Aura gelap terlihat menyelubungi Darka yang kin tengah memimpin rapat direksi. Para bawahannya yang sebenarnya kebanyakan berusia lebih senior darinya tampak lebih berhati-hati dalam menyuarakan pendapat mereka. Meskipun Darka masih tergolong muda sebagai seorang pemimpin sebuah perusahaan sebesar persuhaan AR ini, tetapi kemampuan Darka tidak bisa dianggap remeh. Sebagai putra dari pasangan jenius Puti dan Nazhan, tentu saja Darka menuruni kecerdasan mereka. Jika mengenyampingkan sifatnya yang senang berfoya-foya dan bermain wanita, tentu saja Darka bisa dinobatkan sebagai seorang calon menantu yang akan sangat diminati oleh para ibu seantero negeri ini. Sayangnya, nama Darka sedikit memiliki cela karena kebiasaannya bermain dengan para wanita.
Meskipun Darka memang sudah tidak asing lagi dengan sebutan berengsek atau b******n, Darka tetap saja digandrungi oleh para wanita dari berbagai kalangan. Selain tampan, dan kaya raya, kabarnya Darka juga sangat memuaskan saat berada di atas ranjang. Karena itulah, para wanita yang sudah mengetahui jika Darka senang bermain wanita, merasa tertantang untuk menaklukan Darka. Sayangnya hingga saat ini tidak ada satu pun wanita yang bisa menaklukkan Darka, atau bahkan bisa mengikatnya hanya untuk satu orang wanita saja. Ingat, Darka adalah seorang pria yang layaknya seekor burung yang senang dengan kebebasan. Senang terbang ke sana ke mari, tanpa terbebani harus menetap di satu tempat terlalu lama.
Kembali ke situasi rapat yang terasa lebih menegangkan tersebut. Kini Darka mengernyitkan keningnya dalam-dalam dan menatap tajam pada seseorang yang tengah mempresentasikan perencanaan mengenai proyek akan segera dimulai pengerjaannya oleh perusahaan. Melihat ekspresi Darka tersebut, semua bisa menyimpulkan jika Darka yang memang sejak muncul tengah dalam situasi hati yang tidak baik, semakin merasa tidak senang dengan perencanaan yang tampaknya tidak membuatnya puas dan tidak sesuai dengan espektasinya. “Apa hanya ini yang bisa kalian persiapkan?” tanya Darka tajam.
Siapa pun yang mendengar pertanyaan tersebut menahan napas. Tentu saja, mereka bisa menilai dengan tepat bahwa saat ini Darka tengah merasa begitu kesal atas kinerja mereka yang tidak sesuai dengan harapan Darka. Namun, apa daya. Ini adalah hasil kerja keras mereka selama satu minggu. Menyusun program baru untuk perusahaan yang akan meluncurkan produk terbaru memang bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika atasan yang akan mengevaluasi hasil kerja mereka adalah Darka yang terkenal mewarisi sikap perfesionis Puti. Ayolah, siapa yang tidak akan tertekan saat harus bekerja dengan Darka? Karena inilah, banyak yang merasa begitu takjub dengan ketahanan Bayu yang bisa melayani Darka dengan setia selama bertahun-tahun, tanpa berpikir untuk melarikan diri karena sikap Darka yang pastinya selalu berubah menjengkelkan di waktu-waktu tertentu.
Jika pada dewan direksi mulai mengkerut karena menghadapi kemarahan Darka, maka Darka sendiri mengedarkan pandangannya pada semua anggota direksi yang mulai berkeringat dingin dan memucat. Tentu saja, Darka sendiri tahu jika semua orang tahu perihal dirinya yang kini terlihat marah. Namun, Darka sama sekali tidak peduli akan hal tersebut. Karena jujur saja, Darka memang memerlukan sesuatu sebagai pelampiasan kemarahan serta rasa tidak nyaman yang terus memenuhi hatinya sejak kemarin sore. “Apa kalian hanya ingin makan gaji buta? Apa kalian ingin merasakan dipecat secara tidak terhomat olehku?” tanya Darka lagi dengan nada yang semakin tajam saja.
Darka benar-benar tidak habis pikir dengan cara kerja para bawahannya. Padahal, Darka tahu jika usia mereka sudah tidak lagi muda, itu artinya sudah puluhan tahun mereka mengabdi di perusahaan ini, bahkan sebelum Darka memimpin. Sudah ada begitu banyak pengalaman kerja yang mereka miliki, tetapi kenapa mereka masih bekerja seperti ini? Sungguh mengecewakan. Sementara itu, semua orang yang mendengar pertanyaan sontak saja menggeleng dan mengatakan jika mereka tidak ingin dipecat oleh Darka. Ayolah, bekerja di perusahaan AR adalah pencapaian terbaik bagi karir mereka. Selain itu, gaji dan bonus yang diberikan oleh perusahaan ini jika dihitung-hitung lebih tinggi daripada perusahaan sejenis lainnya. Karena itulah, mereka enggan untuk berhenti atau bahkan dipecat dari perusahaan besar ini. Setidaknya, mereka akan berhenti sekuat tenaga hingga batas waktu pensiun mereka nantinya.
Melihat semua itu, Darka tak menahan diri dan memukul meja rapat panjang dengan sekuat tenagan hingga terdengar suara retak di sana. Semua orang bungkam dan semakin pucat saja. Tenang saja, suara retak tersebut bukan berasal dari tulang Darka yang retak, melainkan meja yang sebelumnya sudah Darka pukul tersebut. Bayu yang berdiri di belakang kursi yang diduduki Darka mengernyitkan keningnya dan mulai menghitung kerugian yang sudah dilakukan oleh Darka. Tentu saja Bayu harus mengganti meja rapat dengan meja baru karena ulah Darka yang sudah membuat meja tersebut rusak. Saat ini, Bayu mulai mendaftar satu per satu tagihan yang nanti akan ia minta pada Darka, jika Darka memang sudah memiliki uang.
Karena Bayu sendiri tahu, jika sampai saat ini Darka masih tidak memiliki uang karena semua fasilitas keuangannya masih diblokir oleh kedua orang tuanya. Bahkan, Bayu baru saja tahu jika beberapa hari ini Darka harus tinggal bersama kedua orang tuanya di kediaman Risaldi karena semua apartemennya juga sudah berada dalam pengawasan Puti serta Nazhan. Bayu hanya bisa menatap Darka. Pantas saja beberapa hari ini, Darka selalu tampak dalam suasana hati yang buruk dan membuat banyak ulah yang membuat Bayu merasa pening bukan kepalang. Namun, Bayu sendiri merasa prihatin dengan apa yang menimpa Darka. Malang sekali sang elang yang mencintai kebebasan ini. Pasti dirinya sangat stress karena tidak bisa menikmati dunia yang selama ini selalu ia tempati. Di sisi lain, Bayu merasa jika apa yang dilakukan oleh Puti dan Nazhan adalah hal yang tepat. Setidaknya, sekarang Darka tidak akan mengganggu waktu istirahat Bayu hanya karena meminta untuk dibelikan alat kontrasepsi.
Bayu dikejutkan dengan Darka yang tiba-tiba berdiri di hadapannya, untungnya Bayu bisa mengendalikan dirinya dengan baik hingga tidak membuat tingkah yang mempermalukan dirinya sendiri. Darka kini merapikan setelan jas yang ia kenakan dan berkata, “Urus semuanya. Besok, kita lakukan rapat ulang. Jika kalian tidak bisa membuat perencanaan yang memuaskan diriku, aku sama sekali tidak akan berpikir dua kali untuk membuat kalian menerima gaji terakhir sebagai pekerja di perusahaanku ini.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Darka pun berbalik dan melangkah meninggalkan ruang rapat tersebut. Tentu saja, Darka harus kembali ke ruangan kerjanya yang berada di lantai terartas perusahaannya ini. Bayu menyiapkan lift dan Darka pun bersandar di sudut ruang besi tersebut. Kening Darka kembali mengernyit dalam saat mengingat pembicaraan antara dirinya dan Tiara kemarin sore. Pembicaraan yang terasa menjengkelkan dan membuat suasa hati Darka memburuk hingga saat ini.
“Batalkan perjodohan kita!” seru Darka tanpa basa-basi pada Tiara.
Darka menatap Tiara yang sama sekali tidak terlihat terkejut. Seakan-akan, Tiara memang sudah memperkirakan hal inilah yang akan dibicarakan oleh Darka padanya. Jelas, Darka sangat tidak senang dengan reaksi Tiara. Mengapa Tiara seolah tenang saja saat dirinya diminta untuk membatalkan perjodohan mereka? Kenapa Tiara tidak menangis karena harus membatalkan perjodohan dengan pria semenawan dirinya? Namun, Darka segera berpikir rasional. Jika Tiara menangis, itu malah membuat situasi semakin runyam. Darka tidak mau dibuat repot dengan harus menghibur perempuan karena masalah itu. Tiara sendiri malah memasang sebuah senyum manis yang membuat sesuatu yang aneh menggeliat dalam hatinya. Darka tidak mengenali sensasi perasaan tersebut, tetapi Darka tidak berpikir dua kali untuk menekannya agar tidak semakin membesar. Tentu saja, Darka tidak mau teralihkan saat dalam pembicaran serius seperti ini dengan Tiara.
“Maaf, aku tidak bisa melakukan hal itu,” ucap Tiara dengan suara lembut dan ketenangan yang mengejutkan Darka. Bagaimana bisa Tiara bersikap seperti itu di situasi seperti ini?
Darka tentu saja merasa kesal dengan keputusan yang diambil Tiara. “Berapa uang yang kamu butuhkan untuk membatalkan perjodohan ini? Aku akan memberikan berapa pun itu, asalkan kamu mengatakan pada Mama dan Papa untuk membatalkan perjodohan yang mereka rencanakan,” ucap Darka.
“Bukannya saya tidak membutuhkan uang hingga menolak tawaranmu, tetapi saya menerima rencana perjodohan ini memang bukan karena alasan uang. Saya melakukan ini sebagai tanda balas budi atas semua kebaikan yang sudah saya terima dari Tuan dan Nyonya. Jadi, saya meminta maaf karena saya harus menolak apa yang Tuan Darka tawarkan dan minta dari saya. Jika Tuan masih ingin membatalkan perjodohan ini, saya sama sekali tidak keberatan. Tapi, Tuan sendiri yang harus membatalkannya,” ucap Tiara dengan senyum manis yang masih tak surut dari wajahnya yang cantik.
“Hah, balas budi?! Jangan berbohong! Kamu menerima perjodohan ini pasti karena silau harta, kan? Secara, jika kamu memang menjadi istriku, kamu akan resmi menjadi seorang istri dari pengusaha muda yang kaya raya. Selain itu, kamu juga akan menjadi orang kaya. Kamu tidak perlu memikirkan mengenai uang, karena semua yang kamu butuhkan akan tersedia. Jangan berpikir jika aku tidak akan mengetahui pemikiran busukmu!” seru Darka pedas.
Namun, Tiara masih saja tidak terlihat tersudut dan masih memasang senyum manisnya yang membuat Darka merasa terganggu. Rasanya, ingin sekali Darka membuat Tiara tidak tersenyum seperti itu, tetapi mengerang di bawah tindihannya dan ia hujam dalam-dalam dengan sentakkan ke—tunggu, sebenarnya apa yang Darka pikirkan? Apa saat ini dirinya tengah b*******h pada Tiara?! Hah, benar-benar konyol! Mana mungkin dirinya merasa b*******h terhadap wanita seperti Tiara. Wanita ini sama sekali bukan levelnya, hingga ia tidak mungkin merasa b*******h sedikit pun terhadap dirinya.
Meskipun kini pikiran Darka mulai melantur dan tatapannya pada Tiara berubah menjadi tatapan penuh gairah, Tiara sama sekali tidak menyadari hal itu. Gadis satu itu masih saja memasang ekspresi manis dan malah berkata, “Terserah Tuan Darka mau berpikir seperti apa. Tapi, keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan menghalangi jika Tuan memang menginginkan perjodohan ini dibatalkan. Tapi, saya tidak akan ikut campur dalam pembatalan perjodohan ini. Tuan harus berusaha sendiri.”
Darka mendengkus dank e luar dari lift, begitu pintu terbuka. Rasanya, sangat tidak mungkin jika Darka yang berusaha untuk membatalkan perjodohan antara dirinya dan Tiara. Darka sudah mengenal bagaimana karakter mama dan papapnya. Untuk saat ini, Darka yakin, kedua orang tuanya itu sama sekali tidak akan berbaik hati jika Darka masih saja menolak perjodohan ini. Jika sampai akhir Darka masih menolak bahkan membatalkan perjodohan ini secara sepihak, sudah dipastikan jika semua fasilitasnya akan dibekukan secara permanen. Jika seperti itu, sudah dipastikan jika Darka akan menjadi orang miskin baru.
Bayu membukakan pintu ruang kerja Darka, dan membuat Darka masuk ke dalam ruang kerjanya tanpa hambatan apa pun. Darka memilih duduk di sofa dan membiarkan Bayu yang kini tengah membuatkan kopi untuknya menggunakan mesin pembuat kopi canggih yang berada di salah satu sudut ruang kerjanya tersebut. Saat ini, Darka pun tengah memutar otaknya. Darka memang bukan anak manja yang hanya bisa mengharapkan fasilitas dan bantuan dari orang tuanya. Namun, situasi saat ini sangat berbeda. Jika Darka masih saja bersikeras atas apa yang ia inginkan, sudah dipastikan jika Puti dan Nazhan akan membuat sesuatu yang sangat menyulitkan bagi Darka.
Bayu selesai dengan tugasnya, dan menyajikan secangkir kopi untuk Darka. Saat itulah, Darka pun bertanya, “Apa sore nanti aku memiliki jadwal temu dengan para klien?”
Bayu mengingat jadwal Darka hari ini, lalu menggeleng. “Tidak, Tuan. Sore nanti, Tuan tidak memiliki pekerjaan atau pertemuan penting,” jawab Bayu.
Darka mengangguk dan meraih cangkir kopi sebelum menyesapnya nikmat. Bayu memperhatikan Darka, karena dirinya yakin Darka akan mengatakan sesuatu padanya. “Kalau begitu, nanti aku akan pulang lebih awal,” ucap Darka sembari meletakkan cangkir kopinya kembali ke atas meja.
Saat melihat Bayu yang mengangguk, Darka pun menambahkan, “Tapi rahasiakan ini dari Papa dan Mama. Jika sampai mereka tau jika aku pulang lebih awal, dan tidak segera pulang ke rumah, maka aku akan membuat gajimu terpotong selama enam bulan.”
“Saya jelas akan berhati-hati,” ucap Bayu cepat. Ayolah, jika sampai gajinya dipotong selama itu, bisa-bisa setiap hari Bayu akan mendengarkan ceramah panjang dari kekasihnya yang memang sangat teliti dalam masalah keuangan. Karena itulah, Bayu akan sangat berhati-hati agar semuanya terkendali sesuai dengan keinginan Darka.
* * *
Di sudut kafe, Tiara tampak duduk tenang menunggu kedatangan Darka. Ya, Tiara memang datang ke kafe atas panggilan Darka. Entah dari mana Darka tahu nomor ponselnya, tetapi Tiara tidak memikirkan hal itu lebih jauh dan memilih untuk datang ke kafe setelah meminta izin pada Sekar. Tentu saja, Tiara tidak meminta izin untuk bertemu dengan Darka. Karena Darka mengatajan jika pertemuan mereka kali ini harus dirahasiakan dari siapa pun.
Tiara menyesah jus melon yang ia pesan, saat itulah Tiara melihat Darka yang memasuki kafe masih dengan setelan jas kerja yang ia kenaka. Tiara sama sekali tidak menunjukkan kode jika dirinya sudah berada di sana, karena rupanya Darka langsung melihatnya dan segera melangkah mendekat serta duduk di kursi yang satu meja dengan Tiara. Darka kini duduk berseberangan dengan Tiara yang tampak manis dengan gaun berpotongan kuno. Menurut Darka, pakaian seperti itu sudah tidak zaman, apalagi jika dikenakan oleh perempuan muda seperti Tiara. Apakah Tiara sama sekali tidak merasa malu mengenakan gaun seperti itu dan ke luar dari panti?
Namun, Darka tidak berniat untuk mengomentari gaya berpakaian Tiara tersebut. Saat ini, Darka harus segera memulai pembicaraannya dengan Tiara. Karena Darka sama sekali tidak ingin membuang waktu lebih lama di sini. Ia harus segera pulang, sebelum waktu makan malam tiba. Jika sampai dirinya terlambat, papa dan mamanya pasti akan merasa curiga dan dengan mudah membaca apa yang sudah ia rencanakan secara diam-diam. Darka memesan kopi sebelum menatap Tiara dan berkata, “Seperti yang kau ketahui, aku mengajakmu bertemu di sini bukan tanpa alasan. Aku ingin bernegosiasi denganmu.”
Tiara mengernyitkan keningnya tipis, tetapi tidak menahan diri untuk mengangguk. Tentu saja, Tiara harus mengangguk agar menjadi tanda jika dirinya memang mengerti dengan apa yang diutarakan oleh Darka sebelumnya. “Negosiasi seperti apa yang Tuan bicarakan?” tanya Tiara ingin mendengar kelanjutan dari apa yang sudah dikatakan oleh Darka sebelumnya.
“Sebelum itu, lebih baik kau berbicara lebih santai denganku. Tidak perlu memanggilku dengan panggilan Tuan. Kau bukan bawahanku, dan jika negosiasi ini kita sepakati bersama, kau harus membiasakan diri dengan panggilan yang lebih santai di antara kita,” ucap Darka.
Jawaban yang diberikan oleh Darka tersebut membuat Tiara tidak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ia berpikir harus memanggil Darka dengan panggilan apa. Rasanya, menggunakan panggilan bapak, Darka terasa terlalu muda untuk dipanggil dengan panggilan tersebut. Ya walaupun, usia Darka memang tidak semuda itu. Hanya saja, Tiara merasa panggilan itu terasa terlalu tidak cocok. Jika Tiara menggunakan panggilan kakak, Darka terlalu dewasa untuk mendapatkan panggilan tersebut. Tiara pun terjebak dengan pikirannya sendiri, dan tidak menyadari jika Darka kini tengah menatapnya dengan jengah. Darka bukan orang bodoh yang tidak bisa mengetahui apa yang tengah dipikirkan oleh Tiara saat ini. Apa yang dipikirkan oleh Tiara rasanya sudah tercetak dengan jelas pada wajah manisnya itu. Darka kesal karena Tiara terlalu polos seperti itu.
Ketika pelayan selesai menyajikan kopi yang dipesan oleh Darka, saat itulah Darka mengetuk meja dan menyadarkan Tiara dari dunianya sendiri. “Letakkan dulu apa pun yang saat ini tengah kamu pikirkan. Karena apa yang akan aku katakan jelas lebih penting daripada itu,” ucap Darka.
Tiara yang mendengarnya tentu saja menurut dan kini menatap Darka dengan fokus. Sayangnya, wajah serius Tiara yang kin tengah menatanya dengan fokus, malah membuat Darka hampir kehilangan fokus. Darka sama sekali tidak mengerti. Kenapa dirinya bisa seperti ini saat berhadapan dengan Tiara? Rasanya, sangat konyol. Kenapa dirinya bisa hampir kehilangan fokus saat menghadapi perempuan yang bahkan tidak selevel dengannya, sementara selama sejarah hidup Darka sendiri, Darka tidak pernah kehilangan fokus saat berhadapan dengan siapa pun. Apalagi saat berhadapan dengan wanita. Bukan Darka yang akan dipermainkan emosinya, tetapi wanita. Hal itulah yang selalu membuat Darka berhasil membawa begitu banyak wanita untuk menghangatkan ranjangnya dan bersenang-senang selama satu malam dengan mereka, sebelum membuang mereka begitu saja.
“Negosiasi yang aku bicarakan adalah, aku akan bersedia untuk menikahi dirimu, dengan beberapa persyaratan yang perlu kamu penuhi dalam pernikahan ini,” ucap Darka.
“Kenapa aku harus memenuhi persyaratan itu? Dan memangnya, apa saja persyaratan yang perlu aku penuhi?” tanya Tahani seolah-olah tidak merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Darka. Tentu saja hal itu membuat Darka separuh merasa kesal, dan separuh merasa agak tenang karena sepertinya negosiasi ini akan berjalan lanacar.
“Karena kau mengatakan jika kau ingin berbalas budi pada kedua orang tuaku, bukan? Itu artinya, pernikahan ini memang harus berlangsung. Alasan yang kamu miliki itu pun, membuat aku mendapatkan sebuah ide. Aku juga butuh status pernikahan ini, jadi rasanya tidak masalah jika kita sama-sama mendapatkan keuntungan dalam pernikahan kita. Aku rasa kamu tidak akan keberatan dengan persyaratan yang akan aku sebutkan. Pertama, aku tidak ingin kamu mencampuri urusan pribadiku. Terutama perihal hubunganku dengan wanita mana pun, sebab meskipun kamu sudah menjadi istriku, kamu tidak akan mendapatkan tubuh bahkan hatiku. Kedua, kamu tidak bisa menuntut hak sebagai istri dariku. Termasuk perihal nafkah. Ketiga, kamu tetap berkewajiban melaksanakan setiap tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang istri, tanpa terkecuali. Termasuk, harus mematuhi setiap yang aku katakan.”
Setelah mengatakan hal itu, Darkan pun mengamati reaksi yang ditunjukkan oleh perempuan yang duduk di hadapannya ini. Tiara tentu saja sudah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Darka dengan jelas. Ekspresi Tiara bahkan terlihat begitu serius, tanda jika dirinya memang mempertimbangkannya dengan baik-baik. Setelah dipikirkan secara saksama, Tiara pun mengangguk tanpa ragu. Tiara memang tidak mengharapkan apa pun dari pernikahan ini, selain dirinya yang bisa membalas budi pada Nazhan dan Puti dengan membuat keinginan mereka terwujud, maka rasanya tidak ada salahnya Tiara menyetujui apa yang diinginkan oleh Darka. Namun, reaksi cepat yang diberikan oleh Tiara sedikit banyak membuat sisi hati kecil Darka merasa tercubit. Ayolah, apakah Tiara sama sekali tidak merasa jika Darka adalah sosok pria yang sangat memesona.
Apakah, Tiara yakin selama pernikahan mereka nanti, dirinya tidak akan tergoda dan pada akhirnya jatuh hati padanya? Jika sudah jatuh hati, Darka yakin jika Tiara akan melupakan kesepakatan yang sudah dibuat bersama ini. Darka juga lebih dari yakin, jika nantinya Tiara malah menuntut banyak hal sebagai seorang istri yang memang sudah jatuh hati pada suaminya. Itu jelas akan menjengkelkan bagi Darka, dan memperumit situasi. Darka tidak ingin terikat secara mental dengan Tiara. Cukup hanya status mereka saja yang disebut sebagai suami istri, Darka tidak ingin lebih dari itu. Namun, untuk saat ini Darka lagi-lagi harus menekan apa yang ia rasakan. Karena Darka memang harus memprioritaskan apa yang lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu.
“Aku setuju dengan semua syarat yang kamu ajukan,” ucap Tiara memperjelas apa yang ia putuskan.
Darka mengangguk. “Kalau begitu, kita bisa melanjutkan rencana pernikahan ini. Tapi, ingat satu hal. Aku menerima rencana perjodohan ini, hingga bersedia menikahimu, bukan karena aku ingin menjadikanmu sebagai istriku.” Darka menatap datar pada Tiara yang masih menatapnya dengan kedua netranya yang menyorot dengan indahnya. Darka menepis perasaan aneh yang lagi-lagi datang dan menghampiri hatinya. Darka mengetatkan rahangnya.
Darka pun melanjutkan perkataannya dengan ucapan tajam yang menusuk, “Aku menerima pernikahan ini tak lain, karena aku ingin bebas. Ya, aku akan mendapatkan sebuah kekebasan mutlak, dengan berkedok pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi tameng bagiku. Dan tentu saja, kau akan menjadi salah satu orang—ah, maksudku alat yang akan aku manfaatkan. Jadi, jangan bermimpi jika kehidupan pernikahan kita akan terasa normal seperti pernikahan pada umumnya.”