“Aku tidak tau dan tidak yakin, tetapi ya sudahlah ayo, aku akan memesan taksi online untuk kita,” ujar Aliana membantu Ren untuk berdiri karena kepalanya yang masih pusing. Aliana mengira jika Ren itu mengidap Anemia.
“Sanggupkan Ren, kau jangan tumbang nanti malah menimpaku atau lebih buruk kita jatuh berguling di tangga,” celetuk Aliana yang mulai cerewet pada Ren.
“Kau ini aku tidak selemah itu,” protes Ren dengan ucapan Aliana.
“Ehehe… mana aku tau kau tiba-tiba pingsan saat kupapah,” ujar Aliana lagi.
Mereka menuruni tangga dengan Aliana yang membantu Ren untuk berdiri tegap agar bisa berjalan menuruni anak tangga satu persatu dengan hati-hati dan pelan-pelan.
Beberapa saat berikutnya barulah mereka dua dapat sampai di lantai satu, tempat di sana sudah ada Brian yang menunggu mereka berdua turun. Rambut Aliana sudah dari tadi menutupi wajah Aliana, menghalangi pandangan Aliana tetapi beruntung itu tidak membuat ia salah melangkah saat melewati tangga. Ren yang melihat Aliana terusik dengan rambutnya sendiri, berinisiatif untuk membenarkan rambut Aliana agar wajah Aliana tidak tertutup oleh rambutnya sendiri.
“Rambutmu kenapa tidak diikat saja tadi,” tegur Ren sambil menyelipkan rambut Aliana ke telinga Aliana.
“Aku buru-buru dan lupa,” jawab Aliana. “Terimakasih,” balas Aliana sambil tersenyum pada Ren yang sangat dekat dengan karena posisinya ia masih memapah Ren.
Brian melihat kejadian itu, raut wajahnya tidak bisa di artikan ia senang atau pun sedang sedih. Lalu Brian menyodorkan satu karet rambut berwarna hitam pada Aliana.
“Ikat rambutmu,” ucap Brian tetapi wajahnya memandang kearah lain tanpa melihat kearah Aliana.
“Huh?” respon Aliana heran. Bukan ia yang mengambil karet rambut yang disodorkan melainkan Ren. Lalu Ren melepaskan papahannya Aliana pada dirinya.
Lalu ia mengikatkan rambut panjang hitam Aliana dengan sembarang, walau ikatan itu sembarangan Aliana tetap terlihat cantik dan bertambah cantik dengan kepalanya terlihat bervolume karena ikatan rambut itu.
Ren tersenyum pada Aliana, lalu Aliana pun membalas senyuman Ren. Brian meliat itu tidak bisa marah dan hanya menatap keduanya dengan tatapan yang berbeda.
“Ayo…” ajak Brian pada mereka berdua untuk segera ke rumah sakit.
Aliana kembali memapah Ren karena ia takut Ren akan tumbang jika tidak dipapah saat berjalan.
Mereka langsung keluar melakui pintu garasi agar lebih mudah, mereka masuk ke mobil dengan Brian yang menyetir mobil. Mobil keluar dari gerbang rumah yang lurus dengan garasi milik rumah itu.
Tanpa disadari ada seseorang yang mengintai keluarnya mobil itu tadi di jalan kompleks itu. Seorang laki-laki mengendarai motor ninja dengan pakaian hitam, berhelm full face.
“Aliana, kau memasuki zona merahmu Al,” ucapnya melihat mobil yang membawa Aliana tadi sudah tidak lagi terlihat dari jangkau pandangannya.
Kemudian ia menghidupkan mesin motornya dan pergi dari daerah perumahan bertanah tinggi itu.
“Jangan nangis Ren…” ucap Aliana sambil terkikik. Padahal Ren hanya diam meringis kesakitan bukannya ia sedang menangis.
Sedangkan Brian yang melihat kelakukan jahil Aliana hanya tersenyum sekali-kali ia juga melihat wajah Ren yang kesal dengan ejekan Aliana.
“Kau ini Al, jangan terus mengejekku… ini benar-benar sakit… aw!” ringis Ren saat jarum menusuk kulitnya.
“Ahaha… masa sih? Bukan itu hanya kau saja yang lebay,” ejek Aliana lagi.
“Ini sudah saya bius kok Mas,” ucap suster yang sedang menangani Ren.
“Ahahaha! Tu tu kan benar apa kataku, kau saja yang lebay lukamu sudah dibius oleh suster…” ejek Aliana lagi, tidak ada habisnya ia menggoda Ren yang pasrah dijahit lukanya oleh suster.
….
“Al… berhentilah mengejekku, suster suruh mereka keluar saja… mereka mengganggu…” rengek Ren pada suster dan membuat suster itu pun juga tertawa kecil karena tingkah laku Ren yang seperti anak kecil padahal bertubuh besar seperti itu.
“Dasar tidak tau malu, malah merengek,” ejek Aliana lagi. Aliana puas menertawakan Ren yang meringis dan mengengek pada suster tadi.
“Sebentar lagi akan selesai, tolong bersabar sebentar… ini tidak akan sakit,” tutur sang suster mencoba menenangkan Ren yang ternyata ketakutan karena jarum yang menjahitnya itu.
“Tutup matamu Ren,” seru Brian tiba-tiba yang dari tadi melihat derita sang adik yang takut dengan jarum. Ia tahu dengan adiknya itu memiliki ketakutan tersendiri dengan jarum dan jarum suntik.
“Sudah terlambat Bri… aku sudah terlanjut melihatnya…” rengek Ren dengan wajah ketakutan meringis sakit saat jarum menjahitkan benang untuk menyatukan koyakan pada kulit dan daging Ren. Proses penjahitan itu cukup lama karena Ren mendapatkan dua sesi penjahitan yaitu sesi jahit daging bagian dalamnya lalu barulah sesi menjahit bagian luarnya.
Karena Ren yang tidak menghiraukan anjuran dari sang kakak Brian. Brian pun mengambil tindakan karena kesal Ren tidak menanggapinya anjurannya untuk menutup mata dengan tangan. Jadilah Brian mendekat di brankar tempat Ren berada lalu menutup mata Ren dengan tangan lebarnya. Ren yang mendapat pelakukan tiba-tiba dari sang kakak tentu saja terkejut.
“Biarkan seperti ini, dari pada kau menambah lukamu karena kau tidak bisa diam dan suster salah menusuk jarumnya di kulitmu,” ujar Brian yang terdengar lebih seperti sebuah ancaman pada Ren yang ingin menolak Brian membantunya.
Mendengar ucapan sang kakak Ren hanya dapat diam dan berhenti melakukan hal-hal konyol karena rasa takutnya. Sedangkan Aliana yang melihat kejidian langka di depannya yaitu sisi lain dari sikap Brian dari pada biasanya membuat Aliana tersenyum kecil dan berusaha untuk menahan senyuman lebih lebar terbit di bibirnya. Aliana yang tidak ingin senyum di wajahnya terlihat oleh Brian Aliana pun memalingkan wajahnya ke samping dari semula ia melihat Ren yang berada di atas brangkar. Walau ia tahu Brian tidak akan melihat wajahnya apalagi senyumnya tapi ia malu sendiri melihat sikap cuek-ceuk manis Brian tersebut.
Brian memang memiliki sifat cuek bahkan pada saudaranya sendiri tetapi dari sifatnya itu masih ada sifat manis yang terkadang tidak sadar ia tunjukkan pada orang terdekatnya itu. Membuat orang yang melihatnya merasa baper sedangkan yang bukan ia yang mendapatkan perlakukan manis itu.
Ren sudah tenang karena tangan Brian tidak lepas dari menutup mata Ren, karena Aliana merasa tidak dibutuhkan dan ia berpikir dari pada ia merasa canggung, Aliana akhirnya memilih untuk keluar dari ruangan tersebut. Tanpa berpamitan dengan Ren apalagi Brian, Aliana berbalik dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar, Aliana membuka pintu ruangan dengan hati-hati dan pelan tanpa melihat kearah belakang lagi. Aliana sudah berada di luar menghela nafas dengan pelan, lalu ia menelisik pandangan pada lorong rumah sakit yang tidak terdapat ramai orang. Aliana pun memilih duduk di bangku tunggu tepat di depan ruangan UGD tersebut. Tidak biasa rumah sakit bagian UGD terbilang sunyi tetapi Aliana menyukai kondisi itu. Aliana duduk sendirian melihat ke depan tepat pintu UGD itu berada. Aliana tersenyum mengingat hal yang baru saja ia lihat tadi, sisi manis Brian yang jarang terlihat, walau sikap manis itu bukan untuknya atau bukan tertuju padanya tetapi itu cukup membuat hati Aliana memanas kembali.
(a)
….