Rayuan laki-laki teman kencannya

1123 Kata
"Tunggu!" gumam Gio, menarik tangan Yeri. Wanita itu terkejut. Membalikkan badannya, seketika, kakinya tiba-tiba terpeleset jatuh dalam dekapan tubuh Gio. Kedua mata mereka saling beradu dalam diam. Terkunci dalam tatapan yang perasaan yang tak bisa diartikan bagi Gio. Sementara Teri terlihat biasa melihat Gio. Dia sangat cantik. Apa bisa aku bersama dengannya? Atau aku harus merelakan dia untuk kakaknya yang sudah lama menjomblo itu. Gio segera menyadarkan dirinya dari lamunannya. "Apa kamu mau berada terus di dalam dekapanku?" tanya Gio, memincingkan salah satu matanya. Para tamu yang mulai berhamburan masuk, tak sengaja mendorong tubuh Gio. Hingga pelukan mereka semakin erat. Dan terpental menyandar ke tembok tepat di sampingnya. "Kamu dibayar olehku." gumam Gio. "Apa kamu tidak ingin sesuatu dariku?" tanya Gio memastikan "Enggak. Memangnya kenapa?" Gio mengambil kesempatan itu. Menempelkan semakin erat tubuhnya, ia memegang pinggang Yeri masuk ke dalam dekapan hangat tubuhnya. Jemari tangan Gio bermain kecil di wajahnya. Dan berhenti menyentuh dagunya. "Tapi aku ingin sesuatu darimu." gumam Gio.Yeri memalingkan wajahnya. Menarik sudut bibirnya sinis. Dia terus mencoba mendorong tubuh Gio. Tetapi laki-laki itu semakin erat pelukannya. "Jangan bergerak. Kalau kamu adik kecilku berdiri. Kamu harus tanggung jawab." "Gio... Lepaskan! Dasar otak kotor." pekik Yeri, mengumpat kesal.. "Ciùm dulu." Gumam Gio mengarahkan pipinya arah bibir Teri. Dibalas dengan tatapan jijik oleh wanita itu. "Gak mau!" tegas Yeri. "Kalau gak mau, aku tidak akan pernah melepaskan pelukanku. Meski sampai pesta berakhir tidak masalah. Biasanya uang segitu. Aku bisa mendapatkan tubuh wanita. Dan setelah itu, aku memberinya uang lebih lagi." ucap Gio. Dia mencoba bernegosiasi dengan Yeri. "Dasar mata keranjang. Lepaskan aku, bocah ingusan seperti kamu jangan mencoba merayu wanita sepertiku. " "Aku bukan bocah lagi," geram Gio. mengerutkan kedua alisnya. "Apa kalau tidak bocah. Masih kecil pikiran kamu sudah mesum." gerutu Yeri. "Cepetan ciùm. Setelah itu aku lepaskan." ancam Gio. Dia begitu terobsesinya pada Yeri memaksa dia untuk melakukan hal yang baginya menjijikkan. Yeri terdiam. Ia menelan ludahnya susah payah. Dan terpaksa mendaratkan sebuah kecupan. di pipi Gio. Meski dia merasa tidak suka melakukan hal itu. "Udah! Cepat lepaskan." ucap Yeri mendorong tubuh Gio yang sudah merenggang dari tubuhnya. Gio tersenyum tipis. "Makasih! Kamu memberikan sebuah kejutan yang sangat istimewa." gumam Gio. Mengulurkan tangannya. "Tidak usah pakai tangan segala. Kita jalan seperti biasa." geram Yeri. Gio meraih paksa tangan yeri. Menariknya agar tangan kanannya memeluk lengannya. Mereka berjalan ringan. Sampai di dalam, mereka disambut dengan gemerlapnya lampu pesta seperti berada di dalam pup. Banyak kalangan wanita dan laki-laki dengan pakaian mewahnya, dan sudah pasti mereka adalah kalangan orang kaya. Mereka terlihat sangat menikmati pesta mereka dengan topeng yang menutupi sebagian wajah mereka. Sembari menikmati jamuan yang sudah di sediakan di beberapa meja. Ya, di sana adalah pesta topeng. Dna semua pengunjung di sana masuk. Sudah disediakan topeng sendiri. Pesta di gelar sangat meriah. Dna setiap akhir tahun, memang Gio dan kakaknya selalu mengadakan pesta meriah mengundang semua teman mereka. Dan beberapa keluarga. Serta orang penting lainya "Oya, kamu di sini dulu. Aku ambilkan topeng kamu." ucap Gio, bergegas pergi mengambil topeng yang sudah di sediakan tepat di tempat pintu masuk ke dalam pesta. "Pakailah!" Gio memberikan topeng itu pada Yeri. Yeri mengerutkan keningnya, menatap detail topeng itu. "Ini apa?" Gio hanya diam, menarik dua sudut bibirnya tipis. Kemudian dia, memakaikan topeng sebagian menutupi wajahnya, hanya terlihat bibir , hidung mungilnya, dan mata indahnya. Meski hanya terlihat sedikit. Dia masih sangat cantik dengan gaun tanpa lengan yang begitu anggun melekat di tubuh mungilnya. Terlihat jelas lekuk tubuhnya. "Sekarang, kamu peluk tanganku." ucap Gio, dengan tangan kanannya bersedekap. Langsung disambut dengan rengkuhan erat tangan Yeri. "Jangan tempelkan lagi punya kamu," goda Gio. Terkekeh kecil. Kedua alis Yeri menyatu, bibirnya mulai menyempit, dan pandangan matanya menajam menatap ke arah Gio. Dengusan napas beratnya terasa seperti banteng yang sudah siap untuk menyundul lawannya. Kedua alis Gio tertarik bersamaan, kelopak mata menegang, bibir terbuka membentuk harizontal. "Eh... enggak-enggak, aku tadi hanya bercanda. Jadi jangan dianggap serius," ucap Gio, meringis takut. "Oke. Asal kamu bayar aku lebih dari 10 juta," tawar Yeri, memalingkan wajahnya kesal. Tetapi dalam hati dia sangat senang, menarik bibirnya tipis, sembari mencibir pelan. "Salah sendiri menggodaku. Aku akan peras uangnya lebih banyak lagi." Gio berjalan mengambil salah satu minuman di atas meja, memberikan pada Yeri. "Minumlah, aku pergi dulu." ucap Gio. Yeri menarik ujung lengan bajunya. "Jangan pergi!" "Aku hanya mau menemui kakakku, sebentar!" Wajah Yeri memelas, dengan bibir tertarik ke bawah. Dalam hati dia tidak mau jika Gio pergi. "Aku takut, apalagi para tamu di sini." Yeri memutar matanya mengamati beberapa orang di kelilingnya. Seketika tubuhnya bergidik malu. Tampilannya yang begitu sederhana berbeda kelas dengan mereka semuanya. "Aku hanya sebentar, jadi jangan takut!" Gio menari dua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis di bibirnya. Yeri menghela napasnya. "Oke! Baiklah!" ucap Yeri terpaksa, dia memejamkan matanya menahan rasa malu jika menatap semua para tamu itu. "Pergilah sekarang!" pinta Yeri tanpa membuka matanya. Dan tanpa di suruh Gio sudah melangkahkan kakinya pergi. Yeri yang belum menyadarinya, dia tidak mau membuka matanya jika Gio belum kembali, rasa malu karena penampilannya terasa minder jika harus menatap wanita cantik yang berada di pesta itu. Yeri masih memejamkan matanya, dia yang masih memegang minuman di tangannya, ia meneguk minuman perlahan. Menelannya dengan susah payah. "Ehem..." suara deheman membuat Yeri tersentak, tanpa membuka matanya. Ini pasti Gio, semoga saja dia. Aku benar-benar minder kalau berdiri sendiri di sini. "Kamu sudah kembali?" tanya Yeri, membuka matanya lebar, dengan senyum semringai di wajahnya. Wajah Yeri berubah, seketika dia membulatkan matanya, kelopak matanya menegang, Yeri melangkahkan kakinya ke belakang, menatap wajah tidak terduga di depannya. "Ka--ka-mu" ucap Yeri terpatah-patah. Laki-aku tampan di depannya, menarik bibirnya sinis. Tersenyum semringai dengan tatapan tajamnya. Apa-apaan ini, kenapa ada dia di sini. Laki-laki nyebelin ini. Rasanya aku ingin panggang hidup-hidup. Gerutu Yeri, memutar bibirnya kesal. "Siapa kamu?" tanya laki-laki di depannya. Yeri menelan ludahnya, tertunduk sejenak. Mencoba memutar otaknya untuk berpikir beberapa detik. Oo.. Iya, aku lupa. Kalau dia tidak bisa melihat wajahku. Tapi jika dia takut nanti. Pasti akan memperlakukan di depan umum nantinya. Sekarang apa yang harus aku lakukan. Laki-laki itu menautkan kedua aslinya. Membuat keningnya, mengkerut. "Kenapa kamu diam?" tanya laki-laki itu. Yeri tersenyum semringai, seakan pikiran liciknya mulai melayang di pikirannya. "Ini tuan Arga, kan?" tanya Yeri memastikan dengan gaya sok kenalnya. Arga menarik kepalanya sedikit ke belakang, menatap aneh pada wanita di depannya. "Kenapa?" "Aku boleh menemani, anda!" goda Yeri. Arga menarik salah satu sudut bibirnya sinis. Arga melangkahkan kakinya mendekati Yeri, hingga berdiri tepat di depannya, ditariknya dagu wanita ke atas. "Apakah kamu mau menemani ku di ranjang?" tanya Arga dengan wajah dingin menakutkan khas miliknya. Yeri seakan seperti seekor kucing yang kini tunduk pada singa. Dia hanya diam, menelan salivanya susah payah. Pikirannya berkecamuk membayangkan hal yang tak terduga itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN