Saran Vira

2035 Kata
Ting.. Bunyi bel kamar berbunyi saat Vira dan Risda sedang berbaring. "Kayla deh kayaknya," ujar Vira. Dia lalu berjalan untuk membukakan pintu. Benar tebakannya, Kayla yang datang bertamu. Dia masih memakai pakaian kantornya yang tadi. "Masuk, Kay," ujar Vira. Vira lalu masuk ke dalam kamar penginapan Vira dan Risda. Mereka lalu duduk bersama diatas kasur. "Kotak bekalnya lo kembaliin Kay?" tanya Risda langsung. Pasalnya, tadi siang Kayla tidak memakan bekal yang diberikan Liam. Dan mereka berencana agar Kayla mengembalikan saja kotak bekal Liam. "Belum," jawab Kayla. "Terus makanannya nanti basi dong," sahut Vira. Kayla menggeleng, "Sudah gue makan tadi," balasnya. Tadi sebelum kesini, dia memutuskan untuk memakan bekal dari Liam karena dia belum berani bertemu dengan Liam dulu. "Ya udah gapapa, nanti aja kembaliinnya," ujar Risda mengerti. Dia lalu bangkit mengambil sesuatu yang disimpannya. Dia membawanya ke depan Kayla. "Apa itu?" tanya Kayla. "Ini yang Nenek titip buat lo," jawab Risda. Sebenarnya kemarin Risda dan Vira melakukan sesuai rencana kalau mereka berdua tak memberi tahu Resti jika mereka pergi menyusul Kayla. Tetapi, entah kenapa bisa Resti melihat penginapan yang akan ditempati Vira dan Risda saat mereka memesannya. Jadi mau tidak mau mereka memberi tahu kalau sebenarnya mereka pergi ke kota yang sama dengan Kayla. Tapi tidak memberitahu soal Liam. Karena itulah pagi-pagi sekali Vira dan Risda diajak Resti untuk mencarikan sesuatu untuk Kayla. Kayla lalu membuka bingkisan yang diberikan Risda. Isinya adalah sebuah kemeja. "Ya ampun Nenek, ini kemeja baru lagi," ujar Kayla. Sudah dua kali Resti memberikan kemeja baru dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Kemaja baru yang ini berwarna cream. "Bagus tau, Kay," ujar Vira dan disetujui Kayla dan Risda. Model kemeja itu sangat Kayla sukai begitupun dengan warnanya. Kayla lalu berdiri untuk melihat apakah kemeja itu cocok ditubuhnya atau tidak. "Cocok, Kay," ujar Risda dan Vira bersama. "Iya, bagus banget," ujar Kayla sambil memutar tubuhnya. Kayla tersenyum senang. "Mau telfon Nenek deh," ujarnya dan segera mengambil ponselnya. Dia lalu melakukan panggilan ke Resti. Beberapa detik berdering hingga panggilannya terjawab. "Halo," sapa Kayla saat panggilannya terjawab. "Halo." "Nenek, makasih kemejanya," ujar Kayla langsung. "Iya sama-sama, Nduk," balas Resti di seberang sana. "Nenek gimana disana?" Obrolan kecil itu terus berlanjut hingga beberapa saat. Setelah mereka menyelesaikan panggilannya, Vira, Risda dan Kayla tengah bersiap-siap untuk keluar mencari makan malam. "Mau makan dimana? Makan apa?" tanya Vira. "Pingin makan sate," ujar Risda. Saat mendengar kata sate, Kayla langsung teringat satu tempat. "Ada tempat penjual sate yang enak banget," ujar Kayla. "Iya? Dimana?" tanya Risda. "Dekat rumah sakit jiwa mawar," ucap Kayla. "Oke ayo kesana." Setelah itu, mereka bertiga masuk ke mobil dan menuju tempat makan yang disarankan oleh Kayla. Mereka sampai disana dalam beberapa menit kemudian. Vira dan Risda pergi mencari tempat lebih dulu, sedangkan Kayla pergi memesankan makanan mereka. "Kakak," sapa anak penjual. Kayla tersenyum, "Halo," balas Kayla. Dia masih mengingat remaja ini, remaja yang juga drkat dengan Juna. "Kakak ga jenguk bundanya kak Juna?" tanya remaja itu. Kayla berfikir, "Kayaknya habis ini jengukin kok," ujar Kayla. "Tadi baru saja sebelum kaka datang aku lihat kak Juna lari terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit, takutnya terjadi apa-apa sama bundanya," jelas remaja itu setelah mengingat kedatangan Juna. "Benarkah?" tanya Kayla mulai panik. Remaja itu mengangguk yakin," Biasanya memang seperti itu, tapi ga tau kenapa tadi ekspresi kak Juna lebih daripada biasanya," jelasnya lagi. "Kalau gitu ganti pesananku jadi dua porsi saja ya. Berikan ke teman-temanku dimeja itu," ujar Kayla sambil menunjuk dimana Vira dan Risda duduk. "Aku mau lihat bundanya Juna dulu," lanjutnya. "Kakak ga makan?" tanya remaja itu menghentikan pergerakan Kayla. "Tidak usah, nanti saja," ujar Kayla cepat. Dia lalu pergi ke Vira dan Risda lebih dulu. "Vir, Da, gue pergi dulu ya, ada urusan mendadak. Kalia makan aja dulu, terus kalau gue lama kaluan juga pulang aja duluan," ujar Kayla terburu-buru. "Tapi, Kay.." Vira baru ingin mengatakan sesuatu, tapi Kayla sudah berlari keluar. Vira dan Risda hanya bisa menghela pasrah. "Kayla kayak panik gitu," ujar Risda. Vira menjawabnya dengan anggukan setuju. "Semoga ga ada apa-apa deh," ujar Risda. Setelah makanan mereka tiba, mereka kemudian menikmati makan malam tanpa Kayla. Di lain sisi, Kayla berlari terburu-buru masuk ke dalam rumah sakit. Karena sudah pernah kesini walau hanya sekali, Kayla dengan segera menuju kamar dimana bunda Juna dirawat. Jantungnya berdegup kencang, entah kenapa dia bisa panik seperti ini. Saat Kayla sudah tiba di depan kamar bunda Juna, dia langsung membukanya. Dan yang dia lihat di dalam sana hanyalah kamar kosong tanpa penghuni. Pikirannya semakin kemana-mana. Dia lalu mengambil ponselnya untuk melakukan panggilan ke Juna. Tapi nihil, sudah lima kali die menelfon dan tidak satupun panggilan darinya dijawab Juna. Kayla lalu segera keluar, dia mencari-cari siapapun suster yang ada disana. "Sus," panggil Kayla saat melihat seorang suster yang baru berbelok dan berjalan kearahnya. "Pasien di kamar ini kana ya sus?" tanya Kayla sambil menunjuk kamar bunda Juna. "Kakak siapanya ya?" tanya suster itu balik. "Saya teman anaknya." "Ibu yang disini baru saja mengalami kecelakaan. Dia jatuh dari tangga dan mengalami pendarahan di kepalanya. Sepertinya baru dibawa ke mobil ambulan untuk dialihkan ke rumah sakit umum," jawab suster itu menjelaskan. "Kalau boleh tau rumah sakit mana ya?" tanya Kayla lagi. "Medika Raja," jawab suster itu. "Terima kasih banyak sus," ujar Kayla dan segera berlalu pergi. Dia keluar dan mencari angkutan apapun yang bisa dinaikinya. "Ojek neng," ujar seseorang dari atas motor yang berhenti didepannya. Tanpa pikir panjang Kayla naik ke motor itu. "Rumah sakit medika raja ya, Pak," ujar Kayla memberi tahu lokasi tujuannya. "Siap." bapak ojek itu lalu segera menggas motornya menuju alamat rumah sakit yang di beritahu Kayla. Karena jaraknya yang dekat, mereka hanya butuh waktu lima menit untuk sampai disana. "Terima kasih pak," ujar Kayla setelah membayar tukang ojek itu. Tepat sekqli saat Kayla tiba, ada satu mobil ambulan juga yang sedang mengeluarkan pasien menuju ruang UGD. Kayla menyipitkan matanya, dia melihat Juna disana. Setelah yakin, Kayla segera berlari menghampiri Juna. "Juna," panggil Kayla. Juna yang dipanggil menoleh cepat sambil terus mendorong ranjang rumah sakit. Hal yang pertama Kayla lihat adalah wajah Juna yang menangis. Tatapan Kayla beralih ke ranjang yang didorongnya. Itu bunda Juna. Matanya tertutup, kepalanya penuh dengan