“Kenapa nanti? Kau bisa membuat mereka kembali sekarang juga. Kau tidak berencana hidup nyaman dan membiarkan mereka mengurus suamimu, bukan?” tanya Darka dengan memicingkan matanya.
Tiara yang mendengar hal itu tersenyum tipis. Pemikiran Darka sepertinya sangat unik, dan itu cukup menghibur bagi Tiara. Perempuan itu menatap Darka tepat pada matanya sebelum berkata, “Kenapa berpikir seperti itu? Di sini, aku yang menjadi istrimu. Jadi, sudah pasti aku yang akan mengurus semua keperluanmu. Jadi, tidak perlu khawatir. Aku akan menjalankan tugasku sebagai istrimu dengan baik.”
Darka yang mendengar hal itu merasakan pelipisnya berkedut dengan hebat. Ia menatap tajam pada Tiara yang tampaknya tidak menyadari jika apa yang dikatakannya barusan terasa cukup mengganggu bagi Darka. Namun, Darka pun mendapatkan ide brilian saat dirinya mengingat apa yang dikatakan oleh Tiara. Darka menahan diri untuk tidak menyeringai saat itu juga. Ia bisa mengingat dengan jelas jika barusan Tiara mengatakan jika dirinya akan menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik. Darka bisa memanfaatkan perkataan tersebut guna mendapatkan apa yang ia inginkan. Inilah alasan mengapa orang-orang harus berhati-hati dengan apa yang ia katakan. Karena sesungguhnya, perkataan bisa menjadi kekuatan atau sebaliknya. Menjadi kelemahan yang dengan mudah dimanfaatkan oleh lawan.
Darka bersidekap setelah melambaikan tangan memerintahkan para pelayan kembali ke tempat mereka. Kini, hanya tinggal Darka dan Tiara di dalam ruang tamu. Tiara menatap Darka dengan seksama, saat tahu jika pembicaraannya dengan Darka belum selesai. Darka bertanya, “Kau mengaakan akan menjalankan tugasmu sebagai istri dengan baik?”
Tiara mengangguk. “Benar, seperti yang sudah kita sepakati bersama. Aku akan menjalankan tugasku sebagai istri, tanpa menuntut apa pun terhadapmu. Aku harus patuh atas apa yang kamu perintahkan dan tidak membangkang,” ucap Tiara.
“Kalau begitu, aku perintahkan untuk mengembalikan para pelayan itu untuk kembali ke kediaman utama,” putus Darka sama sekali tidak berbasa-basi.
Tiara yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya. “Tapi itu tidak bisa dilakukan sekarang juga,” ucap Tiara agak cemas dengan situasi yang tengah terjadi.
Darka yang mendengar hal itu terlihat semakin tidak senang dengan apa yang dikatakan oleh Tiara. “Kenapa tidak bisa? Bukankah kau sendiri yang mengatakan apa menjalankan tugasmu sebagai istri dengan baik, dan mematuhi apa yang aku katakan?” tanya Darka mencoba untuk mendesak Tiara.
Darka tentu saja tidak bisa membiarkan para pelayan itu untuk tetap tinggal di sana dan membantu mengerjakan pekerjaan rumah yang seharusnya dilakukan oleh Tiara yang berstatus sebagai nyonya rumah di sana. Selain karena Darka tidak mau Tiara mendapatkan kemudahan, Darka juga tidak mau sampai ada mata-mata yang ditempatkan oleh kedua orang tuanya berada di rumah. Karena itu artinya, Darka tidak akan bebas memperlakukan Tiara sesuka hatinya. Mungkin, Tiara hanya menganggap para pelayan itu sebagai bentuk kebaikan hati Puti dan Nazhan. Namun, itu jelas berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh Darka. Para pelayan itu jelas adalah telinga dan mata dari kedua orang tuanya, yang akan melaporkan setiap hal yang Darka lakukan pada Tiara. Membayangkan hal itu saja sudah membuat Darka muak.
Jadi, pilihan terbaik bagi Darka untuk menendang mereka semua sebelum terlambat. Meskipun Darka sudah membuat kesepakatan dengan kedua orang tuanya mengenai pernikahan dan kebebasannya, tetapi Darka sendiri sudah mendapatkan firasat jika kedua orang tuanya sama sekali tidak akan melepaskannya begitu saja. Apalagi saat mereka sudah sangat menyayangi Tiara yang saat ini sudah resmi menjadi istrinya. Puti dan Nazhan pasti akan berusaha untuk memastikan tidak mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari Darka. Sampai saat ini, Darka masih tidak habis pikir. Kenapa kedua orang tuanya bertindak sejauh ini hanya untuk Tiara? Memangnya, apa kelebihan Tiara hingga dengan mudahnya mendapatkan hati kedua orangtuanya? Darka mendengkus, rasanya di sini bukan Darka yang menjadi buah hati Puti dan Nazhan, melainkan Tiara.
“Karena tadi, Mama dan Papa meminta untuk mempekerjakan para pelayan selama beberapa hari. Jika memang nantinya aku tidak nyaman, aku bisa mengembalikan mereka ke kediaman utama. Jadi, setidaknya kita harus membiarkan mereka untuk tetap bekerja di rumah ini selama beberapa hari,” ucap Tiara.
Tentu saja Tiara bisa melupakan apa yang sudah ia setujui tadi. Ia tidak ingin sampai kedua mertuanya merasa kecewa. Jadi, Tiara harus memberikan pengertian pada Darka dan membuatnya tidak mengusir para pelayan. Jika sampai itu terjadi, selain merasa bersalah karena tidak menepati apa yang sudah ia katakan sebelumnya, Tiara juga akan merasa tidak enak pada para pelayan yang diusir begitu saja. Darka yang mendengar perkataan Tiara pun mendengkus kesal. Darka hampir meupakan apa yang sudah dibicarakan oleh Tiara dan kedua orang tuanya tadi. Jika Darka tidak berhati-hati, bisa-bisa kedua orang tuanya itu malah mencari cara lain untuk mengawasinya dan membuatnya semakin kesulitan. Darka menatap Tiara dengan tajam dan berkata, “Hanya lima hari. Setelah itu, aku tidak mau lagi melihat mereka. Kau harus memikirkan cara apa pun itu, untuk meyakinkan Papa dan Mama, jika kau tidak perlu bantuan mereka untuk mengurus rumah. Jika sampai kedua orang tuaku curiga padaku atas keputusan yang sudah kau ambil, maka kau akan tau akibatnya.”
Darka pun berbalik pergi menuju tangga. Ia memang belum mengetahui seluk beluk rumah ini, tetapi Darka yakin jika kamar utama ada di lantai dua. Darka tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Tiara. Hal yang terpikirkan oleh Darka adalah segera tidur. Ia merasa lelah, selain itu, Darka tidak bisa pergi ke mana-mana. Selain karena mobilnya belum di kirimkan ke rumah barunya ini, Darka sendiri tahu jika kedua orang tuanya masih mengawasinya dengan ketat. Para pelayan juga masih berada di kediamannya, pasti mereka akan diam-diam melaporkan apa pun yang ia lakukan. Jadi, lebih baik Darka tidur saja. Toh itu artinya Darka berbuat baik dengan membuat para pelayan tidak sibuk melaporkan apa yang ia lakukan pada kedua orang tuanya.
Sementara itu, Tiara rupanya masuk ke dalam dapur dan melihat para pelayan yang ternyata tengah membereskan peralatan serta bahan-bahan makanan di dapur. Tiara tersenyum pada mereka semua dan berkata, “Salam kenal semuanya.”
Keempat pelayan itu berbaris dengan rapi, memberikan hormat sembari berkata, “Salam kenal Nyonya.”
“Apa aku bisa ikut membereskan bahan makanan? Sepertinya, ini juga waktunya untuk memasak makan malam,” ucap Tiara membuat para pelayan ragu dengan jawaban seperti apa yang akan mereka berikan pada Tiara.
“Tapi Nyonya, itu tugas kami,” ucap salah satu dari keempat pelayan tersebut.
“Tidak perlu memanggilku seperti itu. Kalian lebih tua dariku, rasanya tidak nyaman jika kalian memanggilku dengan panggilan yang kalian gunakan. Selain itu, aku rasa memasak untuk suamiku sendiri adalah tugas seorang istri. Jadi tidak perlu merasa canggung. Kalian juga boleh membantuku. Aku pasti membutuhkan kalian yang lebih berpengalaman dalam masalah ini.”
Keramahan Tiara jelas-jelas menyentuh hati para pelayan. Mereka memang sudah mendengar penilaian para pelayan mengenai karakter Tiara yang sangat baik dan ramah. Namun, mereka tidak menyangka jika Tiara bisa seramah ini pada mereka. Terlebih, Tiara sangat tulus, dan mereka bisa melihat hal itu dengan jelas. Tidak membutuhkan waktu terlalu lama, hingga Tiara dengan mudah mengakrabkan diri dengan para pelayan. Kelimanya memasak dengan canda tawa dan gerakan tangan mereka terlihat begitu terlatih. Tanda jika mereka memang benar-benar menguasai kegiatan ini dengan baik. Saat mereka begitu larut dalam kegiatan memasak dan canda tawa mereka, Darka yang merasa kehausan turun untuk mengambil air di dapur. Darka tadinya malas turun dan ke luar dari kamarnya. Namun, dirinya juga malas memanggil Tiara atau memanggil para pelayan untuk mengambilkan minum.
Namun, begitu akan masuk ke dalam dapur, ia menghentikan langkahnya saat mendengar suara tawa Tiara yang begitu jernih. Suara tawa yang membuat sesuatu bangkit di dalam diri Darka. Dalam hati, Darka mengerang. Sepertinya, ia benar-benar gila. Bagaimana mungkin dirinya bisa merasakan hal ini hanya karena mendengar suara tawa Tiara? Darka pun mengintip, lalu melihat Tiara yang tersenyum lebar dengan tangannya yang bergerak lincah menumis sesuatu. Rasanya, Darka belum pernah melihat Tiara tersenyum selebar itu selama ini. Darka bertanya-tanya memangnya apa yang bisa membuat Tiara merasa begitu senang seperti itu. Darka pun mengedarkan pandangannya melalui celah pintu, dan bisa melihat apa yang terjadi di sana. Darka bisa melihat para pelayan terlihat berbicara dengan akrab dengan Tiara. Kening Darkan mengernyit. Ia pun memilih untuk berbalik pergi sembari berkata, “Orang-orang selevel memang selalu berkumpul bersama. Dasar orang rendahan.”