Semobil sama pak bos

1436 Kata
Sandra tiba di hotel dengan wajah yang sudah kembali ceria. Dia seperti biasa seperti tahun-tahun sebelumnya hanya akan meneteskan air mata khusus di tanggal itu saja. Saat ini dia tidak lupa untuk menyapa semua orang yang ia lewati karena dia masuk lewat lobi bukan lewat basement dan masuk lewat pintu karyawan yang akan langsung menuju back office hotel Arilton. "Lu sehat 'kan, San?" Oni yang sudah duduk di kubikelnya mencibir Sandra yang masuk ke ruangan mereka dengan menyanyi-nyanyi tidak jelas. "Sehat dong. Jiwa raga aku selalu sehat karena dikelilingi pria-pria tampan dan kaya raya." Sandra mengakhiri kalimatnya dengan mengedipkan satu matanya pada Oni. Sedangkan Oni sudah berlagak akan muntah melihat ulah Sandra. Suasana kerja hari ini lancar saja, meski beberapa kali Sandra harus revisi ini itu pada Abram hingga rambutnya berantakan karena Abram tidak langsung menyetujui apa yang Sandra laporkan. Rasanya ia sedang mengulang skripsi dengan pembimbing killer macam Abram. Hingga makan siang pun akhirnya Sandra lewatkan. Dia hanya bisa ke kamar mandi untuk melihat dirinya yang sudah acak-acakan di tengah hari seperti ini karena stres. Tapi begitu dia kembali ke kubikelnya, dia melihat bungkusan yang isinya box makan siang dari restoran yang ada di sebelah hotel mereka berikut minuman. Tidak ada tanda siapa yang mengirimkan makanan ini membuat Sandra ragu kalau ini untuknya. Jadi dia membiarkan makanan itu di mejanya menunggu yang lain datang untuk menanyakan hal ini, mungkin saja bisa salah kirim 'kan? "Eh, mbak.. ini punya lo, bukan?" Sandra segera mengonfirmasi soal box makan siang yang secara ajaib sudah ada di meja kerjanya. Ina yang ditanyai oleh Sandra pun menoleh pada wanita cantik itu, mendekat pada kubikel Sandra. "BUkan, tapi gue juga abis makan dari sana sih." Jawab Ina. "Lo yakin baru makan di sana? Tumben banget... duit laki lo lagi banyak apa gimana?" Tanya Sandra heran, secara restoran tetangga sebelah itu punya salah satu chef terbaik se-Asia yang buka cabang di Indonesia, selalu penuh dan harga makanannya jelas bikin Sandra mikin kalo mau sengaja makan siang disana. Lagi pulang nggak bakal kenyang dia dengan porsi yang disajikan. Ina mengernyit menatap Sandra. "Lo nggak tahu ya, tadi itu kita diajak makan sama pak bos disana. Katanya ingin quality time gitu sama kita-kita." Ujar Ina. Sandra melotot. "What?! Lo nggak lagi ngibul kan, mbak?" "Ya kali ngibul, sono tanya sama Oni sama Urdha juga, kita bertiga ikut tadi makan berempat sama pak bos tapi dia balik duluan katanya mau ada urusan." Jelas Ina. Sandra merengut. Dia baru saja kehilangan kesempatan makan siang gratis di tempat kece dan malah terjebak di dalam kubikel. " Kok nggak ngajakin gue sih..." Keluh Sandra, bibirnya sudah maju. Ina menoyor kepala Sandra dengan jari telunjuknya. "Elu tadi kan ke divisi perlengkapan update soal permintaan kemarin, kagak bawa hape pula. Kita nggak bisa hubungin elo, jadi ditinggal aja." Ina melirik makanan di atas meja Sandra. Lalu ia sadar kalau itu makanan yang asalnya dari tempat yang sama dengan tempat dia makan siang tadi. "Nah, kayaknya juga si bos balik trus bawain elo itu." Sementara orang lain sedang bekerja, Sandra pergi ke pantry untuk makan siang. Dengan lesu dia mengunyah makanannya karena meskipun makanannya enak dan mahal, tapi dia duduk sendirian di pantry ini. SRET Sandra