Feeya menumpuk kertas-kertas itu dan berjalan menuju ruangan dimana Revan berada, meski jantungnya sudah berdebar sejak tadi membayangkan apa saja yang akan dilakukan lelaki itu di sana. Sikap dingin Revan di kelas tadi justru membuat seluruh syarafnya seolah mendamba setiap sentuhannya. “Aduh, belum apa-apa sudah begini!” keluh Feeya menggerutu mengumpat dirinya sendiri. “Permisi!” ucapnya seraya mengetuk pintu. Daun pintu terbuka dan muncullah Revan, keduanya saling mengunci pandangan satu sama lain untuk beberapa saat sampai akhirnya Revan tersenyum. Dia melirik ke kanan dan kiri, memastikan tak ada orang yang memperhatikan, dan memang kebetulan lorong kampus siang ini terlihat lengang. “Kemari!” katanya seraya menarik Feeya masuk dan membantu membawakan kertas-kertas itu dari tanga