darah meski sudah dihalau dengan kain kasa. Kayla segera menyusul Juna dan berdiri disampingnya membantu mendorong ranjang bunda Juna. "Kay..." lirih Juna. Air mata terus mengalir dipipinya. Juna lalu memalingkan wajahnya. Dia kembali menatap wajah bundanya yang menutup matanya. Juna menunduk dalam sambil terus mendorong ranjang menuju UGD. "Tolong tunggu diluar ya," ujar seorang suster menghentikan Juna yang akan masuk. Kayla juga menahan lengan Juna untuk mundur. "Berdoa dari sini ya," ujar Kayla. Juna menangkup wajahnya. Dia tak bisa berkata apa-apa. Rasanya sesak. Kayla mengerti apa yang Juna rasakan. Perlahan tangannya mengambil salah satu tangan Juna yang masih menutupi wajahnya sendiri. Kayla menautkan jarinya ke jari jemari Juna. Dia membawa Juna bersamanya untuk duduk. Juna tak melawan. Dia menarik nafasnya lalu menghembuskannya. "Kay, bunda.." Juna mulai mengeluarkan suaranya. "Gapapa, bunda kamu ga akan kenapa-kenapa. Berdoa terus ya," ujar Kayla saat tau Juna tak mampu melanjutkan kalimatnya. Juna lalu mengangguk. Dia kembali berdoa dalam hati. Tak lama setelah itu, seorang dokter keluar dan mencari Juna. "Bunda saya gimana dok?" tanya Juna langsung saat berhadapan dengan dokter itu. "Pendarahannya lumayan besar. Dia perlu transfusi darah, ada robekan juga dikulit kepalanya yang mengharuskan untuk dijahit," jelas sang dokter. "Tapi, kami kehabisan darah golongan A disini," lanjutnya. "Saya saja dok, golongan saya sama seperti golongan bunda saya," putus Juna langsung. Dokter itu mengangguk, "Baik kalau begitu, anda bisa keruangan tes kesehatan dulu untuk memastikan apakan anda bisa mendonorkan darah atau tidak," jelas sang dokter. Juna mengerti, setelah itu dia segera ke ruangan yang diberi tahu sang dokter bersama Kayla yang ikut menemaninya. Disana, dia melakukan beberapa tes yang biasa dilakukan untuk calon pendonor. Tak butuh waktu lama hingga Juna dinyatakan dapat mendonorkan darahnya. Dia segera melakukan pendonoran darahnya. Beberapa menit hingga kantong darahnya terisi penuh, Kayla masih tetap menemaninya di samping. "Terima kasih," ujar Juna setelah selesai dengan semuanya. Dia dan Kayla lalu kembali ke depan ruang UGD. "Pasien sudah dipindah ke ruang operasi," ujar seorang suster yang tadi membantu bunda Juna. Juna dan Kayla lalu segera menuju ruang operasi. Seperti tadi, mereka hanya diperbolehkan menunggu diluar selama operasi dilakukan. Beberapa menit Juna berjalan mondar-mandir di depan ruangan. Kini dia ikut duduk bersama Kayla. "Tunggu sini ya, aku cari minum," ujar Kayla yang diangguki Juna. Kayla lalu pergi menuju kantin yang tersedia di rumah sakit itu. Dia membeli dua botol air putih. Selepas itu dia kembali menghampiri Juna. Kayla melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Minum dulu Juna," ujar Kayla sambil memberikan sebotol air yang dibelinya tadi. Juna menerimanya, dia meminumnya karena tenggorokannya terasa kering. Wajah Juna sembab, Kayla masih bisa melihat Juna yang terus bergerak gelisah. Operasinya masih belum selesai. Juna lalu menatap Kayla lagi setelah sekian lama. "Kamu kenapa bisa disini Kay?" tanya Juna dengan suara seraknya. "Tadi mau makan malam di penjual sate depan rumah sakit yang jadi langgananmu, tapi anak itu bilang kalau kamu datang dengan wajah panik. Jadi, aku cari bundamu di dalam. Tapi kata suster disana, sesuatu terjadi ke bunda dan di bawa ke rumah sakit ini. Jadi, aku langsung nyusul," jelas Kayla