mendongak dan melihat kursi yang berada di seberangnya sudah di duduki oleh seseorang. Dan itu adalah Abram. "Makan, pak." Dengan basa-basi Sandra menyapa Abram. Dia kemudian pura-pura sibuk dengan ponsel dan makanannya bergantian, mengacuhkan Abram yang duduk di depannya. Abram sendiri tidak ingin mengganggu apa yang sednag Sandra lakukan. Dia tadi baru saja turun dari lantai direksi kemudian melewati pantry dan melihat Sandra duduk sendirian memakan makanan yang dia bawa tadi. Syukurlah kalau Sandra memakannya, tapi wanita itu terlihat tidak semangat jadi dia menamaninya. Sandra melirik Abram, dan langsung kembali memalingkan muka karena Abram ternyata sedang melihat ke arahnya. Dian merasa sangat kikuk karena Abram sejak tadi tidak berhenti melihat ke arahnya. "Mm.. by the way.. terimakasih ya, pak atas makan siangnya." Kata Sandra, dia duduk tegap menghadap Abram. "Hmm." Sahut Abram, barulah kemudian Abram memutus kontak matanya dengan Sandra dan sibuk dengan ponsel berlogo apel keluaran terbaru yang membuat heboh jagat olahraga panjat sosial. Mendapat tanggapan hanya berupa deheman membuat Sandra ingin sekali menjambak rambut Abram karena kesal. Tapi dia tidak mau resiko ditendang keluar dari hotel ini dan menjadi miskin seketika. "Kapan rencananya kamu akan jenguk sahabat kamu yang punya anak bayi." Abram tiba-tiba berkata mengejutkan Sandra yang sedang minum. Untuk dia tidak tersedak. "Kenapa bapak tanya soal itu?" Sandra mengernyit tidak mengerti. Abram mengedikkan bahunya cuek. "Cuma ingin tahu." Cuma? Bilang aja kepo! Jawab nggak nih? Cibir Sandra dalam hati. "Hari ini, pak. Habis pulang kerja." Jawab Sandra akhirnya, tidak mungkin juga dia tidak menjawab. "Ooh.." Lagi-lagi Abram hanya membalas singkat apa yang Sandra katakan. Dibuat kesal, Sandra akhirnya berancana untuk cepat-cepat kembali ke ruangannya. Memakan dengan serampangan makanan di hadapannya. "Bisa kok makan pelan-pelan. Saya juga nggak akan minta." Celetuk Abram yang membuat Sandra berhenti mengunyah dan menatap Abram seolah abram mahluk teraneh yang pernah tinggal di bumi. Setelah mengatakan itu pula Abram meninggalkan tempatnya duduk, semakin membuat Sandra gondok karena niatnya duluan yang ingin meninggalkan Abram, tapi sudah tertikung sebelum menjalankan rencana. Nasib. /// Sandra membereskan barang-barangnya tepat pukul setengah lima sore. Jam kerjanya sudah habis dan dia tidak berencana lembur karena akan menjenguk keponakan barunya yang lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Tidak lupa pula dia membawa paper bag yang isinya hadiah untuk keponakannya itu. Akhirnya setelah semalam suntuk Sandra memikirkan hadiah untuk anak dari sahabatnya itu, Sandra menemukan ide unik untuk hadiahnya berupa barang yang memang sama sekali berhubungan dengan bayi atau pun anak-anak. Tapi Sandra yakin hadiahnya akan lebih bermakna dari apapun, dia juga yakin Jane akan senang dengan hadiahnya ini. Saat masih berjalan menuju mobilnya, Sandra mengernyit herah melihat Abram berdiri di sebelah pintu kemudi mobilnya. Pria itu sudah menanggalkan jas-nya dan menggulung lengan kemeja slim fitnya sampai ke siku sehingga otot lengannya terlihat sembunyi-sembunyi untuk memamerkan pesonanya. Anjir.. pak bos kok Sexy sih... Sandra segera menggelengkan kepalanya ketika pikirannya sudah merambah ingin menyentuh otot lengan itu, atau sedikit minta di gendong dengan lengan berotot itu. Tapi dia sadar Abram sama sekali bukan tipenya, atau dia yang bukan golongan tipe Abram. Hmm.. ini rumit.. "Pak Abram?" Abram yang sedang membalas chat dari koleganya mendongak dan melihat Sandra yang sudah berganti pakaian santai, tidak dengan blus dan rok pensilnya lagi. "Kenapa bapak ada di sini? Bapak ada perlu sama saya?" Karena Abram tetap diam, Sandra inisiatid untuk bertanya. "Saya akan ikut sama kamu." Jawab Abram. "Hah?" Sandra merasa dia perlu pergi ke dokter THT besok. "Dimana kunci mobil kamu, biar saya yang nyetir." Tangan Abram menengadah di depan Sandra, tidak menghiraukan kebingungan Sandra saat ini. Sandra celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya yang untungnya sepi meski jam kantor sudah habis 15 menit yang lalu. "Maksudnya bapak mau nebeng saya?" Tanya Sandra, dia hanya mampu menemukan petunjuk ini di otaknya. Abram menarik lagi tangannya dan kali ini memasukkannya ke dalam saku celana bahan berwarna abu gelapnya. "Kamu bilang kamu akan pergi ke rumah sahabat kamu tadi, kan? Kalau gitu saya ikut." "Hah?" Sandra kembali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh bibir Abram yang tebal dan sexy itu. Lagi pula apa korelasi antara dia memberi tahu Abram bahwa dia akan menjenguk keponakannya dengan Abram yang ingin ikut dengannya? Sejak kapan Abram jadi kepo soal masalah stafnya? Dan sejak kapan pula Abram jadi ingin ikut-ikutan urusan stafnya? Hey! Pak bos lagi nggak kobam, kan? Sandra membuka dan menutup bibirnya berkali-kali. Dia kesusahan untuk membalas apa yang Abram katakan. Dan sejujurnya dia pun tidak mengerti kenapa dia harus bingung seperti ini? Lo tinggal nolak Abram, selese urusan, San! "Nggak usah, pak.. saya bisa kok nyetir sendiri. Rumahnya deket sini juga." Abram tidak membalas lagi perkataan Sandra dan langsung saja mengambil kunci mobil yang sudah sedari tadi Sandra genggam. "Pak! Bapak!" Sandra mengejar Abram yang sudah membuka pintu mobilnya. "Nggak usah, pak! Saya bisa nyetir sendiri, kok." Sandra memegangi lengan Abram. Tanpa dia sadari dia sudah menyentuh lengan sexy Abram yang dia bayangkan tadi. "Masuk saja, San. Lagi pula saya juga ingin jenguk anak sahabat kamu. Suaminya itu teman saya." "Tapi, pak—" "Masuk, atau bonus kamu saya potong 45 persennya." Ancam Abram. Sandra cemberut tentu saja, kenapa Abram senang sekali berkata ingin memotong bonusnya kalau Sandra menolak permintaan pria itu? Heish! Dasar nyebelin! Dengan kesal Sandra akhirnya berjalan memutar untuk sampai pada pintu penumpang di belakang, tapi sebelum masuk untuk duduk Abram menatap tajam pada Sandra. "Saya bukan supir kamu, duduk di depan!" Perintah Abram mutlak. Setelah Sandra duduk di kursi penumpang sebelah Abram, kejadian selanjutnya membuat Sandra menahan nafas seketika. Dengan amat sangat dekat Abram memposisikan tubuhnya untuk membantu Sandra memasang sabuk pengaman. Dia baru bsia bernafas dengan benar ketika Abram sudah kembali ke posisi yang benar dan menyalakan mesin mobil. "Saya suka bau parfum kamu." Sandra menoleh cepat pada Abram. Dahinya berkerut karena kalimat random Abram yang sama sekali tidak pernah Sandra duga akan keluar dari bibir bos nya itu. "Hahaha.. makasih, pak." Anggap saja itu pujian. /// maap kalo ada typo instagram: gorjesso Purwokerto, 26 Oktober 2019 Tertanda, Orang yang barusan cuci muka
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN