Dunia memang sempit

1281 Kata
Malam yang indah, dengan gemerlapnya bintang malam. Tak seindah perasaan seorang wanita cantik yang kini duduk sendiri di sebuah club malam dengan lampu remang berwarna warni menghiasi ruangan gelap itu. Wajah cantiknya tetap terlihat lebih cantik dari biasanya, meski di tengah sinar lampu yang tak begitu terang. Kini wajahnya berubah merah dengan raut wajah mengkerut bingung memikirkan berbagai kehidupan yang sangat amat membuatnya muak. Banyak sekali rasa penyesalan dalam dirinya, tetapi apa yang perlu disesali, tidak ada. Karena ini adalah cobaan hidupnya. Ingin sekali dia lari dari kenyataan yang ada. Namun, kenyataan itu kini membelenggu dirinya. Membuat dia tak bisa lagi berbuat apa-apa. Selagi dia bisa untuk sabar, hanya kesabaran yang bisa membuatnya merasa lega. lega menahan sakit. Ingin sekali dia meluapkan semua perasaan hatinya. menceritakan semua kegundahan hatinya. Tetapi, dengan siapa? Dia tidak punya teman sahabat sama sekali. Wanita berambut ombak itu kini terdiam. Dengan tangan menyangga dagunya, wajahnya nampak kosong, pandangan mata lurus ke depan tanpa arti. Dia harus hidup di lingkungan yang benar-benar tidak mendukungnya. Bahkan sudah hampir seminggu dia bolos kuliah. Hanya karena tidak punya biaya lebih untuk kuliah dan ayahnya. Dan dia memutuskan untuk mencari yang dengan segala pekerjaan yang ada. Entah itu dari tukang bersih-bersih atau apapun..Asalkan bisa punya uang untuk biaya rumah sakit. # Flashback Yeri Wanita berambut sepunggung itu, berlari masuk ke dalam ruangan ayahnya. Langkahnya seketika terhenti di saat melihat sudah ada dokter yang sedang memeriksa keadaan ayahnya. "Dok, gimana kondisi ayah saya?" tanya Yeri, kedua matanya merembak menahan air matanya. "Belum ada tanda-tanda jika ayah kamu akan tetap bertahan." jawab dokter itu penuh penyesalan. Yeri meraih tangan dokter itu, menggerak gerakkan perlahan. Sembari memohon dengan wajah melasnya. "Dok, aku mohon. Berikan yang terbaik untuk ayah saya. Berapapun biayanya aku akan bayar, dok. Asalkan ayah saya cepat sadar." Dokter itu tertunduk, wajahnya nampak menyerah dengan keadaan ayah Yeri. "Dok, aku mohon!" Yeri tidak berhenti terus memohon. Tak terasa butiran kristal itu keluar dari mata indahnya. "Maaf, saya sudah melakukan yang terbaik selama 1 tahun ini. Dan hasilnya masih tetap sama. Sekarang serahkan semua pada yang diatas. Berdoalah, untuk kesembuhan ayah kamu." jawab dokter itu, seketika membuat tubuh Yeri mulai lemas. Kedua tangannya mulai melemah, melepaskan tangan dokter itu. "Tidak! Tidak mungkin.. Tidak mungkin dok. " Terus menggelengkan kepalanya berkali-kali tidak percaya. "Aku mohon berikan yang terbaik." Yeri tak berhenti terus memohon. Memegang lengan dokter di depannya. "Maaf," hanya satu kata yang terucap dari bibir dokter itu. Dan melangkahkan kakinya pergi. Meninggalkan Yeri yang masih di bendung dengan air mata kesedihan. Yer! Yeri! Suara serak berat khas laki-laki itu, mencoba membangunkan Yeri dari lamunannya. "Yeri, kamu kenapa?" tanya seorang pegawai bar yang menatap wajah Yeri nampak sangat lesu. Dia menepuk pundak Yeri, membuat wanita itu seketika tersadar dari lamunannya. Dan beranjak duduk tegap menatap ke arah laki-laki di depannya. "Kamu kenapa?" tanyanya lagi. Yeri menghela napasnya. "Aku memikirkan ayahku, sekarang masih terbaring di rumah sakit." "Terus kenapa kamu masih di sini," "Aku bingung, biaya untuk rumah sakitnya. Dan ayahku juga belum juga sembuh." ucap Yeri menundukkan wajahnya, menahan air kata yang sudah di ujung kelopak matanya. "hey.. Kamu kan, cantik, kenapa kamu gak cari laki-laki kaya, yang bisa memberikan kamu uang. Asalkan jangan tidur dengannya. Atau kamu rayu dia nanti agar dia luluh," laki-laki itu sibuk membersihkan gelas dengan kain bersih miliknya. Lalu tuangkan satu gelas minuman tepat di depan Yeri. Yeri tersenyum samar, memegang gelas minuman itu, bau vodca itu menyeruak masuk ke dalam penciumannya. Dia memutar gelasnya, seperti peminum profesional. "Kamu tahu, pekerjaanku hanya kencan bayaran. Dan setiap orang yang kencan denganku bahkan tidak ada yang nembak aku secara langsung, atau gak menyatakan cinta atau memberi ku uang lebih. Entah apa kurangnya aku? Apa aku kurang cantik?" tanya Yeri, meneguk minumannya habis. "Apa aku harus bayar minuman ini?" tanya lagi, meletakkan gelas kosong di depan meja