Ketika Anda mengunjungi situs web kami, jika Anda memberikan persetujuan, kami akan menggunakan cookie untuk mengumpulkan data statistik gabungan guna meningkatkan layanan kami dan mengingat pilihan Anda untuk kunjungan berikutnya. Kebijakan Cookie & Kebijakan Privasi
Pembaca yang Terhormat, kami membutuhkan cookie supaya situs web kami tetap berjalan dengan lancar dan menawarkan konten yang dipersonalisasi untuk memenuhi kebutuhan Anda dengan lebih baik, sehingga kami dapat memastikan pengalaman membaca yang terbaik. Anda dapat mengubah izin Anda terhadap pengaturan cookie di bawah ini kapan saja.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Saya buatkan kamu sup," urai Revan sembari menyiapkan semangkuk sarapan sehat tersebut dan meletakkannya tepat di hadapan Feeya. Gadis yang sejak tadi tidak bicara apapun itu menatap makanannya dalam diam. Kemudian mengangguk sebagai bentuk terima kasih atas kerja keras yang telah Revan berikan. "Demamnya sudah turun?" Revan kembali menanyakan kondisi Feeya. "Apa perlu ke rumah sakit sebelum saya antar pulang?" Feeya menggeleng lemah. "Gak perlu. Tadi saya sudah minum obat yang Bapak taruh di meja. Sudah merasa jauh lebih baik juga." Revan mengangguk paham. "Antibiotiknya tetap dihabiskan, Fee. Teman saya bilang kamu akan membaik setelah istirahat. Saya sarankan tidak perlu kuliah dulu hari ini." Nasihat yang Revan beri ditolak Feeya. "Sayang kalau saya tertinggal, Pak. Saya juga sud