Mendung belum tentu ujan
PDKT belum tentu jadian
Catet!
-unknown-
.
.
Sandra dengan canggung melepas sabuk pengaman lalu mengambil paper bag yang ada di kursi belakang. Dan saat dia akan kembali duduk dengan posisi yang benar, Sandra dikejutkan Abram yang sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang intens. Posisi duduknya yang belum benar memperparah jarak kedua wajah mereka. Seketika saja wajah Sandra memerah melihat dengan jelas bola mata hitam kelam milik Abram yang seolah ingin menelanjanginya.
Tanpa sadar mereka sudah saling pandang sampai 5 menit berlalu, mereka tersadar ketika seorang mengetuk kaca mobil yang kemudian membuat mereka memutuskan pandangan dengan canggung. Abram segera membuka kaca mobil dan menemukan seorang pria paruh baya dengan seragam keamanan.
"Malam, pak. Saya sudah bilang ke pak Satya kalau ada tamu. Bapak dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah," kata pria bernama Supri, nama itu terlihat dari seragam yang dipakainya.
"Baik, pak. Terima kasih."
Mereka masih melanjutkan kecanggungan yang melanda tadi sampai di depan pintu rumah Satya dan Jane. Beberapa detik menunggu, pintu terbuka oleh seorang asisten rumah tangga yang kemudian mempersilahkan mereka untuk masuk.
"Ekhm!" Sandra berdehem sehingga mendapatkan atensi Abram yang sedang memainkan ponselnya.
Abram hanya menaikan satu alisnya menatap Sandra bertanya.
Sebenarnya Sandra ingin menanyakan apa yang dibawa oleh Abram sebagai buah tangan. Karena dari tadi dia tidak melihat Abram membawa sesuatu di tangan kecuali ponsel dan kunci mobilnya.
"Bapak.. nggak bawa hadiah juga?" tanya Sandra pelan, dia tentu tidak ingin menyinggung pria titisan iblis ini.
Abram terlihat tidak akan menjawab, tapi tangannya bergerak mencari sesuatu di saku jas yang sedari tadi tersampir di lengan Abram. Setelah merogoh saku jasnya, Abram memperlihatkan amplop berwarna biru muda pada Sandra.
Melihat amplop biru yang dipegang oleh Abram membuat Sandra curiga itu adalah sebuah cek. Tapi tidak mungkin, kan? Memangnya Jane dan Satya itu kekurangan uang?
"Ini voucher," kata Abram yang sedikit memuaskan ke-kepoan Sandra. Tapi pria itu tidak berniat menjelaskan lebih lanjut voucher apa itu.
Sandra pun kemudian diam saja dan segera menghubungi Jane yang kenapa tidak muncul-muncul juga. Kalau saja dia datang sendiri pasti dia tidak akan menunggu canggung di ruang tamu seperti ini, karena biasanya saja dia langsung menerobos masuk ke dalam rumah begitu si mbok membuka pintu. Dia sudah tidak sungkan pada Satya lagi. Pria itu juga mengizinkannya datang kapan saja untuk menemani Jane yang kerepotan mengurus tiga krucil penerus keluarga Hendrawan.
"Sandra!" Jane dengan menggendong bayi mungil di lengannya menghampiri Sandra yang segera berdiri dari duduknya dan menghampiri sahabatnya. Seperti biasa, mereka akan heboh ketika bertemu.
"Jasmine sama Panji ke mana?" tanya Sandra yang tidak melihat anak-anak Jane yang lain.
"Oh, mereka lagi di rumah kakek sama neneknya," jawab Jane, kemudian dia baru menyadari ada orang lain juga di rumahnya sedang duduk menanti perhatian dari sang pemilik rumah.
"Eh.. itu.. bukannya manajer elo kan, San?" tanya Jane ragu. Dia tahu wajah Abram karena pernah bertemu juga dengan pria itu. Tapi yang tidak dia mengerti adalah kenapa manajer Sandra ada di rumahnya.
Jangan-jangan..
Jane segera menatap Sandra meminta penjelasan.
Sandra segera menjambak rambut Jane pelan karena mendapatkan tatapan menuntut penjelasan dari Jane yang lebih banyak menuduhnya. Dia tahu apa yang ada di pikiran sahabatnya ini.
"Nanti gue ceritain, nggak usah mikir macem-macem!"
"Iye! Dasar...," cibir Jane lalu dia berjalan menghampiri Abram dan meninggalkan Sandra yang sedang kesal.
"Pak Abram, kan?" Jane mengulurkan tangannya.
Abram berdiri dari duduknya dan membalas jabatan tangan Jane. "Benar, saya kolega suami kamu juga manajer Sandra," tutur Abram memperkenalkan diri.
Mereka pun kemudian mengobrol, tapi kebanyakan percakapan diisi oleh Sandra dan Jane yang membahas tentang anak kecil. Abram tentu tidak paham maka dia hanya jadi pendengar. Saat Satya kemudian muncul karena baru selesai mandi, Abram punya teman bicara. Mereka berdua juga tidak terlihat seperti cuma punya hubungan sebatas kolega bagi Sandra, karena obrolan mereka yang santai.
"Abram ini teman aku waktu ambil magister, Ma," kata Satya pada Jane. Sandra pun akhirnya tahu alasan tentang kenapa Abram ngotot ingin ikut menjenguk anak bungsu Satya ini.
Saat kemudian mereka akan pulang, Sandra menyerahkan hadiah pada Jane. Begitu juga milik Abram yang kemudian diserahkan pada Jane, bedanya Abram memberitahukan apa isi hadiah itu di depan mereka semua.
"Mungkin hadiah ini tidak terlalu bermanfaat, tapi voucher pijat dan spa untuk anak-anak dan wanita ini bisa dinikmati kapan pun untuk jangka waktu 1 tahun terhitung sejak pertama kali datang. Ini untuk 5 orang sekaligus," jelas Abram panjang. Tapi matanya sedikit melirik Sandra entah untuk alasan apa.
Jane yang menangkap gerakan mata itu kemudian mengerti. Dia segera menerima hadiah dari Abram lalu mengucapkan terima kasih.
///
Mobil Sandra sudah terparkir di basemant gedung apartemen tempat dia tinggal. Abram mematikan mesin lalu ikut keluar dari mobil seperti Sandra.
"Saya benar-benar menawarkan mobil saya untuk dibawa sama bapak aja, lho.. dari pada repot untuk pesan taksi online malem-malem gini, Pak," ujar Sandra dengan tidak enak. Dia sudah menawarkan tentang ini sejak tadi, tapi Abram justru menolaknya dan mengantarkannya sampai apartemen.
"Nggak usah, besok malah kamu yang repot," tolak Abram lagi.
Sandra hanya bisa mengangguk. Lalu dia pun berpamitan setelah mengucapkan terima kasih. Dia berjalan memutar menuju lift, tapi dia sadar ada yang mengikutinya, maka dia pun membalikan tubuhnya dan melihat Abram.
"Kenapa Bapak ngikutin saya?" tanya Sandra heran.
"Saya cuma pengen antar kamu ke atas," jawab Abram tentu dengan suara datar seperti wajahnya juga.
"Hah?" Sandra memiringkan kepalanya tidak mengerti. "Maksudnya bapak akan antar saya sampai ke unit saya, begitu?"
Abram hanya mengangguk. Dan entah kenapa tampilan Abram dengan kemeja yang bagian lengannya sudah digulung dan rambut yang sudah tidak rapi ini, terlihat sangat seksi di mata Sandra. Apalagi ketika dia ingat dia sudah menyentuh lengan berotot Abram tadi.
Gosh! Sadar, San! Dia itu si manajer iblis yang suka bikin elo lembur di kantor!
"Kenapa wajah kamu jadi merah?"
celetukan Abram membuat Sandra langsung menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Dia malu sekali, tapi yang dia tidak tahu adalah Abram yang sudah berjarak sangat dekat dengannya, jadi ketika dia menurunkan tangan dari wajahnya, dia terkejut melihat Abram sehingga hampir saja terjungkal kalau saja Abram tidak langsung memeganginya.
Belum hilang merah di wajah Sandra karena membayangkan lengan berotot Abram, kini dia justru sedang merasakan lengan bos nya ini melingkupi pinggang dan punggungnya dengan ketat. Jarak mereka sangat dekat sampai kalau saja Sandra punya kekuatan untuk memotong urat malu dan gengsinya, dia pasti sudah menyosor bibir merah Abram.
Tapi itu jelas tidak akan terjadi. Lantas dia mencoba mengendalikan wajahnya untuk kembali sedia kala. Tapi ternyaan Abram kembali melemparkan bensin di api unggun.
"Kamu lagi mikirin apa sampai muka kamu merah, hm?" tanya Abram. "Jangan-jangan kamu sedang berpikiran m***m tentang saya?"
BOOM!
Sandra yang sudah kepalang malu akhirnya hanya bisa meladeni Abram. "Kalo iya kenapa, Pak?" tantang Sandra.
Sepersekian detik tatapan Abram berubah menjadi semakin kelam. Dia meneguk ludahnya susah payah, apalagi ketika tidak sengaja matanya melihat belahan d**a Sandra, yang muncul dari balik kaos berpotongan V yang Sandra gunakan.
Tapi Abram sadar, Sandra sedang menatangnya. Dia menggelengkan kepalanya untuk mengusir sesuatu yang sempat membuatnya hampir hilang kontrol.
"Kita sudah ada di apartemen kamu, ingin bermain sebentar?" tantang Abram balik.
Hal ini tidak Sandra prediksi.
Hey! Bukannya Abram ini gay, kan?
"Ap-apa?" Sandra tiba-tiba gugup. Dia pun segera melepaskan diri dari lengan Abram dan berdiri dengan was-was.
Abram terkekeh dibuatnya. Tidak menyangka Sandra akan langsung memasang sikap defensif seperti itu.
"Saya pulang kalau begitu."
Abram melupakan niatnya untuk mengantar Sandra sampai ke unit apartemen tempat wnaita itu tinggal. Dia kemudian melangkah menjauh untuk segera pulang dengan tesenyum puas karena seharian ini dia dapat menghabiskan waktunya dengan Sandra.
Sandra terbengong di tempatnya lalu kemudian ikut melangkah menjauh dari basement.
"Dasar Abram gila!" umpatnya sepanjang jalas menuju apartemen.
///
Instagram: gorjesso
Purwokerto, 30 November 2019
Tertanda,
.
Orang yang sedang nunggu babang gojek anter pesenan gofood