Secret

2139 Kata
Keesokan harinya, hari kedua pernikahan. Mereka memutuskan untuk menyambangi rumah kedua orang tua Haris, karena memang seluruh keluarganya telah menunggu sebelum berangkat kembali ke Belanda. Haris dan Sonya sepakat mengatakan jika rencana pernikahan itu sengaja di buat dengan nama orang lain karena menghindari musuh Haris mencelakai Sonya. Begitulah cara Haris melindungi wanita yang benar-benar ingin dia persunting menjadi istrinya. Dan keluarga besarnya termasuk sang ayah Agung Harvey Soedjianto memahami maksud sang putra yang menilai kritis dalam setiap mengambil keputusan. Meski Haris anak kedua, tapi dirinya adalah pengelola group perusahaan sang ayah karena kecerdasannya. Meski dirinya memiliki kebiasaan buruk dalam hal percintaan. Ruang keluarga itu terasa begitu hangat karena sambutan seluruh keluarga Haris. Tak satupun keluarga Haris tak menerima Sonya sebagai menantu di rumah itu. Hal itu sedikit membuat Sonya bernafas lega. Haris lupa, memberitahu Sonya untuk tidak berlama-lama berbicara dan menatap wajah Dewa sang adik. Dewa sang adik memiliki kemampuan psikologi yang baik dalam menilai karakter lawan bicara dan mengetahui kebenaran yang di ucapkan lawan bicaranya. "Nak Sonya, semoga rumah ini tidak membuatmu kesepian, ya..." Ucap sang ayah yang langsung di timpali sang istri "Biar gak kesepian, segera kasih cucu dulu, lihat kakak dan adik iparmu masih belum ada tanda-tanda akan menikah, Haris memang yang terbaik untuk mempertahankan keturunan di rumah ini..." sahut sang ibu menatap Sonya yang tertunduk dengan wajah memerah. "Tujuan pernikahan-kan harus mencintai dulu, Mam. Baru punya anak..." celetuj Dewa yang sedari tadi terdiam sembari memperhatikan mimik wajah sang kakak ipar. " Dewaa...karena mereka saling mencintai makanya mereka menikah Nak, pengorbanan kakakmu sangat besar untuk pernikahan ini, jangan sembarangan ngomong..." jawab sang ibu, di barengi dengan Haris yang menatap Sonya terkejut melihat respon sang adik. Tak ingin memperkeruh suasana, Haris langsung mengalihkan perhatian, sedangkan Sonya menatap Haris kawatir, dia kawatir kebohongannya akan terbongkar. Bagaimana ini? Mengapa Dewa seolah mengetahui bahwa kami menikah tanpa cinta? Ataukah dia mengetahui kejadian sebenarnya? Bukankah saat itu hanya aku dan asisten pribadi Haris. Aku harus bagaimana ini? Aku tak ingin menyakiti orang lain dengan kebohongan yang aku sendiri juga tak menginginkan ini semua, tapi semua telah terlanjur terjadi. "Mas Haris. Jadi antar obat ibu? Kalau gak biar Sonya minta tolong kak Dina..." Kalimat Sonya membuat Haris terhenyak. Dia terdiam mematung sejenak, terkesima keyika sang istru memanggilnya dengan sebutan " Mas" Entah mengapa dia tiba-tiba menukai dan merasa nyaman dengan panggilan itu, itu membuatnya tersenyum meski dia juga tidak memahami maksud Sonya, yang dia sadari adalah Sonya mengimprovisasi agar keluar dari pembahasan perihal momongan. "Ohh, iya. Yasudah ayo bersiap. Pah, mah. Kita pergi kerumah Sonya dulu ya, mau anterin obat ibunya yang habis..." Kalimat Haris di sambut senyum miring Dewa. "Haris. Lain kali urusan mertuamu jangan sampai terabai lagi, kau menikahi putrinya maka harus memperhatikan kedua orang tuanya…” Ucap Agung sang ayah. “Mam, sebelum berangkat kita sempatkan mengunjungi besan, ya?” ucap pria tua itu menoleh kearah istrinya. “Boleh, Pah. Ga harus lama, setidaknya biar besan juga merasa di hargai. Masak menjelang pernikahan mereka kita sama sekali tidak ada bertemu besan. Haris juga sih hang salah, ngabarin kita nikah berasa ngabarin lahiran, mendadak banget…” gerutu sang ibu, di sambut senyum oleh Sonya. Entah mengapa Sonya menyukai keluarga itu, kehangatan kedua orang tua Haris memang membuatnya nyaman. Kedua orang tuanya sebaik ini, tapi kelakuan anaknya mengapa begitu? Hmm “Nak Sonya, sampaikan salam kami untuk kedua orang tuamu, ya? Dan katakan pada mereka besok pagi kami akan berkunjung untuk silaturahmi kesana…” ucap sang ihu membuat Sonya tersadar dari lamunannya. “Baik, Ma. Akan Sonya sampaikan…” jawabnya sembari tersenyum manis. “Sayang, kok masih duduk? Ayo perjalanan gak deket belum kena macetnya lagi. Mam…kita cabut dulu ya, nanti kalau mau makan, lanjut aja mungkin kami telat pulang…” jawab Haris sembari menatap tajam ke arah Sonya yang terlihat duduk dengan nyaman di sofa ruang keluarga mereka. “Dihh! Pengantin baru ngomong pake melotot mata…” Dewa terkekeh,”Aww!! Sakit mam!” teriaknya karena sang ibu mencubit pahanya. “Jangan biasakan mencampuri urusan rumah tangga kakakmu, urusin aja kuliahmu, gimana perkembangan kuliahmu?” ucap sang ibu sembari menatap kearah putranya dengan tatapan mengintimidasi. “Sonya pamit, Ma…Pa…” Sonya menyalam kedua tangan mertuanya lalu menoleh kearah Dewa “Kakak pergi dulu ya, Dek…” Akhirnya mereka meninggalkan rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya sementara. Ayah dan ibu Haris ingin mereka menempati rumah itu minimal satu tahun setelah pernikahan, agar mereka tidak begitu kehilangan Haris setelah menikah yang tentu saja nantinya akan disibukkan dengan keluarga kecilnya. Meskipun saat ini mereka tidak tinggal di Indonesia karena mengurusi ibu mertua yang sakit di negeri Kincir Angin. Haris melajukan mobilnya meninggalkan rumah megah itu dan sengaja mengemudi sendiri. Karena banyak yang ingin dia katakan pada sang istri dan dia tak ingin orang lain mengetahuinya. “Terimakasih karena telah berhasil membuat kedua orang tuaku mempercayai kebenaran pernikahan ini…” ucap Haris memecahkan keheningan dan kekakuan diantara keduanya. Sonya menoleh kearah Haris tak percaya pria itu mengucapkan kalimat itu kepadanya. “Aku hanya menjalani peran saja…” jawab Sonya singkat. Jawaban Sonya membuat Haris menggerutu dalam hati. Njirr! Sombong bener. Gue ngucapin terimakasih dia cuma jawab gitu, dan itu, wajahnya datar banget. Ni cewek ngeselin sumpah! Maunya apasih!!. Disaat bersamaan ponsel Haris bergetar, terlihat di layar ponsel Ddrrrrtttt…ddrrrttt…derrtttt Haris mendengkus kesal, lalu mengambil sen kiri mobil untuk mengambil posisi parkir di pinggir jalan. “Bentar, ya?” ucapnya kearah sang istri. Sonya hanya mengangguk perlahan. “Jangan bilang lo mo minta maaf atas kelakuan kemarin malam ya? Gue kaga bisa maafin gitu aja!” ucap Haris tanpa mengucapkan kata halo atau basa-basi yang lain. Tentu saja kalimat yang terlontar dari bibir sang suami membuat Sonya membelalak lebar. Terburu-buru dia menoleh kearah samping untuk mengontrol emosinya. Tanya-kah? Jadi Tanya menghubungi Mas Haris dengan mudahnya. Dan Mas Haris mengangkat panggilam itu dengan santai, sampai menyempatkan waktu sengaja minggir agar ngobrol lebih leluasa. Ternyata pengorbananku memang tidak ada gunanya. Perawan yang telah aku persembahkan dengan keadaan terpaksa tak jua mampu membuat suamiku melupakan sosok keponakanku sendiri. Sabar Sonya! Dari awal kau memang tidak pernah ada, hanya kebetulan hadir sebagai peran pengganti. Sayangnya kau terlalu baper. Hah? Baper? Mungkinkah aku terlalu baper, atau aku yang terlalu berharap? “Lo lagi sama siapa?” tanya suara dari seberang membuat Sonya kembali mengerutkan dahi. “Kalau udah punya bini, tentu kemana-mana bareng bini dong! Emang situ dokter spesialis bedah ternama. Cucu pengusaha terkenal, tapi yang namanya cewek? Jauuhh!!” ejek Haris sembari tertawa membuat Sonya bernafas sedikit lega, setelah mendengar bahwa penelpon di seberang adalah seorang pria. Syukurlah. Ternyata bukan Tanya. Aku tidak sanggup jika di hadapkan pada kenyataan kami bertemu dengan Tanya. Sonya menghela nafas perlahan lalu menghembuskannya. Membuat Haris menoleh kearah sang istri. “Sorry, Bro! Gue kemarin kaga niatan ikutan maksain lo mabok. Cuma naluri ke jombloan gue iri aja—gitu ngeliat lo mau malem pertama…” jawab Samuel sambil terkekeh dari seberang. “Dokter Sam, makanya buruan lo cari calon. Udah ahh! Gue mo jalan dulu, mau anter bini ke rumah nyokapnya…” jawab Haris sembari mematikan ponselnya ( Dokter Samuel ada di cerita Jejak Luka Cameella ) “Kamu mau kemana. Ada tempat yang mau kamu tuju? Aku mau ketemu temen-temen dulu…” ucap Haris kemudian menatap kearah Sonya. “Anterin aku kerumah Ibuku, aku harus minta maaf karena menikah tak mengabarkan beliau…” jawab Sonya singkat. “Yasudah—, aku anter sekalian memperkenalkan diri ke beliau. Harus begitukah?” tanyanya lagi menatap Sonya. Mereka akhirnya mengunjungi rumah yang di tinggali ibu Sonya dan Sonya selama ini. Yang membuat Haris terkejut adalah ketika pertama kali menyapa sang mertua prempuannya itu, wanita tua itu menjelaskan bahwa selama ini mereka tinggal hanya berdua dengan Sonya. Hingga membuat Haris bertanya-tanya dalam hati. Ada apa sebenarnya dengan kehidupan istriku, mengapa dirinya tidak tinggal di rumah mewah bersama ayahnya atau kakek dari Tanya, bukankah rumah yang Tanya tinggali bersama ibunya adalah rumah ayah Sonya? Dan rumah itu lebih layak di banding dengan yang dia tinggali ini. Ada sesuatukah yang tidak aku ketahui? Mengapa ibu Sonya terlihat menderita? Kalau dari cerita yang di lontarkan ibu Sonya, mereka tinggal berdua selama ini, ahh! Sekacau inikah kehidupan keluarga istriku? Apakah mereka adalah golongan orang-orang yang dapat di percaya? Melihat sang suami tampak begitu ragu tentangnya, setelah melihat keadaannya dan sang ibu, membuat Sonya memberanikan diri berkata. “Kenapa mas Haris membawaku kesini? Aku gak enak sama ibu, Mas…” tanya Sonya membuat Haris menghela nafas. Ataukah Mas Haris takut kalau aku dan ibu akan membebaninya setelah melihat keadaanku? Dia kawatir aku akan menjadi benalu? “Kamu gak ingin cerita sesuatu denganku? Atau mengungkapkan sesuatu?” tanya Haris sembari menatap sang istri penuh selidik. “Mas Haris tenang aja ya, aku bisa menjamin bahwa aku dan ibu tidak akan membebankan mas Haris, meskipun kami dalam kondisi seperti ini, kami terbiasa mandiri kok…” Haris menoleh sembari mengerutkan dahinya. “Maksudmu?” Sonya tersenyum getir, lalu menelan ludahnya. “Mas Haris gak usah kawatir, meskipun ibu sakit-sakitan gitu, dan harus chek-up rutin, tapi aku pastikan tidak akan merugikan mas Haris dan mengambil keuntungan dari pernikahan ini…” Haris menoleh dan menatap tajam sang istri yang terkesan menyepelekan kemampuannya dari kalimat sang istri. Lancang sekali wanita ini menjengkali kemampuanku, sebagai Haris Soedjianto Harvey! Dia tidak tahu seberapa banyak kekayaanku?! Beraninya dia bersikap sombong terhadapku. “Ka-kau!!” Suara Haris meninggi, membuat Sonya terkejut dan menundukkan kepalanya. “Mas—, jangan berteriak, Ibu bisa denger suara dan bisa kambuh sakitnya…” ucap Sonya sembari meninggikan sedikit suaranya membuat Haris menoleh menatap tajam kearah wanita yang telah melukai harga dirinya. Sonya menggenggam tangan pria itu, tapi secara spontan dia mengibaskan tangannya, sembari membuka pintu mobil dan keluar dari mobil berjalan kearah masuk. Jantung Sonya mau copot rasanya menghadapi tingkah Haris yang naik turun masih tidak stabil. Dia mengejar sang suami karena tak ingin sang suami berbuat macam-macam terhadap ibunya. Sedangkan ibunya sudah tenang dengan perkenalannya tadi, tampak jelas aura bahagia terpancar di balik wajah tuanya. Sehingga membuat Sonya merasa lega melihat sang ibu tampak merestui pernikahannya dan bukan bersedih karena dirinya menikah tak memberitahukannya. Barusaha Sonya hendak masuk ke dalam rumah untuk mencegah sang suami berbuat aneh-aneh dan membuat sang ibu shock, sebuah suara memanggilnya. “Sonya!” Sonya menoleh dan menghentikan langkahnya sembari menghela nafas lemah. Tapi terpaksa dirinya harus tersenyum menanggapi tetangga yang selama ini telah baik pada keluarganya. “Bude Darmi…” “Selamat ya, Nduk. Bude gak nyangka kowe bisa menikahi konglomerat kaya, pernikahanmu, meski Bude gak di undang tapi Bude bahagia, akhirnya anak baik jodohnya Masha Allah! Ohh, ya. Makasih bingkisannya, mewah banget, Bude akhirnya punya barang mewah…” Sonya hanya tersipu malu, dan sedikit bersyukur, bingkisan dadakan yang di belinya bersama sang suami untuk di bagikan kepada seluruh tetangga kanan-kiri di terima dengan baik. Sementara di dalam rumah, tampak Haris tengah memijiti pundak ibu mertuanya. “Nak Haris, terimakasih sudah mempersunting Sonya yang keras kepala itu, ya Nak. Jangan lelah membimbing dia, masa mudanya hanya untuk merawat ibu saja…” “Haris yang merasa bersyukur, Bu. Karena telah menikahi wanita seistimewa Sonya, meskipun dia sedikit keras kepala, tapi semoga Haris selalu di berikan kelapangan untuk mendidiknya, bantu Haris ya Bu…” Wanita tua itu tersenyum senang. Dia tengah duduk menikmati siaran televisi sederhana di dalam rumahnya, duduk di atas kursi roda dengan wajah sumringah dan tak henti menatap kearah sang menantu. “Bu, karena ibu hanya berdua, jadi nanti Haris akan mengirim orang untuk membantu segala kebutuhan ibu dan melayani ibu disini, jadi sepeninggal Sonya, ibu tidak merasa kehilangan…” Wanita tua itu meneteskan bulir bening sembari menggeleng perlahan, Haris dengan lembut mengusap air mata itu dan merapikan rambut yang telah memutih menghias kepalanya di balik songkok usangnya. “Jangan Nak, ibu sudah terbiasa sendiri kalau Sonya bekerja, ibu ini wanita mandiri, jangan kawatir. Ibu ndak mau Sonya nanti marah ke Ibu. Sudah urus saja rumah tangga yang baru kamu bangun itu, Nak…” Haris menggeleng perlahan “Ibu kalau gak mau Sonya marah, ibu ikuti apa yang Haris minta, nanti kalau waktunya sudah tepat, baru kita berobat ke luar negeri. Untuk sementara ke rumah sakit tempat teman Haris aja dulu pindah…” Haris menggenggam erat jemari wanita tua itu meyakinkan. “Pokoknya ibu gak usah ngebantah, Haris berjanji akan memberikan yang terbaik untuk keluarga Haris, sekarang Harus harus bekerja dulu ya bu, besok keluarga besar Haris akan berkunjung ke sini, Sonya akan membantu ibu menyapa mereka, Haris akan segera pulang dan menjemput Sonya jika pekerjaan Haris sudah selesai, karena pekerjaan Haris ini tidak bisa di tunda…” “Beruntungnya anak ibu menikah dengan pria sebaik, kamu Nak, berbeda nasib dengan ibu yang tersia-sia…” “Ibu!!” Kalimat sang ibu terhenti seketika, mereka menoleh kearah Sonya yang baru saja datang. Matanya menatap sang ibu tajam sembari menggeleng perlahan. Ada apa ini? Mengapa istriku seperti merahasiakan sesuatu dariku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN