alhamdulillah kamu sudah bangun. Kamu mau sesuatu?" tanya Kalvian masih dengan senyuman.
"Haus!" Satu kata yang keluar dari bibir Senja lirih.
Kalvian mulai mencoba membantu Senja bangun. "Kamu harus duduk, apa kamu bisa?"
Senja mengangguk, Kalvian mulai membantu duduk kemudian memberikan air putih yang sudah disiapkan di gelas.
'Aku pikir, aku tak akan bangun lagi. Ternyata Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk menikmati bari meski dengan rasa sakit hati yang aku alami,' monolog Senja dalam hati.
"Aku panggil Mama dulu, ya? Tadi Mama pesen, kalau kamu bangun dia disuruh beritahu," ucap Kalvian.
Senja enggan bersuara, dia hanya mengangguk dengan senyum samar. Kalvian meninggalkan kamar Senja tanpa menutup pintu. Air matanya kembali menetes. Namun wanita berwajah pucat itu langsung menghapusnya.
"Jangan menangis Senja, kamu harus kuat seperti biasanya. Kamu sejak kecil sudah sering merasakan hal berat. Sekarang kamu diuji dengan cinta. Maka tabahkan hatimu." Senja hanya bisa bicara sendiri.
Senyum cantik dari wanita yang selama ini meberikan kasih sayang untuknya, membuat Senja merasa senang.
"Mama ...!" Senja merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Kinan.
"Mama senang kalau kamu sudah bangun, Sayang. Kami semua sempat takut saat dokter mengatakan kamu harus dirawat. Apalagi Abang, dia yang paling heboh saat tahu kamu sakit," ucap Kinan sambil memeluk Senja.
Senja melepas pelukannya, "Maaf, kalau aku membuat kalian cemas."
"Jangan sakit lagi ya? Tetaplah sehat," ucap Kinan sambil mengelus pelan pipi Senja.
"Iya, Ma!" Senja tersenyum tipis ke arah Mamanya.
*
Dua hari berlalu sejak hari pertuangan Kalvian dan Vira. Keadaan Senja sudah sehat dan tak lagi mengkonsusmsi obat. Vira kemarin seharian menemaninya. Meski bosan dan tak nyaman dengan kedatangan calon kakak iparnya, Senja masih bisa berpura-pura.
Hari ini, setelah sarapan, Senja sengaja duduk di pinggir kolam renang, sambil membawa secangkir teh hangat. Sinar matahari yang sedikit menyengat, membuat tubuh Senja merasa hangat. Apalagi, Senja hanya memakai dress dengan tali kecil tak berlengan.
Wajah Senja menengadah memejamkan mata, seolah sedang menikmati hangatnya mentari. Tak diketahui oleh wanita cantik itu, kalau ada sepasang mata yang terus mempeehatikannya dari jauh.
'Tuhan, jika aku harus melupakan Abang, tolong bantu aku. Kirimkan seseorang untuk membawaku pergi jauh dari sini,' ucap Senja berdoa dalam hati.
Sesekali, hambusan nafas panjang terdengar keluar dari bibir wanita cantik itu. Ingin dia berteriak meluapkan segalanya, hanya saja dia tak bisa. Rasa yang timbul dalam hatinya sudah salah, bagimana kalau keluarganya tahu, tentu dia akan di cap sebagai wanita tak tahu diri.
Lamunan Senja buyar kala ada suara bariton yang mengagetkannya.
"Kamu terlihat memikirkan sesuatu, ada apa?"
Senja menoleh ke sumber suara, "Abang ...!"
Merasa diperhatikan secara intens, Senja menjawab dengan gugup. "Ti-tidak ada masalah, Bang. Aku hanya sengaja berjemur di sini."
"Benarkah? Apakah kamu mulai menghindariku?" Kalvian merasa kalau Senja mejaga jarak sejak dia akan melakukan pertunangan.
"Tidak. Untuk apa aku harus menghindar? Kenapa Abang malah ke sini? Bukankah mau ke kantor?" Senja mencoba mengalihkan pertanyaan.
"Nanti, masih ada waktu untuk bertemu kamu, jadi untuk apa buru-buru ke kantor!" Kalvian menjawab asal.
Sebenarnya, awal mula rasa itu ada, dari kata-kata lembut nan manis, yang membuat Senja salah paham mengartikan kedekatan Kalvian padanya.
'Jangan beper, Senja! Dia hanya bercanda,' ucap Senja dalam hati.
"Lain kali kalau mau keluar kamar, jangan memakai baju seperti ini!" Kalvian sengaja menarik sedikit dress yang dipakai Senja.
Senja mengeryit, "Kenapa? Ini masih sopan, loh!"
"Pokoknya jangan!" Kalvian menatap serius ke wanita yang kini tumbuh dengan anggun dan sempurna.
Suara dering ponsel Senja mengalihkan pembicaraan dua manusia itu. Wanita itu sedikit ragu, saat akan mengangkat telepon.
"Iya, Halo?" Senja mengangkat telepon dari teman papanya.
"...."
"Baik. Saya akan minta izin kepada Papa dan Mama dulu, baru nanti saya beritahu jawabannya," jawab Senja dengan wajah sumringah.
"...."
Tak lama, panggilan terputus, dan senyum Senja hilang saat tatapan penuh tanya tertuju padanya.
"Siapa yang telepon? Kenapa harus minta izin, mau pergi ke mana?" Rentetan pertanyaan dari Kalvian membuat Senja merasa gugup juga takut.