bar. "Gak usah, hari ini aku yang akan traktir kamu." ucap penjaga bar itu, "Dan kamu bisa tenangkan diri kamu di sini," ucap laki-laki itu. Dia teman yang baru dikenal Yeri di bar. Ya, gara-gara, semenjak banyak masalah dia selalu pergi ke sana, mencari ketenangan hati. Entah apa yang bisa di dapatkan dia di sana. Hanyalah kegaduhan suara bising yang mungkin membuat tambah penat. Tapi bagi dia merasa lega melepaskan dirinya dengan minuman yang ada. "Oya, nanti akan ada seseorang spesial yang akan datang ke sini. Dia pengusaha kaya. Dan jika kamu bisa memikatnya, apapun akan di berikan untukmu," Yeri melipat tangan kirinya di atas meja bar, dengan tangan kanan masih memegang gelas minuman. "Tuangkan lagi," pinta Yeri. "Jangan terlalu banyak minum, kamu tahu gak. Kalau boss itu tidak suka melihat wanita minum," "Aku gak perduli, lagian hanya dua teguk saja." Tap.. Tap.. Tap.. Langkah ringan, dengan suara sepatu yang khas membuat semua mata semua tertunduk, bahkan sebagian menatap kagum dengan ketampanan laki-laki di depannya yang berjalan menuju ke meja baru. "Yer!" pegawai bar itu menepuk bahu Yeri, dan hanya dibalas dengan tarikan alisnya ke atas bersamaan. "Lihatlah!" "Apa?" tanya Yeri, sembari meneguk minumannya lagi. "Itu dia, laki-laki yang aku maksud," Yeri menoleh, seketika dia tersedak melihat wajah orang di depannya itu. Uhuk... uhukk... "Yer, kamu gak apa-apa?" "Apa, dia orang yang kamu maksud?" tanya Yeri, wajahnya mulai menegang tak percaya. Dia mengerjapkan kedua matanya berkali-kali. "Iya, dia yang aku maksud, dia sering datang ke sini. Tapi tidak pernah mau di temani wanita," Yeri menelan salivanya dalam-dalam. Ia menyeringai, tersenyum paksa, kemudian memalingkan wajahnya berlawanan arah, dengan tangan kanan menutupi wajahnya dari samping. Haduh.. Apa yang aku lakukan, kenapa dia ada di sini. Kenapa aku tidak bisa apa lepas darinya. Laki-laki m***m itu. Ah.. Lebih baik aku kabur saja. Yeri sedikit menunduk, beranjak dari duduknya, memelankan langkahnya mencoba untuk pergi. Brukkk... Langkahnya terhenti seakan baru saja menghantam tembok keras di depannya. Yeri berdesis lirih, wajah cantik itu terlihat pucat pasi. Yeri menggigit bibir bawahnya, menahan rasa gugup yang entah melayang kemana-mana. Pikiran dia mulai berkecamuk. Yeri menarik napasnya, mengangkat kepalanya. Seperti melihat monster di depannya, seketika Yeri langsung menarik tubuhnya ke belakang, was-was. Yeri tersenyum semringah, Lalu menarik senyumnya lagi. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Jutek Yeri. "Kamu mau kemana?" tanya Arga. Menajamkan pandangan matanya. "Bukan urusan kamu! Lagian kenapa kamu ada di sini," "Dunia seakan berpihak pada kita, kita selalu dipertemukan di manapun kita berada. Atau mungkin kamu jodoh ya, denganku." ucap Arga, menunduk meraih dagu Yeri. "Ogah, aku jodoh denganmu. Lagian laki-laki masih banyak. Dan lebih tampan juga banyak," ucap Yeri membela. "Memang banyak, tapi apa mau denganmu." Arga, menarik dagu Yeri menatap ke arahnya. Bau vodca menyeruak sampai di penciuman Arga. "Kamu minum," tanya Arga. "Kamu memang cantik, ternyata pemabuk juga," "Memangnya kenapa?" "Murahan!" tegas Arga, membuat Yeri menggeram kesal. "Apa katamu?" Yeri mengepalkan tangannya. Berdesis kasar, penuh amarah. "Kamu mau apa? Mau memukulku? Atau kamu mau memberikan sentuhan lembut milik kamu ini," pandangan mata Arga tertuju pada dua d**a milik Yeri. Dengan cepat Yeri menutup kedua miliknya dengan ke dua tangannya. "Apa, jangan kurang ajar!" Yeri menajamkan kedua matanya. "Kenapa? Apa kamu tidak mau? Atau kamu hanya ingin di sentuh laki-laki lain," "Bukan urusan kamu," pekik Yeri, menepis tangan Arga dari dagunya. Dan beranjak pergi meninggalkan laki-laki itu sendiri. "Tuan, kenapa anda hanya diam saja?" tanya Jun. "Sudahlah, biarkan saja. Aku mau kamu besok serahkan semua berkas tentang dia secepatnya. Jangan sampai dia lepas dariku." bisik Arga, pada Jun yang dari tadi hanya diam, berdiri di sampingnya. "Baik, tuan!" "Aku akan membuat kamu bertekuk lutut padaku, gadis murahan yang lugu," ucap Arga, menarik ujung bibirnya tipis. Yeri berlari pergi dengan tubuh yang masih setengah sadar. Kenapa dunia ini sempit sekali. Argg.. Dasar laki-laki nyebelin. Kenapa juga aku bisa bertemu dengannya. Punya mulut gak bisa dijaga. Gerutu Yeri dalam hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN