First Story of Cestovatel (Ray)

1024 Kata
 (Ray)Hari itu adalah hari bagi para prajurit baru untuk bergabung dan berlatih langsung dengan para prajurit lainnya, saat ini mereka tengah berkumpul di lapang latihan. “hei, namaku philip! Aku adalah seorang pengelana” ucap seorang pemuda dengan tubuh yang tidak sebesar para prajurit baru yang ada di sana, namun tak ada satu pun orang yang menanggapinya hingga sebuah tepukan pelan di bahunya saat itu membuatnya menoleh ke arah belakang, seorang lelaki tinggi dengan tubuh yang proposisional sebagai seorang prajurit sejati itupun tersenyum padanya, “hai philip, aku Romeo” ucapnya memperkenalkan diri dan membuat Philip segera menjabat tangan orang tersebut,“kalau boleh kutahu, kenapa kau mengikuti pendaftaran ini? Bukankah kau mengatakan bahwa kau adalah seorang Pengelana?” pertanyaan yang dilontarkan oleh Romeo membuat Philip kembali mengangguk, “aku sengaja mendaftar, karena aku tahu bahwa itu adalah satu-satunya jalan agar aku bisa berhadapan langsung dengan Pengelana Ray!” ucapnya dengan antusias, mendnegar hal itu membuat Romeo terkekeh karenanya, “jadi, kedatanganmu kemari karena ingin bertemu dengannya??” pertanyaan Romeo kembali diberi anggukan semangat olehnya, “ apa kau mengetahuinya? Dia dan Alexandra adalah pengelana Abadi yang menetap di kerajaan ini, seharusnya kau bangga karena mereka memutuskan untuk menetap di sini” ucapan Philip saat itu mengundang tawa beberapa prajurit lainnya, sedangkan dia yang ditertawakan kini menoleh membalas mereka dengan tatapan bingungnnya, “apakah kau tahu, kenapa dia abadi??” sebuah pertanyaan terlontar dari mulut seorang prajurit lainnya yang kini berjalan dan mendekati Philip seraya menatapnya dengan tatapan yang meremehkannya, dianggukannya kepala Philip, “karena mereka adalah pengelana terkuat, mereka abadi karenanya!” jelas Philip lagi, dan kiti tawa itu semakin kencang, seolah anak itu adalah anak yang bodoh. Namun tidak dengan Romeo yang kini hanya menoleh ke arah mereka-mereka yang menertawai Philip dengan tatapan yang lumayan terganggu karenanya, “mereka abadi karena terkutuk, mereka bukanlah pengelana yang kuat, tapi me- “aku adalah Pengelana yang terkutuk, terkutuk karena sebuah kesalahan yang fatal yang membuatku akhirnya harus melihat kalian-kalian yang tengah berbincang mengenai hal yang tidak penting dan yang merugikan kalian sendiri di tengah lapang perang ini” menyadari kehadiran Ray di tengah perbincangan mereka, membuat seluruhnya kembali berbaris ke posisi masing-masing dan terdiam dengan beribu bahasanya, mereka takut jika permasalahan sepele seperti saat ini akan membuat mereka dikeluarkan dari pelatihan yang telah mereka jalani cukup lama dan cukup melelahkan. Kedua mata hazel tajam milik Ray kini menatap satu persatu Prajurit yang kala itu berbaris tepat di hadapannya, “kuanggap kejadian beberapa saat yang lalu adalah peristiwa tujuh puluh tahun yang lalu, ketika aku mengusir mereka-mereka yang tengah berbicara mengenai hal yang tidak penting di tengah lapangan ini” penjelasan Ray semakin membuat mereka-mereka para Prajurit yang berbaris semakin menundukkan kepala mereka dengan dalam, mereka merasa bodoh karenanya. “mari kita memulai bahasan yang pertama, mengenai peraturan dan sanksi seorang Prajurit” kedua mata Ray kini menoleh menatap salah seornag Prajurit lama yang berdiri tepat di sampingnya itu kemudian berjalan dua langkah dari tempatnya dan kemudian mengucap peraturan-peraturan serta sanksi yang akan diterima oleh mereka di luar kepala(mengingat peraturan dan sanksi tersebut). “Praturan Perundang-undangan Kerajaan Valens!, satu….- … Waktu menunjukkan pergantian antara siang dan malam, cahaya lembayung saat itu memenuhi lapangan, taman serta lorong kerajaan yang langsung menerima sinar dari mentari sore. Ray, yang saat itu telah menyelesaikan tugasnya dalam membina para Prajurit baru, kini terduduk di dinding salah satu lorong yang membelakangi cahaya mentari sore, hingga rasanya ia berada di satu sisi yang berbeda dengan kehidahan warna orange yang menghiasi sekitar wilayah kerajaan. Ia terduduk seraya membaluti lengan kirinya yang saat itu dipenuhi oleh sebuah tatoo kutukan dengan sebuah perban baru berwarna putih, “kau masih saja melakukannya” sebuah suara dari seorang wanita yang tentu ia kenali membuatnya tersenyum dan menoleh demi menatap kedatangan Alexandra yang kala itu membawa sebuah cawan berisikan air untuk dirinya, “aku tidak mungkin memperlihatkan tanda ini kepada mereka, atau mereka akan mundur sebelum berperang setelah melihatnya” jelas Ray seraya mengambil cawan tersebut dan meneguknya dengan tenang, “bukan itu yang kumaksud, bodoh!” mendengar ucapan Alexandra saat itu membuatnya menoleh untuk menatapnya dengan sebelah alis yang ia angkat ke atas, mendandakan bahwa ia tidak mengerti dengan apa yang ia maksud, melihat reaksi Ray membuatnya menghela nafas dan berucap, “pembahasanmu… sudah lebih dari satu abad ini kau masih menekankan peraturan itu kepada para Prajurit, tidakkah kau merasa bosan karenanya?” ucapan Alexandra membuat Ray terdiam dan terlihat enggan untuk membahasnya, namun Ray menggeleng dengan pelan setelahnya, “tidak, aku tidak akan pernah bosan untuk mengingatkan mereka akan peraturan-peraturan itu” ucap Ray yang kini beralih menatap Alexandra dan tersenyum, “karena aku tidak mau mereka berakhir sepertiku dan melakukan suatu kebodohan seperti dirimu” sambung Ray, mendengar ucapan Ray yang menurutnya menyebalkan, membuat Alexandra kini memukul bahunya yang tengah tertawa dan mendorongnya hingga terjatuh dari posisi duduknya saat ini, “kau yang bodoh! Sudahlah, aku akan kembali untuk membuat hidangan makan malam!!” gumam Alexandra dengan kesal, ia segera bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi Ray yang kini mengusap bahunya dengan pelan dan tersenyum melihat kepergian Alexandra dari sana. Setelah Alexandra benar-benar menghilang dari pandangan Ray, senyuman yang ia tunjukan pun menghilang dan digantikan dengan Ray yang termenung mengingatnya. Kebodohan yang dilakukan Alexandra merupakan satu tindakan yang berani yang telah ia lakukan demi menyelamatkan Ray dari siksaan kejam yang hendak dilakukan oleh Raja Muller VII, kebencian sang Raja kepada Ray saat itu, membuatnya amat kalap hingga dengan tega mengutuk Ray menggunakan kutukan abadi dan hendak melakukan sebuah rencana penyiksaan yang tidak akan pernah masuk di dalam akal manusia yang menyaksikannya, dan bahkan rencana itu tidak akan pernah di mengerti dan tidak akan pernah terpikirkan oleh mereka-mereka yang tidak memiliki satu jalan pikiran dengan sang Raja. Sebuah tindakan Alexandra lah salah satu hal yang membuat Ray menyesal hingga detik ini, selain ia menyesali peraturan fatal yang telah ia langgar sebelumnya. Ya… ini sudah lebih dari satu abad, namun aku dan dia masih menjalani hukuman darinya, perjalananku masih panjang dan tidak akan berakhir. Itulah yang ada di dalam pikirannya saat ini, pandangannya kini beralih menatap langit sore yang indah itu. Maaf aku tidak bisa menemuimu di sana, jangan pernah menungguku di atas langit itu, Shiwa. Menyadari tak ada lagi waktu untuknya beristirahat, Ray segera bangkit dari tempatnya dan berjalan pergi menuju perbatasan untuk memantau situasi di sekitar Kerajaan, ia menjalankan aktivitasnya seperti biasa.   …  to be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN