“Pulang ke rumah sekarang!”
“Aku sibuk.” Jordan berekspresi datar, kurang lebih memahami apa penyebab orang tuanya sampai memintanya untuk pulang saat ini.
“Pulang dan bawa wanita itu ke rumah, atau jangan salahkan Ayah jika sampai terjadi sesuatu pada wanita itu!”
Rahang Jordan seketika mengeras. Dia paling benci diancam, sekalipun oleh orang tuanya sendiri. Dia tahu bahwa Rowena adalah gadis yang tangguh dan tidak mudah ditindas. Namun saat menghadapi sifat licik dan kekuasaan ayahnya, tetap saja dia takut gadis itu akan dirugikan dan tidak segan untuk pergi meninggalkannya. Dia tidak ingin hal itu terjadi, apa lagi sangat jelas bahwa Rowena masih memiliki perasaan yang dangkal padanya. Gadis itu belum mencintainya dan bisa pergi kapan saja dengan lambaian tangan.
“Aku akan pergi!” Jordan langsung mematikan telpon ayahnya. Tanpa sadar dia menghela napas panjang. Merasa kesal karena ulah Freya yang berani-beraninya mengadu dan terus saja mengusik kehidupanya. Bahkan jika di dunia ini sudah tidak ada wanita lain selain Freya, dia lebih memilih untuk melajang seumur hidupnya.
Rowena tahu hanya dengan pandangan matanya bahwa Jordan sedang dalam suasana hati yang buruk. Dia ingin segera beranjak pergi dan mandi. Namun terhenti saat pergelangan tangannya ditahan oleh Jordan.
“Kenapa?”
“Ikut denganku nanti malam ke rumah orang tuaku.”
“Aku menolak, tidak mood.”
“Jangan nakal, bersiaplah sebentar lagi kita akan pergi ke butik dan nanti siang ke rumah orang tuaku.” Tatapan mata Jordan menatap Rowena dengan padangan serius, menunggu sampai gadis itu menyetujuinya baru dia akan melepaskan tangannya.
“Jangan khawatir, aku akan mengganti semua barangmu yang rusak semalam dua kali lipat. Aku akan memberikanmu selusin tas dan gaun malam limited edition.”
“Deal!” Rowena tersenyum, tidak lagi menunjukkan ekspresi kesal dan marah pada Jordan. Siapa yang tidak menyukai kemewahan dan kecantikan di dunia ini? Dia bukan seorang Budha yang akan bertindak sederhana dan tidak tergiur oleh hal-hal duniawi. Dia menyukai uang dan kekayaan, serta kecantikan.
Rowena mencium jari-jari ramping miliknya sebelum menempelkannya pada pipi Jordan. “Anggap sebagai bonus atas kerja kerasmu, suamiku!”
Mata Jordan menggelap, dia memegang pipinya yang baru saja mendapatkan ciuman tidak langsung dari Rowena. Dia tidak senang, dia lebih menyukai gagasan ketika Rowena menciumnya secara langsung dan bibir mereka saling bertaut dengan penuh gairan. Bukan melalui perantara jari-jarinya.
Jordan menatap punggung ramping Rowena yang naik ke lantai atas. Merasa bahwa ke depannya dia harus ekstra sabar menghadapi wanita yang tidak bisa dia prediksi tingkah lakunya. Menghadapi Rowena seolah dia tengah memainkan teka-teki yang selalu menarik untuk terus menemukan jejaknya.
Tak beberapa lama Rowena turun dengan mengenakan gaun hitam tali spageti yang dipadukan dengan sepatu hak tinggi dengan warna senada. Gaun gadis itu hanya sebatas pertengahan paha. Dia sangat cantik, membuat Jordan merasa bahwa dia telah membawa pulang seorang idol alih-alih menikahi seorang istri. Hanya saja perbedaanya terletak pada buah persik gadis itu yang tidak sedatar kebanyakan idol. Membuat sosoknya semakin sempurna dan menjadi idaman baik bagi para pria maupun wanita.
“Kenapa terus melihatku seperti itu? Kamu pasti terpesona oleh kecantikanku bukan? Jika saja umurku masih belasan tahun, aku tidak akan segan untuk mendaftar menjadi idol Korea. Memulai karirku untuk menjadi pusat perhatian dan memiliki banyak penggemar yang manis dan mencintaiku setiap harinya.”
Jordan mengernyitkan keningnya tidak suka. Rowena saat ini memang sama sekali tidak terlihat seperti gadis berusia 27 tahun. Jika disandingkan dengan anak remaja berusia belasan tahun, dia juga tidak akan memberikan banyak perbedaan. Tidak akan ada yang menyangka jika dia telah berusia hampir 27 tahun minggu depan. Kecuali saat malam di bar ketika Rowena dengan sengaja mengenakan make-up bold, yang dipadukan dengan lipstick merah merona hingga menutupi wajah halusnya.
“Pakaianmu terlalu terbuka.”
Rowena menundukkan kepala untuk melihat dirinya. Baju dan postur tubuhnya sempurna. Untuk masalah terbuka, bukankah sekarang sudah zaman modern? Mengapa pria di depannya ini sangat konservatif dan kaku seperti pria kuno? Sudah tahun berapa ini, bagaimana bisa dia keberatan dengan gaya pakaian yang dikenakannya.
“Aku merasa nyaman dengan pakaian ini. Aku tidak butuh persetujuanmu untuk apapun yang akan kukenakan di masa depan.”
Rowena tampak cuek, mengabaikan tatapan tajam Jordan dari belakang tubuhnya. Dalam prinsip hidup Rowena, semakin dilarang maka semakin ingin dia melakukannya. Senyum nakal muncul di bibir Rowena, dengan sengaja menatap Jordan penuh provokasi.
“Apa lagi yang kamu tunggu? Jangan sampai air liurmu menetes karena terus memandangi tubuhku.”
Jordan bergerak mendekat. Mencengkeram lengan Rowena yang kembali melangkah keluar, hingga kini pinggang gadis itu terjerat oleh lengan kekar Jordan. Embusan napas hangat menerpa lehernya, membuat tubuh Rowena agak bergidik merasakan sensasi kesemutan menjalari tubuhnya akibat ulah Jordan yang disengaja.
“Lepaskan aku!”
“Bagaimana mungkin aku melepaskan istri yang dengan sengaja menggodaku? Sepertinya apa yang terjadi semalam masih kurang untukmu.”
Kedua mata Rowena langsung membelalak kaget saat merasakan sensasi kesemutan dan nyeri pada area lehernya. Jordan menggigitnya dengan cukup keras pada area leher bawah telinganya. Kaki Rowena untuk sesaat terasa lentur dan dia kesulitan menjaga keseimbangan tubuhnya. Dia spontan berpegangan pada legan Jordan agar tidak jatuh ke lantai dengan memalukan.
“Kamu, hentikan …,” suara Rowena tercekat. Dia ingin sekali memarahi pria yang tengah membuatnya terjerat untuk yang kesekian kalinya. Dasar pria anjing, dia suka sekali menggigit.
“Belum, aku masih belum cukup memuaskanmu. Aku harus memastikan kamu puas terlebih dahulu sebelum kita keluar, agar kamu tidak memiliki keinginan untuk mencari pria cantik di luar sana.” Suara Jordan tampak serak dan maskulin, membuat tubuh Rowena merinding tanpa bisa dia kendalikan.
“Sialan, pria anjing macam apa yang kunikahi ini!” tak terhitung berapa kali Rowena mengumpat dalam hatinya, dia sangat kesal.
Selang 10 menit kemudian, Jordan akhirnya melepaskannya. Dari situ barulah Rowena merasa lega dan dengan segera mengambil jarak aman sejauh sepuluh langkah dari Jordan. Dia muak terjerat oleh pria itu dan tidak bisa melakukan apapun. Bukannya Rowena tidak bisa melakukan perlawanan apapun. Dia telah berusaha menggunakan kemampuan bela dirinya, namun selalu berhasil ditepis dan berakhir dia dikunci hingga tidak bisa berkutik oleh pria itu.
“Kemamuan pertahananmu lumayan, sayangnya tidak berguna bagiku.”
Entah hanya perasaannya saja atau bukan, Rowena merasa bahwa dia tengah diejek oleh Jordan karena dia tidak bisa mengalahkan pria itu. Setidaknya meskipun ia kalah saat ini, Rowena tidak begitu kesal. Saat menyadari dia tidak memilih pria yang salah untuk dia nikahi. Dia tidak memilih pria yang lemah dan mudah diintimidasi.
“Apa yang kamu lihat?” kedua mata Rowena tampak menyipit, merasa tidak nyaman dengan pandangan Jordan yang tidak lepas menatap ke arahnya.
Firasat Rowena tidak tenang. Dengan segera dia mengambil ponsel dalam tasnya, menyalakan kamera depan dan seketika membelalakkan kedua matanya dengan ekspresi suram. Bercak merah keunguan tercetak jelas di area leher dan area belahan dadanya. Tidak mungkin dia keluar dengan penampilan memalukan seperti ini.
Bercak yang semalam ditinggalkan pria itu masih belum hilang dan Rowena menghabiskan banyak waktu untuk menutupinya dengan foundation. Namun kini semua usahanya terasa sia-sia. Sialan, pria itu benar-benar keturunan anjing.
Rowena tahu bahwa ini adalah akal-akalan licik pria itu agar dia tidak menggunakan baju terbuka ini. Dasar pria tua kolot sialan. Rowena di dalam hatinya telah menghitung akun untuk apa yang terjadi hari ini. Jangan panggil dia Rowena jika dia tidak bisa membalas ketika saatnya tiba.
“Apa kamu merasa senang melihatnya?”
“Tentu saja, karyaku sangat indah. Jika sudah memudar, aku akan membuatnya lagi.”
Rowena tersenyum, dia berjalan mendekat ke arah Jordan. Menarik kerah pria itu hingga setengah d**a bidangnya terbuka. Senyum Rowena mengembang. “Karena kamu adalah pria anjing yang suka menggigit. Aku juga harus membalas perbuatan baikmu.”
Jordan seketika harus memejamkan kedua matanya saat aliran darahnya berdesir. Rowena menggigit area jakunnya hingga membuat Jordan hampir saja kehilangan kendali. Dia kembali menekan rowena hingga tubuh mereka saling terjalin erat. Membiarkan Rowena membalasnya dengan senang hati.
Hingga suara piring yang pecah menghentikan aksi Rowena.
“Akh, maafkan aku …” orang tersebut tampak menutup bibirnya dengan kedua tangan, tidak bisa mempercayai apa yang tengah dilihatnya baru saja.