"Dia siapa?" tanya Bunda Juna saat melihat Kayla.
Kini Kayla yang kebingungan dengan situasi ini. Tapi dia memilih untuk tidak ikut campur dulu dan membiarka Juna yang mengatasinya.
"Temanmu, Kayla," ujar Juna yang kembali mengarang cerita untuk bundanya.
"Benarkah? Aku punya teman?" tanya bunda Juna yang mulai senang karena mendengar kata teman.
"Iya aku temanmu," ucap Kayla yang kini ikut dalam obrolan mereka. Juna menatap Kayla, dia melihat Kayla yang juga ikut mendekati bundanya dan berdiri disampingnya.
"Aku Kayla, sudah lama kita tidak bertemu," ujar Kayla yang kini menggenggam tangan bunda Juna.
Bunda Juna berfikir sebentar. "Oh... Hai Kayla, apa kabar?" tanya bunda Juna seolah-olah dia mengingat sesuatu dan beranggapan kalau dia memang sudah mengenal Kayla sebelumnya.
Senyum Kayla kembali terbit begitupun dengan Juna yang kini melangkah mundur memberikan ruang untuk Kayla dan bundanya bercengkrama layaknya sepasang teman yang baru kembali bertemu setelah lama berpisah.
"Baik, aku baik kok," jawab Kayla.
"Ayo kita jalan," ajak Kayla. Dia juga memberi kode ke Juna bahwa dia yang akan mendorong kursi roda bundanya.
"Kayla, apa kamu sudah punya pacar?" tanya bunda Juna diperjalanan mereka.
"Belum," jawab Kayla tanpa berpikir lagi.
Bunda Juna menunjuk Juna yang berjalan disampingnya. "Dia pacarku," tutur bunda Kayla.
"Oh ternyata dia pacarmu," ucap Kayla yang sudah mulai terbiasa mengikuti drama yang dibuat disini.
Bunda Juna mengangguk. "Kamu kuliah dimana?" tanyanya lagi.
"Hm?" Kayla berpikir sejenak, dia bingung mau menjawab apa.
"Ah, di Jakarta," jawabnya pada akhirnya.
"Kenapa bisa disini?"
"Lagi liburan aja," balas Kayla.
Mereka bertiga menghabiskan waktu berkeliling taman hingga saat waktu sore sudah mau habis. Kini mereka bertiga kembali masuk ke dalam kamar bunda Juna. Kayla membantu Juna yang juga sedang membantu bundanya naik ke atas ranjang.
"Kamu istirahat saja ya, aku carikan makan malam dulu sama Kayla," ujar Juna.
"Iya," balas bundanya sambil berbaring. Matanya perlahan tertutup.
Juna menyelimuti bundanya, setelah itu dia memberi kode ke Kayla untuk keluar dari kamar bundanya. Kayla yang mengerti segera menyusul Juna untuk keluar.
Setelah menutup pintu kamar bundanya, Juna berbalik menghadap Kayla.
"Pasti banyak pertanyaan ya?" tebak Juna saat melihat Kayla membuka mulut ingin bicara.
"Bukan, tapi ingin bilang kalau aku lapar. Tapi yang tadi benar juga sih," ungkap Kayla sambil tersenyum.
Juna tertawa, "Ya sudah ayo kita cari makan dulu. Nanti kamu boleh tanya sepuasnya," ujar Juna.
Mereka berdua kembali berjalan keluar rumah sakit. Juna memutuskan membawa Kayla untuk makan sate di penjual langganannya di depan rumah sakit. Jadi, mereka berjalan kaki keluar rumah sakit bersama-sama. Benar saja, langit sudah mulai gelap. Lampu-lampu mulai mengisi jalanan di malam hari.
"Disini langgananku sekaligus kesukaan bunda," ujar Juna saat mereka tiba di tempat penjual sate.
Juna memesankan dua porsi makan ditempat dan satu porsi untuk dibawa pulang. Selepas itu, mereka mencari tempat duduk yang kosong. Disini masih belum terlalu banyak pelanggan karena baru buka. Jadi, tak sulit untuk mereka berdua mendapatkan tempat duduk.
"Mau tanya apa?" tanya Juna memulai obrolan.
Kayla menggeleng, "Nanti aja. Kita makan dulu," ujar Kayla yang diangguki Juna.
Tak selang lama, pesanan mereka tiba. Mereka menyantap makanan mereka dengan lahap. Beberapa menit hingga mereka menghabislan makanan mereka.
"Enak kan?" tanya Juna.
Kayla mengangguk, "Iya, pantas bunda kamu suka," jawab Kayla menyetujui.
"Sudah mau tanya?"
Kayla justru menggeleng, "Kamu saja yang jelaskan," ujar Kayla diluar dugaan.
Juna lalu mengangguk setuju. "Bunda kena alzheimer, Kay. Tapi bari sekitar satu tahun bunda dirawat disini. Bunda kadang lupa sama aku, dia lebih sering ingat suaminya sekaligus ayah aku sendiri. Jadi, biar bunda ga takut aku selalu pura-pura buat jadi ayah," Juna menarik nafas sejenak sebelum kembali berbicara.
"Tadi, bunda ingat aku... dan itu waktu terlama bunda ingat aku," lanjut Juna.
"Ayah kamu..."
"Ayah aku udah meninggal, Kay," balas Juna mengerti perkataan Kayla.
Kayla kini mengerti sepenuhnya. Juna menatap Kayla dalam, dia juga tersenyum. "Bunda suka sama kamu," ujar Juna.
"Hm?" tanya Kayla bingung.
"Semenjak kena penyakit itu, bunda susah buat dekat sama orang. Selama ini, bunda cuma mau ngobrol sama aku dan suster-susternya. Tadi, dia mau ngomong sama kamu itu berarti bunda nyaman dan suku sama kamu," tutur Juna.
"Kamu juga ga keberatan dengan keadaan bunda," lanjutnya.
Kayla kemudian tersenyum, "Kenapa harus keberatan? Bunda kamu cuma sakit, Juna. Selama bunda kamu nyaman sama aku, aku ga masalah sama sekali," ujar Kayla yang membuat senyum Juna terbit.
"Terima kasih banyak ya, Kay," ujar Juna paling tulus. Benar kata Tyo, Kayla memang berbeda dari Dinda.
"Iya," balas Kayla.
***
"Sudah siap?" tanya Vira kepada Risda. Kini mereka akan berangkat dengan mobil Risda, waktu menunjukkan pukul satu siang.
Mereka sengaja mengambil waktu siang agar jalanan tidak begitu macet. Risda yang menyetir pertama kali, dan akan bergantian dengan Vira nanti.
Mobil mereka mulai melaju membelah jalanan. Sesuai dugaan, jalanan tidak begitu macet di siang hari ini. Risda membawa mobip mereka melewati jalan tol yang menghubungkan kedua kota. Vira menyandingkan buetooth ponselnya dengan radio mobil untuk memutar musik.
"Nanti waktu sampai baru kita hubungi Kayla," ujar Risda.
Vira mengangguk mengerti. Beberapa jam Risda menyetir, dan kini mereka meminggirkan mobilnya di rest area untuk beristirahat sebentar.
Setelah istirahat, kini giliran Vira menyetir mobil. Mereka langsung menuju ke penginapan yang sudah mereka pesan sebelumnya.
Sekitar satu setengah jam mereka tiba di penginapan. Setelah check in, mereka masuk ke kamar yang mereka sewa. Saat ini waktu sudah hampir menuju malam. Langit akan gelap dalam beberapa menit lagi.
Risda dan Vira bergiliran untuk membersihkan diri mereka. Setelah selesai, mereka keluar untuk mencari makan malam. Rencana mereka adalah besok baru memberi tahu Kayla kalau mereka berdua menyusulnya. Tapi mereka tidak memberi tahu alasan mereka yang sebenarnya kalau mereka kesana karena Liam.
Vira dan Risda makan malam di salah satu rumah makan yang mereka temui di pinggir jalan.
"Es teh lnya tambah satu ya, Pak," pesan Vira.
"Haus banget lo ya," ucap Risda.
Vira mengangguk. "Tau aja," ujarnya sambil terkekeh.
Mereka kembali ke penginapan setelah makan malam.
Vira berbaring diatas kasur, sedangkan Risda mbereskan kopernya.
"Titipan dari Nenek buat Kayla mana Vir?" tanya Risda.
"Ada di tas gue," balas Vira yang menunjuk tas besarnya di sudut atas kasur.
Risda lalu mengambilnya, dia menyimpannya di lemari yang tersedia di kamar mereka.
Setelah itu dia ikut berbaring disebelah Vira.
***
Kayla berjalan masuk ke dalam kantor. Pagi ini dia merasa bahagia entah karena alasan apa. Dia melangkah menuju meja kerjanya.
Ada sekotak bekal disana, dahinya lalu menyeryit bingung.
"Ini punya siapa Fan?" tanya Kayla pada Fanny yang sudah tiba lebih dulu di meja kerjanya.
Fanny mengangkat bahunya, "Ga tau. Dari aku dayang sudah ada disitu kok," jawab Fanny.
Kayla kembalu melihat kotak bekal berwarna biru itu. Dia mengangkatnya dan sebuah note yang tertempel dibawahnya terjatuh. Kayla mengambilnya, disitu tertulis untuk Kayla. Kayla memerhatikanLekatclekat tulisan itu. Ia sepertinya tak asing dengan tulisannya. Tiba-tiba sebuah nama terlintas dibenaknya. Liam, nama itu yang langsung muncul dipikirannya. Tulisan laki-laki itu juga mirip dengan tulisan di selembar note itu.
Kayla membuka kotak bekalnya. Isinya sederhana, nasi dengan berbagai jenis nugget dan sosis goreng.
Kayla lalu duduk di kursinya, ia kembali menutup bekalnya dan meletakkannya di dalam tasnya.
Dia berpikir kenapa Liam memberikan itu padanya? Kenapa Liam mulai mendekatinya kembali? Kenapa Liam mulai mencari perhatian padanya? Kenapa Liam ingin kembali kepadanya? Apakah karena Liam gagal menikah? Atau karena Liam benar-benar masih menyayanginya?
Pertanyaan-pertanyaan kembali menyerang hati dan pikirannya. Padahal baru pagi tadi ia merasa bahagia dan tenang, tetapi saat ini pikirannya sudah kembali dipenuhi tentang Liam.
Kayla menggeleng, dia berusaha tak peduli. Dia lalu mengambil berkas-berkas dimejanya yang harus dia kerjakan. Tak terasa sisa satu minggu Kayla akan bekerja disini.
Ting
Satu peaan masuk ke ponselnya. Itu dari Vira.
Kay, ketemuan yuk. Gue sama Risda ada di kota yang sama loh sama elo.
Seperti itu bunyi pesan yang dikirm Vira. Kayla melotot membacanya.
"Astaga," gumamnya.
"Kalian ngapain disini?" balas pesan dari Kayla.
Tak lama balasan pesan dari Vira masuk.
Jalan-jalan aja sih.
Kayla menggeleng-gelengkan kepalanya tak mengerti dengan kelakuan teman-temannya.
"Ya udah, nanti gue sharelock. Tapi, nanti waktu gue jam istirahat aja. Gue sibuk sekarang," balas Kayla lagi dan dibalas emotikon oke oleh Vira.
Kayla lalu melanjutkan pekerjaannya hingga makan siang tiba. Kayla lalu bersiap untuk bertemu Vira dan Risda di lokasi yang sudah dikirmnya ke mereka. Kayla merogoh tasnya, dia ingin mengambil dompetnya, tetapi yang terambil justru kotak bekal yang ditemukannya pagi tadi.
Kayla mengeluarkannya, dia kembalj menatap kotak bekal itu bimbang akan memakannya atau tidak.
"Dimakan, Kay," suara seseorang dari belakang Kayla membuatnya terkejut dan langsung menoleh ke belakang. Dia mendapari Liam yang sedang berdiri tepat dibelakangnya.
Kayla segera bangkit dan menyembunyikan kotak bekal itu dibalik punggungnya. Untungnya disana sudah tidak ada orang selain mereka berdua.
"Ga usah disembunyikan. Itu dari aku, Kay," ungkap Liam dan membuat Kayla menunjukkan kotak bekal itu dari balik punggungnya.
Kayla menatap kotak bekal itu dan Liam bergantian. "Kenapa?" tanyanya.
"Kenapa apanya?" Liam bertanya balik.
"Kamu tau kalau aku berusaha menghindar dari kamu, tapi kenapa kamu malah semakin dekatin aku?"
Liam belum menjawab, dia membiarkan Kayla terus mengutarakan pikirannya. Ini yang Liam tunggu sedari dulu.
"Apa gara-gara kamu gagal nikah terus kamu jadiin aku pelampiasan? Kamu ga capek?" lanjut Kayla dengan pertanyaan-pertanyaannya. Jemarinya mencengkram kuat kotak bekal itu saat mengutarakan pertanyaan beruntunnya.
Liam kemudian tersenyum, "Kalau aku yang tanya kamu ga capek menghidar, Kay?"
Jantung Kayla langsung berhenti berdetak begitu mendengar petanyaan Liam. Kaypa tak bisa berkata-kata. Dia sendiri bingung dengan dirinya. Apa yang Liam tanyakan adalah benar? Apa Kayla lelah menghindarinya? Apa yang sebenarnya Kayla harapkan?
Sebenarnya ada lebih banyak pertanyaan untuk dirinya sendiri, bukun untuk Liam.
"Hm?" Liam mengambil perhatian Kayla kembali.
Kayla menunduk dalam, "Capek, aku capek," jawab Kayla jujur.
"Kayla, kamu mungin ga bisa percaya sama aku lagi secepat ini. Tapi, semua yang aku katakan sebelum-sebelumnya itu nyata, itu tulus dari hati aku, Kay," ujar Liam.
"Cukup Liam," ucap Kayla menghentikan perkataan Kayla.
"Kalau kamu sudah ga ada perasaan sama aku ga masalah Kay. Tapi tolong izinin aku buat tetap ada kamu dihati aku, meski di hati kamu sudah ada orang lain," ujar Liam tak ingin berhenti meski Kayla menghentikannya.
Kayla mengerjap, "Liam, kamu sadar ngomong itu?" tanya Kayla.
"Sadar Kay, sadar seratur persen," balas Liam.
Kaya menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya, "Aku pergi dulu," ujar Kayla dan melangkah melewati Liam.
Liam menatap kepergian Kayla. Entah kenapa dia merasa lega. Dia lalu ikut pergi dari sana.
Kayla keluar dan memanggil ojek. Dia lalu segera pergi kesana menuju tempat dimana dia janjian dengan Vira dan Risda.
Setelah sampai, dia segera masuk ke dalam rumah makan itu. Matanya memcari-cari keberadaan teman-temannya. Kayla berjalan lebih cepat saat menemukan Vira dan Risda. Dia lalu menarik kursi cepat dan duduk dihadapan mereka berdua.
Vira dan Risda menatap Kayla heran. "Kenapa Kay?" tanya Vira.
"Liam," jawab Kayla.
Risda malah teralihkan fokusnya dengan kotak bekal yang dibawa Kayla. "Itu apa Kay?" tanya Risda.
Kayla mengikuti arah pandang Risda. Kayla langsung meletakkannya diatas meja, dia benar-benar tidak sadar sudah membawa itu kesana.
Kayla kembali menghela, "Dari Liam," ujarnya.
"Kenapa Kay? Cerita sama kita," ucap Vira.
"Panjang ceritanya. Intinya, Liam gagal nikah dan dia masih naruh perasaannya ke gue," jelas Kayla.
"Gue bingung Vir, Da. Gue ga ngerti sama keadaan sekarang. Dia bilang kalau yang capek sebenarnya itu gue bukan dia," lanjut Kayla.
"Capek kenapa?"
"Gua yang bulang kalau gue capek ngehindar dari dia. Terus dia ga pernah capek buat deketin gue lagi," balas Kayla.
"Kay... Sekarang, tanya sama diri lo sendiri, lo maunya gimana? perasaan lo sama dia sebenarnya gimana?" saran Risda dan diangguki Vira.
Kayla mengangguk. "Udah lupain aja dulu masalah ini," ujar Kayla dan disetujui Vira dan Risda.
"Ayo pesen makan dulu," ajak Vira.
"Kalian belum pesan?"
Vira dan Risda menggeleng, "Kita nungguin lo," ujar Risda.
Kayla tersenyum, "Ya udah ayo kita pesan," ajak Kayla.
Dia lalu memanggil writers disana. Mereka lalu memesan beberapa makanan untuk makan siang.
"Apa kabar Kay?" tanya Risda memulai percakapan yang lebih santai.
"Baik, kalian?"
"Baik juga," balas Risda.
"Berasa setahun tau ga kita ga ketemunya," ujar Vira.
Mereka lalu tertawa bersama.
"Nenek gimana?" tanya Kayla lagi.
"Sehat kok. Kemarin kita pamitan, Nenek juga nitip sesuatu buat lo. Ntar ke penginapan kita ya, soalnya titipannya ga gue bawa," ujar Risda.
"Iya," setuju Kayla.
Beberapa menit menunggu sambil berbincang hingga pesanan makan siang mereka tiba. Mereka lalu melahap makanan mereka dalam diam.