mempersingkat cerita. "Kamu kenapa ikut panik Kay?" Kayla mengedikkan bahunya, "Aku gatau, tiba-tiba aja perasaanku juga jadi panik," jawab Kayla. Juna tersenyum dengan wajah sembabnya, "Terima kasih ya, Kay," ujarnya. "Kenapa terima kasih?" tanya Kayla bingung. "Kamu peduli sama bundaku," ujar Juna. Kayla lalu ikut tersenyum. Tangannya terangkat untuk mengelus pundak Juna menenanggkan, "Iya sama-sama," balas Kayla. Selama beberapa menit keadaan kembali hening. Sudah sekitar dua jam lebih operasi berlangsung. Tak selang lama lampu ruang operasi mati dan dokter keluar dari ruangan itu. Juna dan Kayla langsung menghampiri dokter itu, "Gimana dok?" tanya Juna. "Syukur operasinya lancar. Setwngah jam lagi sudah bisa dipindahkan ke ruangan biasa," jelas dokter. "Terima kasih dok. Saya sudah boleh masuk?" tanya Juna lagi. "Jangan dulu ya. Bunda kamu masih dalam pengaruh bius. Nanti kalau sudah dipindahkan baru boleh," jawab dokter itu. "Saya permisi dulu," pami dokter itu sambil menepuk pundak Juna sekali. Kayla dan Juna kini bisa bernafas lega. Mereka kembali duduk sembari menunggu hingga setengah jam itu tiba. "Kay, kamu tadi ga jadi makan kan? Ayo makan dulu," ajak Juna saat teringat kalau Kayla langsung berlari kesini. "Kamu gapapa?" tanya Kayla. Juna mengangguk, "Sudah makan aku langsung kesini lagi," ucapnya. "Oke," jawab Kayla. Mereka lalu berjalan ke arah kantin rumah sakit. Beruntungnya kantin dirumah sakit ini terbuka selama dua puluh empat jam. Mereka lalu makan bersama hanya sebentar. Tak lama hingga makanan mereka habis. "Kamu pulang aja Kay. Jangan nungguin aku. Aku masih harus temenin bunda," ujar Juna. "Tapi aku juga masih mau disini," ucap Kayla berusaha memohon. Juna tetap menggeleng, "Besok kamu haru bekerja, Kayla," ujarnya. Kayla menghela. "Ya udah aku pulang. Tapi setelah aku lihat bunda kamu sadar," ujar Kayla memutuskan. Juna tak menolak, dia menyetujuinya. Selepas itu, mereka lalu kembali ke ruang operasi. Tepat saat mereka kembali, bunda Juna baru keluar dan akan dipindahkan ke ruangan biasa. Bunda Juna masih belum sadar, suster bilang, biusnya sudah hilang tapi masih butuh beberapa menit lagi ubtuk pemulihan kembali agar bisa sadar sepenuhnya. "Terima kasih, sus," ujar Juna dan Kayla saat bunda Juna sudah dipindahkan. Suster-suster itu lalu pergi meninggalkan mereka di ruangan baru itu. Kini hanya ada Juna, Kayla dan bunda Juna yang masih belum sadar. Juna berjalan mendekati bundanya. Kayla tetap diam ditempat mebiarkan Juna berlalu. Tangan Juna mengambil jemari bundanya dan menggenggamnya erat. "Bunda kenapa sih selalu bikin Juna khawatir?" tanya Juna meski tak mendapat balasan dari bundanya. Juna menghela, "Jangan lagi ya, Bun," ujarnya lirih. Matanya kembali memanas. Ia menarik nafasnya dalam ubtuk menahan agar airmatanya tak jatuh kembali. Juna lalu menatap Kayla yang juga menatapnya. "Sudah mau jam dua belas Kay. Kamu pulang saja ya?" mohon Juna. Baru kali ini Juna terdengar begitu memohon. "Kamu sudah banyak membantu, jangan biarin kamu sakit, Kay. Jadi pulang saja ya," ujar Juna lagi. Kayla tak bisa membantah. Kepalanya mengangguk perlahan, "Kabari kalau bunda sudah sadar ya," pinta Kayla. "Iya, pasti," balas Juna. Juna lalu menghampiri Kayla. "Ayo aku antar," ujar Juna sembari mengambil sebelah tangan Kayla untuk dia genggam. Sebenarnya Kayla terkejut dengan itu, tapi dia membiarkannya saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN