Terabaikan

1139 Kata
Aliana menyerah, ia tidak mengikuti Erisa dan Salsa, memilih tetap berdiri di samping terparkinya mobil Brian. Dia memutuskan untuk menunggu saja, seberapa lama pun itu, karena jika dia nekat keras kepala menuruti egonya sendiri untuk pulang sendiri. “Biar aku membodoh dulu menunggu lagi seperti tadi…, bedanya tadi di dalam mobil sekarang di luar mobil. Sama sajakan menunggu juga,” batin Aliana. Demi menjaga hati orang lain, Aliana mengorbankan waktu dan masa istirahatnya sendiri. Tidak berapa lama dia berdiri menunggu, dia mulai kedinginan karena angin cukup kencang pada malam hari dan udara pun sudah semakin dingin. “Tidak main-main Brian dengan ucapannya,” keluh Aliana yang mulai kedinginan karena menunggu yang nyatanya Brian dan saudarinya benar-benar lama berada tempat wisata itu. “Eh Al? kenapa bisa sampai ada di sini? Dan sendirian lagi? Jangan bilang kau ditinggalkan lagi,” kata Ressa yang melihat Aliana berdiri memeluk tubuhnya sendiri menandakan ia kedinginan. Ada banyak rentetan pertanyaan yang Ressa peruntuhkan pada Aliana. “Tidak kok mbak, tadinya aku mau pulang cuma lupa daerah ini gak ada angkutan umum hehe…,” jelas Aliana dengan kekehan diakhirnya karena mengakui kebodohannya sendiri ditambah kebohongan pada penjelasannya untuk Ressa. “Nah kalau gitu kebetulan mbak juga mau pulang, cuma….” Ressa melihat ke belakang ternyata Kenan baru akan melangkah menuju mereka. “Itu tuh lamban geraknya,” keluh Ressa menunjuk adik sepupunya dengan mulutnya, tanda ia kesal dengan Kenan yang lelet darinya. “Oohhh….” Aliana ber’oh panjang menjawab keluhan dari Ressa. “Biar kami yang antar pulang, maukan dari pada kamu nunggu berdiri dengan tidak jelas di sini nanti kamu malah tambah kedinginan dan yang ada masuk angin,” tawar Ressa dengan baik hatinya mengajak Aliana untuk pulang dan memberikan tumpangan. “Apa tidak masalah mbak?” tanya Aliana memastikan. Sebenarnya dia sangat berharap ajakan Ressa tersebut benar agar dia dapat menumpang untuk pulang walau jelas itu akan merepotkan dua saudara tersebut. “Tentu saja tidak masalah, malah mbak khawatir saudara kamu tadi gimana?” jawab Ressa dan memastikan pendapat Aliana tentang orang-orang yang bersama Aliana tadi. Sepertinya Ressa serius dengan ucapannya tadi. “Tidak apa-apa mbak tadi aku sudah izin kok, aku hanya tidak nyaman lama-lama di tempat keramaian seperti itu. Kasian mereka jarang dapat libur jadi biarinlah mereka,” jelas Aliana pada Ressa, lagi-lagi dengan kebohongan karena jika ia jujur pun akan sama saja kondisinya. Ia memilih menambah sedikit kebohongan untuk kebaikannya sendiri kali ini. Setibanya Kenan, ia langsung teralihkan dengan Aliana yang ada di dekat Ressa. “Kau? Kenapa Kau di sini?” tanya Kenan setibanya dia di tempat yang sama dengan Ressa dan juga ada Aliana. “Apa aku boleh menumpang untuk pulang ke rumah?” tanya Alian langsung pada laki-laki berambut panjang itu. “Dari pada aku nunggu di sini, makin bodoh saja,” pikir Aliana menghilangkan rasa canggungnya pada orang baru, dia pun juga tidak tahu mengapa dia merasa nyaman saja untuk berbicara pada Ressa dan Kenan. “Oh…, yaudah ayo, mbak tidak masalah kita mengantar Alia dulu?” tanya Kenan pada Ressa yang berada di sampingnya. “Tentu saja tidak, malah mbak tadi yang menawarkan Alia tumpangan untuk pulang,” jelas Ressa pada Kenan. Tanpa memperpanjang obrolan mereka, Kenan mengintruksikan mereka untuk segera berangkat. Dari obrolan mereka di perjalan pulang, Aliana tahu alasan kenapa penampilan Kenan berbeda dari kebanyakan laki-laki di Indonesia. Kenan adalah seorang designer yang telah lulus dari pendidikannya 3 tahun lalu, ia pulang ke Indonesia untuk mencari ide sebagai persiapan untuk dirinya karena namanya masuk dalam daftar brend fashion yang akan ikut memamerkan hasil design mereka di fashion week tersebut yang akan diadakan di Singapore. Menurutnya merefresh otak cukup penting untuk ia menghasilkan rancangan yang berkualitas dan juga indah. Seperti tergaris pada takdirnya Aliana bertemu dengan kakak beradik tersebut. Begitu pula sebaliknya Ressa dan Kenan mengetahui bahwa Aliana akan mengikuti ujian akhir SMA-nya dimulai dari hari senin artinya sehari lagi. Tetapi Aliana malah pergi berjalan-jalan kemana-mana mengikuti kakaknya membuat geram Ressa, sehingga Ressa sedikit memarahi Aliana. “Kau harusnya di rumah saja, belajar, istirahat, dan jaga kesehatan untuk persiapan ujian. Astaga aku tidak habis pikir kenapa kau malah berada di dua tempat itu dan tinggal sendirian, jika begitu lebih baik kau diam saja di rumah dan belajar, dari pada membuang waktu,” omelan Ressa menasehat Aliana. Aliana mendengarkan dengan seksama nasihat dalam bentuk omelan oleh Ressa tersebut. “Itu kalau mbak Ressa, semua dipaksain. Seharusnya memang sebelum ujian ya harus istirahat, tenangkan pikiran, jalan-jalan atau apapun yang membuat nyaman otak dulu,” jelas Kenan pada kakak sepupunya. Pendapat Kenan bertentangan dengan pendapat Ressa membuat Ressa mendelik tidak suka pada Kenan yang sedang menyetir. “Itu kamu, kuliah aja fakultas yang gak bikin mikir keras,” bantah Ressa sambil mengejek Kenan, karena menurutnya adik sepupunya itu agak memiliki otak yang geser karena sekolah di luar negeri hanya untuk mengambil kampus yang memang dasarnya khusus untuk dunia per-fashion-an, begitulah kata Ressa. Berbeda dengan dirinya yang harus pusing tujuh keliling dengan jurusan bisnis yang menjadi pilihan, bukan pilihan finalnya melainkan pilihan final dari orang tuanya dan tidak bisa diganggu gugat lagi. “Terserah mbak mau ngomong apa, Mama sama Papa saja tidak melarangku, semua yang dilakukan tetap harus mikir mbak bahkan aku harus produktif untuk tugas-tugas kuliahku,” balas Kenan sambil focus pada jalanan. “Iya mbak juga heran kenapa paman sama bibi bisa-bisanya ngelepas anak satu-satunya kuliah di luar negeri tapi malah mengambil kampus itu, pikiran orang lain memang sulit ditebak,” ucap Ressa yang sebenarnya adalah sebuah keluhannya tentang supupunya tersebut. Dari obrolan mereka Aliana tahu jika orang yang ia tumpangi merupakan orang-orang dari keluarga berkelas juga. Aliana tertarik untuk belajar banyak dari keduanya karena mereka berdua sama-sama memilih jalan masing-masing tanpa ada kendali orang tua mereka tentang apa yang mereka inginkan. Lucunya mereka yang saling ejek padahal mereka sama-sama memilih jalan sendiri, dan memulai dengan usaha sendiri. Ressa seorang pengusaha lulusan salah satu universitas di Singapore, sedangkan Kenan seorang Designer lulusan dari salah satu universitas di Amerika. “Semoga Papa dan Mamaku bisa seperti orang tua kalian, menerima keputusanku apapun itu,” batin Aliana, ia jujur pada dirinya ia iri pada Kenan dan Ressa. Aliana sudah memberi tahu Kenan alamat tempat tinggalnya yang ternyata berlawanan arah dengan area tempat tingal mereka. “Turunkan saja aku di dekat halte nanti, aku bisa jalan kaki saja untuk masuk kompleksnya,” pinta Aliana pada Kenan, karena muka jalan kompleks perumahannya tidak jauh dari sana ada haltes bus kota. “Jangan, tidak apa-apa Kenan sedia kok jadi sopir untuk mengantarmu sampai rumah. Kasian sendirian sudah malam gini, nanti ada orang jahat bahaya,” ujar Ressa. “Iya, betul kata mbak Ressa, ikhlas aku hari ini jadi sopir kalian,” timpal Kenan. Akhirnya dari pada berdebat dengan mereka, Aliana mengalah toh yang untung dirinya juga pikirnya. (c)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN