“Kalian tidak sadar ada yang tertinggal di dalam,” ujar ketul wanita itu dengan raut tidak suka pada orang-orang tersebut.
Aliana yang baru keluar langsung mengalihkan perhatian, ia berdiri dan menyapa mereka. “Hai… maaf merepotkan, aku gak papa kok. Tadi memang kecerobohanku sendiri” jelas Wawa pada wanita itu, “Oh iya, mbak siapa namanya?” tanya Aliana.
Wanita itu membenarkan posisinya agar berhadapan dengan Aliana. “Aressa Tunissa, dan ini adik sepupu mbak namanya Ariksalii Kenan”
….
Di dalam sebuah mobil, seorang gadis kecil berumur sekitar 5 tahun dibawa oleh seorang laki-laki dewasa meneluruhi jalanan desa, di suatu Negara. Perjalanan itu diiringi oleh hamparan rumput hijau dan ada gerombolan sapi-sapi dan juga dompa di hamparan rumput tersebut. Hewan ternak, hewan-hewan yang gadis itu lihat adalah hewan ternak dari peternak lokas dari desa itu. Hewan itu ada hewan ternak untuk penghasil s**u, atau untuk penghasil daging.
Gadis kecil itu melihat hewan-hewan itu dengan semangat, hari itu adalah hari pengaplikasian pelajarannya, ia sudah diajarkan berbagai macam pelajaran dan ilmu oleh pamannya. Sudah menjadi janji dari pamannya bahwa hari itu ia akan diajari langsung di lapangan bagaimana pengaplikasian dari ilmu-ilmu yang sudah diajarkan melakui pendengaran, penglihatan dan juga gesture. Melihat hewan-hewan yang gemuk di padang rumput itu membuat gadis kecil itu bersemangat dan tersenyum merekah saat mobil mereka melewati salah satu gerombolan sapi yang sangat dekat dengan mobil mereka.
“Paman, apakah mereka?” tanya gadis itu sambil menunjuk-nunjuk hewan-hewan di luar mobil sepanjang jalan.
“Benar, mereka. Hanya saja bukan mereka yang itu,” jawab sang paman.
“Kenapa?” tanya gadis kecil itu lagi, kini ia sudah memfokuskan perhatiannya untuk memandang sang paman yang sedang menyetir.
“Mereka belum siap, ada yang sudah disiapkan,” jelas sang paman.
“Oh… baiklah aku terserang yang mana saja,” balas sang gadis kini kembali memperhatikan objek di luar jendela mobil yang masih berjalan menelusuri jalanan tanah berbatu.
Beberapa menit berikutnya mobil sudah membelok ke halaman sebuah kadang, yang terlihat seperti kadang biasa. Besar, tinggi, luas dengan pintu yang juga besar. Mobil berhenti tepat di depan bangunan besar itu. gadis yang sendari tadi tidak sabar untuk turun, menatap sang paman yang sudah melepaskan sabuk pengamannya.
Sang paman kini membalikkan badannya melihat gadis kecil yang ia bawa tadi. “Kau tidak ingin turun? Kita sudah sampai,” ujar sang paman.
Terlihat sang gadis sudah berbinar dari tadi, dengan wajah tidak sabarnya ia tersenyum. “Tentu saja, apa boleh?” tanya gadis itu dengan nada semangatnya.
“Tentu, silahkan turun,” balas sang paman, belum selesai pamannya berbicara gadis itu sudah turun duluan dan kini sudah berdiri di depan mobil sang paman menghadap pintu besar bagunan di depannya.
Beberapa saat kemudian ia membalik badannya melihat sang paman kini sudah turun dari mobil dan berdiri tidak jauh darinya.
“Paman? Ayo kita masuk!” ujar tidak sabar dari sang gadis kecil.
“Ayo,” ajak sang paman pada gadis kecil.
Gadis kecil itu sudah lebih dulu melangkahkan kakinya mendekati pintu yang 5 kali tinggi badannya itu. Tepat di depan pintu berwarna putih itu, gadis tadi kemudian berhenti dan, “tok tok tok…! Angel di sini! Ada orang di sana?!” teriaknya mengetuk pintu bercat putih di depannya sambil menyuarakan sebuah nama, yaitu namanya.
Pamannya yang melihat kelakukan keponakannya itu malah gemas sendiri. “Bocah ini, ada-ada saja, ck,” ujar sang paman sambil bercetak gemas dengaan keponakannya tersebut.
Lalu sang paman menghampiri gadis kecil yang masih saja mengetuk pintu besar itu dengan tenaganya. Sang paman kemudian mendorong pintu besar itu dengan satu tangannya. “Kau ini, pemilik bagunan inikan kita kenapa masih mengetuk pintu,” ucap sang paman.
Si gadis kecil bernama Angel tadi lantas menepuk jidatnya sendiri, menandakan ia melupakan sesuatu, “ah?! Ahahaha… aku lupa paman,” ucap Angel dan tertawa sangat kencang.
Sang paman hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat keimutan dan kekonyolan dari keponakannya tersebut. Setelah pintu besar itu terbuka, Angel langsung maju dengan langkah pastinya sambil mengedarkan pandangannya keseluruh suduh yang dapat ia lihat dari setiap langkah yang membawahnya.
“Woahh…! Mesin dan mereka sama persis seperti dipelajaran!” seru Angel dengan semangat.
“Jangan sembarangan menyentuhnya dulu,” tegur sang paman saat melihat keponakannya itu ingin menyentuh salah satu alat dari mesin-mesin yang ada di bagunan besar itu.
“Mbhekkk…!” suara kambing yang bersautan dari dalam bangunan itu juga.
Gadis tadi hanya dapat menatap tidak sabar dengan alat-alat yang sangat ingin ia coba dan menggunakannya. Tetapi mendengar teguran dari sang paman ia kemudian hanya bisa bersabar sambil mengikuti langkah pamannya yang memasuki lebih dalam baginan besar itu. Bangunan itu memang besar tanpa bersekat, yang menjadi sekatnya hanyalah bilik-bilik dari ternak sapi dan ada satu kandang domba yang cukup luas.
“Paman? Siapa yang memberikan makan mereka? Bukankah paman selalu berada di rumah atau pergi ke kantor,” tanya Angel kepada pamannya, tetapi pandangannya masih melihat sekitarnya seluruh isi gudang yang dapat di rekam dengan penglihatannya.
“Paman baru saja membeli seluruh isi dari bangunan ini dan juga tanah di sini,” jelas sang paman singkat.
“Apa?! Paman sungguh-sungguh?” tanya Angel memastikan ucapan yang baru saja pamannya katakan. Ia memang baru berumur 5 tahun tetapi ia sudah mengerti banyak hal tentang apapun yang sudah ia lihat dan ia pelajari dari pamannya. Ia hanya cukup sekali membaca buku-buku yang sudah diberikan oleh paman dan bibinya, menonton video tentang pelajaran, penjelasan dari sang paman dan bibinya tentang kehidupan, mereka bahkan tidak memfilter apapun yang ia pelajari, seluruhnya ia berikan pada Angel.
“Kau ini, lagi pula apa kau ingin memberi makan mereka?” goda sang paman. “Mungkin saja kau ingin menjadi seorang peternak,” kata sang paman, membuat Angel memutar bola matanya malas.
“Boleh saja, karena aku akan jadi dokter mereka,” balas Angerl dengan raut wajahnya yang gemas dengan domba-domba di depannya itu.
Sang paman hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena melihat tingkah keponakannya yang luar biasa menurutnya. Ia akui Angel adalah anak yang cepat belajar dan dapat memahami semuanya dengan tepat seperti yang diharapkan oleh dirinya. Karena itu ia ingin membentuk Angel-nya menjadi lebih menarik lagi, untuk persiapan masa depannya yang akan penuh dengan tantangan.
Angel menatap sang paman dengan penuh harap, sedangkan di depannya sudah ada mesin pencukur bulu domba yang memang ada di bangunan itu. “Bolehkah?” tanya Angel dengan hati-hati.
Sedangkan sang paman memandang keponakannya itu dengan pandangan berkerut, apa yang akan dilakukan oleh keponakannya itu ia bisa menebak hanya saja, ia masih ragu untuk melepas keponakannya berumur 5 tahun itu untuk mencobanya secara langsung. Padahal dia sendiri yang bertekat untuk membuat keponakannya itu menjadi pribadi yang sangat menakutkan dengan semua yang akan dia tanamkan pada keponakan kecilnya itu.
“Belum, hari ini kita hanya ingin melihat-lihat prosesinya. Besok kita akan kembali ke sini dengan kau yang akan mempraktikkan semua ilmumu,” jelas sang paman. Ucapan sang paman tadi membuat Angel kecewa, padahal ia sudah sangat tidak sabar dengan ingin mencoba alat-alat yang ada di dalam bangunan milik pamannya itu.
(a)
….