Tepat di hari kelima, Darka tanpa asa-basi meminta para pelayan untuk kembali ke kediaman utama di mana Puti dan Nazhan tinggal. Tentu saja, Puti dan Nazhan segera menghubungi Tiara menanyakan mengapa dirinya mengembalikan para pelayan yang sudah diperintahkan oleh mereka untuk membantu tugas Tiara mengurus rumah. Karena sebelumnya Tiara sudah berjanji pada Darka, Tiara pun menjawab jika dirinya bisa mengurus rumah dengan kemampuannya sendiri. Atas jawaban yang sudah diberikan oleh Tiara, Puti dan Nazhan sama sekali tidak bisa mengatakan apa pun lagi. Mereka jelas tidak bisa memaksa Tiara untuk menerima pelayan itu dan membuatnya tidak nyaman di dalam rumahnya sendiri.
“Bagus,” puji Darka saat Tiara selesai menelepon dengan kedua orang tuanya.
Karena Darka memang mendapatkan cuti selama dua minggu dari pekerjaannya, jadi Darka bisa bersantai di rumahnya. Walaupun, Darka sendiri merasa sangat gatal dan ingin segera ke luar dari rumah untuk bersenang-senang merayakan kebebasannya. Namun, untuk saat ini Darka tidak bisa melakukan hal itu, demi keamanannya sendiri. Ia tidak bisa ke luar dari kompleks perumahan ini, karena Darka ada pula orang yang ditempatkan di luar perumahan untuk mengawasi apa Darka ke luar dari perumahan untuk bersenang-senang dengan para wanita yang sudah diperintahkan oleh kedua orang tuanya untuk segera ia jauhi karena kini dirinya sudah menjadi seorang suami bagi Tiara.
Darka memilih meninggalkan ruang keluarga dan kembali ke kamarnya. Ia mengabaikan suara Tiara yang berkata jika dirinya akan menyiapkan makan siang untuk Darka. Sebelumnya, Darka hanya sarapan roti bakar dan kopi, jadi Tiara pikir jika Darka pasti merasa lapar dan perlu mengisi perutnya dengan menu makanan berat. Namun, Darka sama sekali tidak mengatakan apa pun dan hanya melangkah pergi ke kamar utama yang memang ia tinggali bersama Tiara. Karena ada para pelayan, Darka tidak bisa tidur terpisah dengan Tiara, dan mengizinkan perempuan itu untuk tidur di ranjang sama dengannya. Meskipun terasa menjengkelkan, Darka berusaha untuk bersabar hingga para pelayan itu ia tendang dari kediamannya. Setelah ini, Darka bisa melakukan apa pun dengan bebas.
Jika Darka kembali ke kamar untuk bermain game pada ponselnya, maka Tiara masuk ke dalam dapur untuk menyiapkan menu makan siang. Tiara ini sudah berpengalaman menyiapkan keperluan banyak orang termasuk masalah menu makanan seperti ini. Jadi, Tiara sama sekali tidak kesulitan harus menyiapkan beberapa menu makan siang untuk sang suami. Tidak membutuhkan waktu lama aroma lezat menyebar di dalam rumah minimalis tersebut. Darka yang semula tidak merasa lapar, tiba-tiba merasakan perutnya berbunyi dengan keras. Hal itu tidak terlepas dengan aroma lezat yang saat ini menggelitik hidungnya dan menggoda perutnya untuk segera berbunyi dengan keras.
“Ck. Mana mungkin aku tergoda dengan masakan kampungannya,” ucap Darka lalu bangkit dari duduknya untuk memeriksa apa saja yang sudah dimasak oleh Tiara.
Jujur saja, siapa yang tidak penasaran setelah mencium aroma selezat ini? Tentu saja siapa pun akan beranjak untuk memeriksa rupa makanan yang sudah menguarkan aroma yang menggoda ini. Begitu masuk ke dalam ruang makan yang terhubung dengan dapur, Darka melihat Tiara yang tengah merapikan piring-piring berisi makanan yang telah ia buat di atas meja makan. Darka sendiri merasa agak terkejut. Tiara sepertinya memang sangat terampil mengurus urusan rumah tangga. Tanpa bantuan siapa pun, ia bisa memasak beberapa menu makan siang dengan waktu yang singkat dan aroma masakannya pun selezat ini. Tanpa sadar, Darka pun melangkah mendekat menuju meja makan. Perutnya pun semakin berbunyi keras.
Tiara yang melihat Darka sudah duduk di kursinya, segera menyiapkan alat makan untuk pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu. Namun, Darka yang melihat hal itu segera berkomentar, “Memangnya kau pikir aku mau memakan masakan kampungan buatanmu ini?”
Selama lima hari ini, Darka memang hanya mau makan makanan yang dibuat oleh para pelayan. Itu pun, makanan yang belum pernah Tiara buat. Tiara cukup asing dengan resep dan bahannya, hingga dirinya tidak bisa membuat makanan itu sendiri. Jadi, karena kali ini tidak ada para pelayan yang membantunya, Tiara hanya bisa membuat menu makanan sederhana untuk Darka dengan resep yang ia ketahui dan familier baginya. Tiara berniat untuk mengatakan sesuatu pada Darka, tetapi suara bel menginterupsi niatan Tiara. Darka pun menatap istrinya dan berkata, “Buka pintunya!”
Tiara tentu saja tidak membantah dan segera beranjak menuju pintu utama dan membukanya sembari bertanya, “Iya, ingin bertemu siapa ya?”
Tiara memang tidak mengenal sosok yang berada di depan ambang pintu. Sosok itu adalah Jarvis yang memasang senyum lebar dan membuat sosoknya semakin terlihat tampan saja. Namun, Tiara yang tidak mengenal Jarvis segera memasang sikap siaga. Sikap yang membuat Jarviz hampir tertawa geli karena merasa itu sangat lucu. Sekali pun tidak saling mengenal, biasanya wanita hanya berekspresi malu-malu atau menggoda di hadapan Jarvis. Belum ada yang menampilkan ekspresi was-was seperti Tiara. Jadi, tentu saja saja Jarvis merasa jika Tiara ini sangat menggemaskan. Jarvis berdeham dan berkata, “Halo. Aku Jarvis. Aku sahabar dan rekan kerja Darka. Apa Darka ada di rumah?”
Mendengar apa yang dikatakan oleh Jarvis, barulah Tiara terlihat lebih santai daripada sebelumnya. Tiara pun tersenyum tipis dan mengangguk. “Iya, ada. Silakan masuk,” ucap Tiara dengan sopan membuka pintu lebih lebar agar Jarvis bisa masuk ke dalam rumah.
Tiara pun memimpin jalan membawa Jarvis menuju ruang makan di mana Darka masih berada di sana, sibuk dengan ponselnya. Jarvis yang melihat meja yang penuh dengan menu makanan, segera bersiul dan berkata, “Keputusan yang tepat aku datang ke mari. Aku bisa makan di sini saja.”
Darka yang mendengar suara Jarvis seketika mengangkat pandangannya dari layar ponsel miliknya dan menatap jengah pada Jarvis yang sudah duduk di kursi makan. Jarvis tersenyum lebar dan menyapa Darka. “Halo,” ucap Jarvis.
“Kenapa kau bisa tau rumah baruku dan kenapa kau datang ke mari?” tanya Darka.
“Aku tau dari Bayu. Dan aku datang untuk makan siang bersama dengan pasangan pengatin di hadapanku ini,” jawab Jarvis percaya diri.
Tiara pun menyiapkan gelas dan piring untuk Jarvis. Darka memang tidak berkomentar, tetapi ia menatap Tiara dengan tajam. Seolah-olah dirinya tidak suka Tiara melayani pria lain seperti itu. Meskipun terlihat kesal, Darka sama sekali tidak berkomentar. Ia hanya bersandar pada sandaran kursi dan mengamati apa yang dilakukan oleh Jarvis dan Tiara. Saat menyadari jika sang tuan rumah belum memulai makan, Jarvis pun bertanya, “Apa kau tidak makan?”
Darka menjawab, “Aku akan makan. Tapi pesananku belum datang.”
“Pesanan? Kau memesan makanan?” tanya Jarvis tidak percaya.
“Iya. Aku tidak mungkin makan makanan kampungan seperti ini,” ucap Darka frontal di hadapan Tiara yang terlihat tidak tersinggung sama sekali.
“Kalau begitu, silakan dimakan. Aku tinggal dulu sebentar,” ucap Tiara bangkit dari kursi yang ia duduki.
“Mau ke mana?” tanya Jarvis.
“Mau dzuhur dulu,” jawab Tiara pelan lalu beranjak pergi.
Jarvis terdiam. Ini memang sudah memasuki waktu dzuhur. Waktunya beribadah bagi umat muslim. Jarvis menatap kepergian Tiara dalam diam. Ada sesuatu yang terasa menyentuh hatinya. Namun, Jarvis pun berusaha untuk mengabaikan hal tersebut. Ia memilih untuk menatap makanan yang berada di hadapannya dan memulai acara makan siangnya dengan semangat. Meskipun menurut Darka masakan Tiara ini kampungan, tetapi menurut Jarvis berbeda. Ia sudah lama tidak makan masakan rumahan, dan ia cukup merasa penasaran dengan rasa dari masakan Jarvis ini. Apakah rasanya akan selezat aromanya. Begitu mengunyahnya pertama kali, Jarvis terlihat terkejut dan menatap Darka dengan ekspresinya yang tidak dibuat-buat.
Darka menahan tawa saat mengartikan ekspresi tersebut dengan ekspresi mual karena rasa makanan yang tidak sesuai dengan seleranya. “Apa kubilang? Masakannya itu kampungan. Dan pastinya tidak sesuai dengan lidah kita. Level kita dengannya sungguh berbeda,” ucap Darka dengan nada tajam.
Jarvis menggeleng cepat dan menelan makanannya sebelum berkata, “Kau gila?! Masakan istrimu benar-benar enak! Wah, kau sangat beruntung mendapatkan istri yang pandai memasak sepertinya! Selain cantik, dia juga pandai memasak dan mengurus rumah. Ini namanya jackpot!”
“Jangan membual! Jangan berlebihan. Mana mungkin masakannya selezat itu? Dan aku sama sekali tidak setuju dengan perkataanmu yang menyebutnya cantik. Dia sama sekali tidak cantik. Tubuhnya juga rata. Depan belakang sama ratanya,” cela Darka tidak berperasaan.
Jarvis menghela napas pelan. “Jangan mengatakan hal itu di depan istrimu. Dia pasti akan sangat terluka.”
Darka menelengkan sedikit kepalanya dan bertanya, “Benarkah?”
“Tentu saja. Istri mana yang tidak akan sakit hati disebut seperti itu oleh suaminya sendiri,” jawab Jarvis membenarkan.
“Kalau begitu, aku akan mengatakan hal itu tepat di hadapannya,” ucap Darka.
“Kau gila?” tanya Jarvis tidak mengerti dengan cara berpikir Darka.
“Tidak. Aku hanya ingin membuat dirinya sakit hati. Karena itu sangat menyenangkan bagiku,” ucap Darka dengan seringai yang mengerikan.