Menghinanya

2039 Kata
Setelah acara pesta dua hari lalu. Yeri benar-benar tidak mau lagi dihubungi oleh Gio. Meski Gio mencoba terus menghubunginya berkali-kali, selalu di rijeck saat menghubungi Yeri. Dan Gio datang ke rumahnya juga terus di abaikannya. Dia merasa kecewa dengan nya. Yang menyewa jasa kencan hanya untuk melayani seorang laki-laki yang sangat dia benci saat pertama kali bertemu. Meski begitu dia tidak bisa marah terlalu lama dengan mereka. Baginya marah membuat dia merasa banyak pikiran. Hidupnya yang banyak pikiran ditambah pikiran lagi bisa-bisa membuatnya stres. Sudah dua hari, wanita itu di rumah luntang lantung di gak ada kerjaan. Bahkan seakan hidupnya sudah mati dari dunia luar. Di rumah hanya makan mie instan untuk bertahan hidup. Boro-boro mau beli makanan, uang saja wanita itu tidak punya sama sekali. Bahkan selembar uang saja tidak punya. Dan hanya punya lembaran kertas dari laki-laki yang pernah di tabrak, masih disimpan sampai sekarang. ------ Tetapi tidak dengan Arga yang sekarang dia sedang giatnya mencari tahu tentang Yeri. Hingga dia bisa tahu siapa sebenarnya Yeri. Arga kini duduk di kursi kerja miliknya, kedua matanya tak lepas dari laptop miliknya. Pekerjaan yang banyak membuat dia tak punya waktu keluar sama sekali. Sembari menunggu kabar dari Jun asistennya yang sedang mencari tahu tentang Yeri. "Permisi tuan," Jun melangkahkan kakinya masuk, dengan kepala sedikit menunduk menghargai bossnya itu. "Apa kamu sudah mencari tahu tentang dia?" tanya Arga, menutup map dokumen miliknya, melemparnya ke depan. Dia menatap ke arah Jun. "Sudah tuan!" Jun hanya memberikan selembaran kertas informasi tentang Yeri. Arga membuka lembaran itu, menatap foto Yeri yang begitu cantik menggoda hatinya. Arga membaca setiap detail informasi tentang Yeri yang tertulis di kertas itu. "Yeri Angelista," gumam Arga, menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. "Nama yang begitu bagus. Sama seperti wajahnya yang menarik," lanjutnya. "Dia sudah tidak punya orang tua tuan!" sambung Jun. Arga menatap ke depan, mengernyitkan wajahnya bingung. "Terus siapa orang yang di rumah sakit ini," "Dia ayah angkatnya!" Laki-laki berjas hitam itu menganggukkan kepalanya pelan, tanda jika dia sudah paham. "Baiklah, kamu sekarang cari tahu di mana tempat dia sekarang. Aku akan ke sana." Arga beranjak berdiri. Merapikan jas hitam miliknya. Sedikit menariknya ke bawah. Jun menunduk, memberi hormat padanya. "Iya, apa anda ingin kesana sekarang," "Iya, kamu kirimkan alamatnya ke saya," Arga melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Jun sendiri. ------ Sesuai pesan alamat yang diberikan oleh Jun tadi di saat dia dalam perjalanan mencari rumah wanita itu. Dia sampai di rumah Yeri. Pandangan matanya tak lepas dari rumah kecil yang membuatnya merasa malu untuk melihat. Begitu kecil dan tanpa ada teras di depan rumahnya. Rumah yang diapit dengan gedung tinggi apartemen itu membuat dia tersentuh. Rumah yang mengerikan, kenapa dia tinggal di gang sempit di sini. Gumam Arga menggelengkan kepalanya tak percaya. "Apa dia bisa tinggal di tempat seperti ini," ucapnya penuh kesombongan. Arga melangkahkan kakinya, berdiri tepat di depan pintu. Dia terdiam sejenak, mengamati sekitarnya. Merasa tidak ada tanda jika Yeri akan keluar lebih dulu. Dalam satu tarikan napasnya Arga memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu rumah Yeri "Tok... Tok.. Tok.." Beberapa ketika sekaligus tidak membuat Yeri keluar dari kamarnya. Dan Arga hanya bisa menghela napasnya kesal. dia memutuskan untuk memegang knop pintu rumah itu, memutarnya, lalu membuka perlahan. Ke dua bola mata Arga membulat seketika. Melihat rumah yang nampak sangat berantakan. Dengan sampah berserakan di lantai, bahkan ada yang di atas sofa dan mejanya. Dilengkapi dengan banyaknya tisu yang berserakan membuat Arga seketika melangkahkan kakinya ke belakang sembari menatap jijik. Lalat-lalat berdengung di atas sampah, dengan Bau sampah mulai menyeruak masuk ke dalam penciumannya. Seketika Arga menutup hidungnya dengan telapak tangannya. Apa dia benar-benar sudah tidak waras? Gadis aneh dan menjijikkan. Ini rumah apa tempat pembuangan sampah. Arga menggelengkan kepalanya tak percaya. Dia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam rumah itu. Dan pikir 100x jika masuk ke dalam rumah yang benar-benar menjijikkan. "Siapa di luar?" teriak Yeri, berjalan keluar dari dapur dengan satu mangkok mie di tangannya. Tak kalah terkejutnya Arga melihat wajah Yeri yang sangat berantakan, dengan wajah kucel, kantung mata besar, dan hitam seakan habis menangis seharian. Dan rambut sedikit acak-acakan tak tertata. "Ternyata aku kedatangan tamu yang terhormat, Tuan Arga Wijaya!" ucap Yeri dengan nada mengejek. Arga hanya diam, wajahnya terlihat sangat dingin, dengan pandangan mata memutar melihat sampah di depannya, semakin membuatnya jijik. Ditambah si pemilik rumah dengan wajah yang sangat berantakan "Apa yang kamu lakukan, disini, tuan?" tanya Yeri jutek, tanpa menatap ke arah Arga. Dia meletakkan satu mangkok mie kuah itu di atas meja ruang tamu. "Apa ada hal yang mengganggu, tuan?" lanjutnya. "Kamu habis menangis?" tanya Arga terus terang. "Bukan urusan kamu, tuan Arga." "Aku mencari kamu," ucap Arga, dengan wajah masih mengernyit, melihat beberapa sampah di depannya. Seakan dia mau muntah di buatnya. Yeri menarik satu sudut bibirnya. Lalu duduk di sofa, dan siap menyantap makanan di depannya. "Apa yang membuat kamu datang ke sini, tuan Arga." tanyanya dengan nada mengejek. Tanpa menatap ke arah Arga. "Dan apa anda tidak mau masuk ke dalam. Emm.. oh, Ya! Tenang saja aku tidak akan mengusir tamu dari rumahku. Karena aku sangat menghormati tamu, siapapun itu yang datang." lanjut Yeri mulai memakan mie miliknya, sembari duduk menatap ke arahnya. "Gadis yang luar biasa. Apa kamu bisa hidup di dalam tempat sampah ini," ejek Arga mengernyitkan matanya jijik. Mungkin bagi anda rumah aku adalah sampah. Tapi bagiku rumahku adalah surgaku." jelas Yeri, menatap ke arah Arga yang masih menatap jijik rumahnya. "Hidup anda dari kecil sudah bergelimang harta. Berbeda denganku yang begitu jauh dari kata mewah. Aku hidup sendiri di sini, tidak ada waktu membersihkan rumah ini. Jika kamu bisa punya banyak pelayan yang membantu kamu." ucap Yeri tanpa rasa takut. "Kenapa kamu diam? Apa kamu malu dengan keadaan kamu. Orang yang tidak punya kehidupan sejati. Dan adalah golongan orang yang tidak akan pernah bisa menikmati kebahagiaan hidup. Karena kesombongan anda, akan membuat anda sendiri jatuh dalam sebuah lubang kesalahan." hina Yeri, menajamkan pandangannya kesekian detik. Lalu menarik sudut bibirnya mengejek. "Apa yang kamu maksud?" "Anda tidak lebih dari tuan muda yang sangat manja, dan berlindung di belakang punggung orang tua anda." "Jangan sembarangan bicara," Arga berdengus kesal, seakan aliran darahnya mulai merangkak naik ke wajahnya. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jika kamu bukan wanita, sudah aku habisi dalam satu pukulan. Ancamnya dalam hati. "Itulah kenyataannya. Anda mendapatkan semuanya. Karena orang tua anda, keluarga Wijaya. Yang sangat jaya raya mewariskan semuanya pada anda. Itu artinya sama saja kamu bernaung dalam tempurung harta orang tua anda, tuan. Apa anda mengerti?" Wanita ini? Apa dia memang sengaja untuk menghinaku. Dasar w************n. Aku tidak terima terus di hina. Aku akan buktikan jika aku tidak seperti apa yang dikatakan dirinya. Geram Arga dalam hatinya, dia menggertakkan giginya, dengan hembusan napas beratnya, Arga mulai mengangkat kakinya, masuk ke dalam rumah Yeri, meski wajahnya terlihat jijik menatap sekitarnya. "Aku memang wanita menjijikkan tuan, tapi aku melakukan ini hanya karena hatiku sedang suntuk." "Aku tidak tanya akan hal itu," tegas Arga berdiri tepat di sampingnya. Yeri tersenyum seringai. "Anda memang tidak tanya, aku hanya memberitahu kamu. Agar anda yang tak punya hati bisa tersentuh dengan kisahku yang malang ini," ucap Yeri, meletakkan kembali mangkoknya, dan mulai mengangkat kepalanya, menatap ke arah Arga. Arga menatap mangkok Yeri bekas makan mie tadi. "Kamu hanya makan Mie?" tanya Arga memastikan. Kedua mata itu masih berkeliling melihat sekitarnya. "Iya, aku sudah bilang pada anda jika, saya bukan seperti anda yang banyak harta." ucap Yeri, tersenyum tipis. "Dan Apa anda kesini untuk meminta maaf padaku?" tanyanya lagi. Beranjak berdiri. "Aku ke sini hanya ingin minta suatu hal padamu," "Aku tidak punya apa-apa, apa yang anda minta." "Aku akan membantu kamu tentang pengobatan ayah kamu," Yeri menautkan kedua lainya heran. "Gimana kamu bisa tahu tentang ayahku?" tanya Yeri. "Aku sudah tahu semua tentang kamu. Dan aku juga tahu jika kamu butuh uang untuk perawatan ayah kamu yang masih koma di rumah sakit," Yeri tertunduk, wajah yang semula sangat bangga telah mengejek Arga. Kini dia merenung. Memikirkan ayahnya yang masih terbaring di rumah sakit. Tidak ada hal lagi yang membuat pikirannya berkecamuk saat ini, di dalam otaknya hanya menginginkan uang untuk kesembuhan ayahnya. "Apa yang anda inginkan?" tanya Yeri yang masih tertunduk. "Aku ingin kamu datang ke kantorku besok. Aku akan bahas soal perjanjian padamu," "Perjanjain apa?" "Menikah pura-pura denganku," "Maksud kamu?" Yeri mengernyitkan salah satu matanya. Arga menghela napasnya, dia merasa sudah benar-benar kesal dan ingin langsung terus terang saja padanya. "Aku ingin kamu jadi istri bayaranku," jelas Arga membuat kedua mata Yeri menatap ke arah Arga bingung, dia menyipitkan matanya. "Jika kamu setuju maka datanglah ke kantorku, besok pagi." Arga memberikan kartu nama pada Yeri. Dengan penuh keraguan dalam hatinya. Yeri mengambil kartu nama itu. Tangannya gemetar seketika saat melihat nama yang tertera. Dengan pikirannya mulai berkecamuk. Apa aku harus menerimanya? Apa dia akan memberikan banyak uang untuk ayahku? Tetapi, jika memang ini adalah jalan agar ayah aku sembuh. Aku akan melakukannya. "Kamu tidak perlu jawab sekarang," ucap Arga membangunkan Yeri dari lamunannya. Yeri melangkahkan kakinya ke depan, tanpa sengaja dia menginjak kaleng di bawah kakinya, membuat tubuhnya tergelincir, Yeri menarik dasi yang menggantung di leher Arga, membuat tubuh mereka terjatuh bersama di atas sofa. Deg! Deg! Deg! Jantung mereka saling berpacu cepat, kedua mata saling tertuju dalam diam. Hembusan napas mereka saling berpacu dalam gelora asmara. Arga menatap wajah Yeri, seakan wajah cantik tanpa make up itu membiusnya. Yeri tertegun sejenak, dia merasakan ada yang aneh di dadanya. Seakan seperti seekor kepiting yang bergerak-gerak di dadanya. Dengan cepat wanita berambut ombak itu menunduk, melihat tangan Arga, tanpa sengaja telapak tangan laki-laki itu menyentuh d**a kanan Yeri. "Haaa...." teriak Yeri mendorong keras tubuh Arga di atas tubuhnya. "Dasar otak m***m! Kamu pasti cari kesempatan, ya?" umpat kesal Yeri, dengan kedua tangannya menutupi dadanya. Arga hanya diam, dia menatap telapak tangannya. Dua kali dia begitu mudahnya menyentuh d**a Yeri. Dan kali ini tanpa dia sengaja. "Emm.. Maaf! Aku tidak sengaja." ucap Arga, mengibaskan tangannya kedepan seakan tak sengaja dan tak mau membuat marah Yeri lagi. Yeri hanya nyengir, "Apa kamu bilang? Kamu pasti sengaja menyentuhnya." decak Yeri. "Dasar, sekali mesum.tetap saja m***m!" "Bukanya sengaja tapi d**a kamu saja yang terus ingin disentuh olehku," goda Arga, menarik turunkan kedua alisnya bersamaan. Yeri melebarkan matanya, menggertakkan giginya kesal, dengan kedua tangan mengepal sangat erat seakan sudah siap untuk melayangkan beberapa pukulan ke arah Arga. "Dasar otak m***m, selalu cari kesempatan!" decak kesal Yeri. "Siapa juga yang cari kesempatan," "Jangan beraninya sentuh aku, lagi!" ancam Yeri menunjuk tepat ke wajah Yeri. Arga menarik sudut bibirnya tipis, sembari mencibir pelan. "Gak lah! Lagian d**a tepos juga, siapa juga yang mau," ledek Arga, membuang mukanya jutek berlawanan arah. Wajah Yeri memanas. Seakan aliran darahnya perlahan mengeras. "Apa lo bilang, aku sudah anggap kamu sebagai tamu. Dan setiap ucapan aku sopan padamu. Ternyata kamu kurang ajar banget, ya." Yeri melipat kedua tangannya di pinggang, dengan tatapan menantang. Arga terkekeh kecil, melihat wajah Yeri yang begitu lucu saat marah. Melihat Arga tersenyum, Yeri mendekatkan wajahnya, dengan dahi mengerutkan dalam mengamati setiap senyum Arga. "Kamu bisa tertawa juga ternyata?" tanya Yeri. Seketika membuat Arga tersadar dan terdiam, menatap Yeri. "Bisa!" jawab jutek Arga. "Kamu kalau tersenyum lumayan juga," ledek Yeri, mendorong bahu Arga seperti seorang teman akrabnya sendiri. "Jangan sentuh bahuku," "Kenapa? Apa kamu malu?" "Enggak!!" "Terus kenapa?" "Ada sisa makanan di ujung bibir kamu," ucap Arga, mengambil secuil sisa mie di ujung bibirnya, sontak Yeri memegang tangan Arga, membuat mereka saling menatap, pandangan mata mereka saling terkunci dalam satu perasaan tak tentu yang menggebu dalam hati mereka. "Emm.. Maaf!" gumam Yeri gugup, memalingkan wajahnya berlawanan arah. "Aku hanya bilang itu, selanjutnya pikiran sendiri." ucap Arga dengan wajah datarnya. Dia menarik ujung jas miliknya, dan beranjak pergi meninggalkan Yeri sendiri. Yeri menatap ke arah pintu, merasa Arga sudah pergi. Ketika dia menghela napasnya lega. Dia beranjak duduk, menyandarkan punggungnya, dengan kepala di atas sofa. Apa yang aku lakukan? Kenapa? Aku merasa sangat gugup menatapnya. Ah.. Gak mungkin, dan jangan sampai aku suka dengannya. Yeri menggelengkan kepalanya, kemudian mengacak-acak rambutnya kesal. Tuan Arga yang terhormat menginginkan aku menjadi penggantinya." gumam Yeri tersenyum sinis. "Apa dia sudah tidak laku lagi sebagai pria? Atau jangan-jangan dia gay, tidak pernah suka dengan wanita? Dasar laki-laki berduit, seenak jidatnya saja perlakukan wanita" Yeri bergidik geli membayangkan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN