Menyimak

1127 Kata
“CUKUP‼‼” teriakan itu hanya ada di hati dan pikiran Aliana, entah sihir apa yang membuat Aliana bungkam sulit untuknya mengeluarkan kalimat bahkan hanya sekedar kata. “Kalimat ini sama sekali tidak ada wibawanya dari seorang Brian, sangat kurang ajar. Tapi kenapa hatiku tetap berpihak padanya, apa saat ini logika dan perasaanku tengah berperang” kalimat itu yang menjelaskan perasaan dan logika Aliana yang bertentangan, bahkan membuat sesak yang semakin menjadi. Tangisan yang ia tahan, sedikit sentuhan lagi akan mengalir deras. “Aku ingatkan untuk wajahmu itu, jangan pernah lagi terlihat di hadapanku bagaimanapun kondisinya, kau membuatku muak saja,” cerca Brian, setelah kalimat itu Brian berbalik dan berjalan pergi, “Kalau mau lanjut bunuh diri, silahkan!” Seru Brian dengan suara keras. “Bahkan dia mendukung ku untuk menghilang di bumi ini, bukan mendukung melainkan ingin aku menghilang” ujar Aliana pada pikirannya, hatinya sakit dengan kenyataan itu. Ia berharap hujan akan turun sebentar lagi. Tepat sore hari para undangan sudah pulang, tinggal para siswa yang lulus dan siswa-siswa lainnya yang tetap tinggal. Hujan turun sangat deras tepat jam 17:00, sedangkan Aliana masih berada di atap merenung dengan perasaan yang bergemuruh, perang antar hati dan pikirannya. Hujan turun menyetujui perasaan hancur Aliana, kalimat panjang Brian berhasil meluluh lantahkan perasaannya, Aliana tengah berjuang memenangkan pikirannya untuk berhenti dan meredakan sesak yang membuatnya lemas. Seakan mencair terkena air hujan, Aliana luruh dan terduduk di lantai. “Aku seakan dekat dengan langit saat ini, hujan lebih dulu mengenaiku dari pada tanah.” Sambil menangis ia berucap. Tangisnya tidak terlihat, mengalir bersamaan dengan air hujan. “Selamat Brian, kau menang”. Cukup lama Aliana menikmati hujan, acara sudah benar-benar selesai. Erisa mengira adiknya sudah pulang terlebih dahulu, ia pun pulang dengan Brian. Mereka tidak benar-benar langsung pulang melainkan mengadakan pesta bersama teman-teman angkatan kelasnya. Erisa sudah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya. Sedangkan Aliana pulang terlambat dengan baju yang basah kuyup, tanpa diketahui apa penyebabnya oleh kedua orang tuanya. “Hatcuhss…” Aliana mengeratkan gulungan selimut yang membalut tubuhnya, sekarang dirinya lebih tampak menyedihkan. Karena semalam sehabis berpanas berjam-jam lalu diguyur hujan pula berjam-jam, hingga maghrib ia mencari kendaraan umum untuk pulang, karena androidnya sudah kehabisan baterai dari beberapa jam sebelumnya. Ia Cuma bisa menunggu, di halte terdekat dengan sekolahnya. Dengan pakaian yang basah seluruhnya, membuat ia mengigil, beruntung ada orang yang dapat ia minta bantuan untuk memesan ojek secara online, hujan tinggal gerimis dengan jalanan basah dan udara yang sejuk. Kali ini ia terabaikan dan hanya dapat berbaring dengan selimut yang menggulungnya, berharap pusing di kepalanya mereda. Keluarganya sibuk dengan persiapan acara bakar-bakar dengan tetangga, mereka bahagia karena lulusan terbaik oleh anak-anak mereka. Sampai hampir sore baru menyadari bahwa anak bungsu pasangan Hasbi dan Annie tidak keluar kamar dari pagi hingga sore. “Alian ada keluar kamar gak Pah tadi?” tanya Annie, karena khawatir anak bungsunya tidak kunjung keluar kamar. “Kalau gak salah gak ada,” jawab Hasbie. “Yaudah Mama liat dia dulu,” seru Annie, beranjak dari duduknya dan pergi menuju kamar anaknya di lantai dua rumah itu. Tanpa di duga, derap lari dari anak tangga menuju halaman belakang tempat Hasbi berada, “Pa, ayo kita ke rumah sakit segera, bawa Alian Pa. Hiks..” Annie dengan perasaan gemuruhnya, baru menyadari anak bungsunya pingsan karena menahan sakit sendirian tanpa obat. Mengetahui hal itu, semua panik kecuali Brian. “Merepotkan” gumamnya. Aliana di rawat inap untuk satu hari satu malam, acara yang di siapkan tidak berjalan sesuai rencana. Membuat geram Brian, ia pun terpaksa untuk menjenguk Aliana yang sakit. “Sudahku bilang jangan membuat orang lain repot,” ujarnya, melihat Aliana yang memejamkan mata tidur. Yang sebenarnya Aliana mendengar itu, sangat ingin ia menampar wajah tampan bermulut pedas itu. Tapi ia terlalu lemah, ia sendiri merutuki dirinya yang lemah. Padahal ia tidak ingin terlihat lemah, ia harus kuat. Kesakitan di kepalanya tidak lebih sakit yang ada di hatinya. Hatinya kini, benar-benar pecah bukan lagi retak. “Aku Alianna Awari, mengaku kalah setelah segala perjuangan” ujarnya memantapkan hati. Tapi itu tidak semudah yang diucapkan banyak tantangan yang akan ia lalui untuk itu benar-benar singkron antara kenyataan, hati, pikiran dan harapan. Flachback end Aliana memilih untuk melanjutkan kegiatan sebelum diganggu oleh Erisa dan Salsa kembali. *** Suara langkah kaki tidak terdengar oleh orang-orang yang berada di ujung terowongan lama sebuah jalanan yang tidak lagi selalu dilewati oleh pengguna jalan seperti sepeda motor, mobil, truk ataupun bus, karena yang bisa melewati jalan tersebut hanyalah pejalan kaki dan sepeda petani yang pulang pergi melewati jalan aspal yang masih bagus itu. Jalanan itu menjadi tempat yang pas untuk melakukan transaksi ataupun melakukan negosiasi ringan dalam bisnis langsung. Karena alasan jalan yang melewati terowongan panjang dan gelap itu memiliki ujung jalan yang di kelilingi pohon tinggi dan besar, di sepanjang jalan di salah satu daerah jalan tersebut melewati atau membelah sebuah desa yang terkenal dengan kekejaman masyarakatnya, mereka tidak segan membunuh dan membuat daging korbannya sebagai persembahan lalu dimakan oleh babi ternak mereka. Masyarakat itu adalah masyarakat pengikut aliran sesat yang sangat berbahaya. Dengan alasan itu dibangunlah kembali jalan dengan tujuan yang sama di jalur yang berbeda dengan pembangunan yang kali itu lebih hati-hati agar tidak terjadi hal yang sama untuk kedua kalinya. Setelah jalanan tersebut siap maka jalanan yang sebelumnya terbengkalai tidak terpakai lagi tetapi masih dilewati oleh petani atau pencari ranting kayu ke hutan untuk memanaskan dapur mereka. Terdapat 6 orang yang sedang melakukan transaksi barang haram dengan jumlah yang banyak. Tempat yang jarang dijamah tersebut menjadi tempat yang dirasa aman untuk menjalankan transaksi tersebut, terutama dari seorang pemburu yang selalu mengacaukan transaksi mereka bahkan selalu memakan korban saat transaksi tersebut dijalankan. Orang itu adalah keponakan dari bos besar mereka sendiri, mereka bukan tidak diperbolehkan untuk membunuh keponakan bosnya tersebut karena rasa kekeluargaan dan rasa sayang kepada keponakannya sendiri karena hal itulah adalah omong kosong belaka, bos mereka malah sangat sangat menginginkan keponakannya tersebut mati. Hubungan keluarga yang aneh bukan, tapi itulah kenyataannya. Saling ingin menjatuhkan, dan meraup keuntungan. Satu ingin menghentikan yang satu tidak ingin berhenti dengan keserakahaan yang memenuhi isi kepalanya. Seluruh tubuh dan aliran darahnya sudah tersihir oleh rasa ketidak puasaan ingin lagi dan lagi, keserakahaan, dan barang haram bukan lagi hal asing bagi tubuh itu karena semua yang dilakukan hanya demi kepuasaan yang menuntut dari dalam dirinya. Maka dari itu dia ada di antara kegelapan yang melenyapkannya, di telan oleh gelapan yang menyembunyikan sosok bertubuh tinggi dengan wajah datar bermata setajam ia menghubuskan pedangnya pada lawannya. Dialah keponakan dari sang penuntut kenikmatan. Dari kejauhan di dalam kegelapan,ia berdiri tegap tanpa di ketahui ia terus berjalan sambil ia membidik tepat di ujung terowongan yang merupakan satu-satunya titik cahaya terang untuk keluar dari terowongan itu tanpa berbalik badan. (b) ….   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN