“Sebentar, ya Bu. Haris mau pamitan dengan Sonya dulu...” Haris menyalam tangan wanita keriput itu dan menciumnya, lalu menarik tangan Sonya berjalan menuju ke dalam mobil. “Ibu sehat-sehat ya, sepeninggal Haris…” bisiknya di telinga wanita tua itu
Sesampainya di dalam mobil, Sonya menatap tajam kearah sang suami dengan tajam.
“Kenapa kamu mengorek tentangku sama Ibu, Mas? Kalau kamu ingin tahu tentang kami dan kehidupan kami, kamu bisa tanyakan langsung padaku!”
Mendengar kalimat sang istri membuat Haris terkekeh mengejek kearah sang istri.
“Kamu pikir, kamu semenarik itu sampai aku mencari tahu tentangmu dari orang lain. Kalau aku mau aku bisa mendapatkannya!” jawab Haris kesal sembari menatap tajam kearah wanita cantik di hadapannya.
“Aku akan melakukan apapun, Mas. Tapi jangan libatkan ibu dalam urusan kita. Ibu tak tahu apapun, jangan biarkan dia berfikir keras karena akan membuatnya ngedrop...”
Haris mendengkus kesal, lalu memalingkan wajahnya ke samping menatap pintu samping mobil.
“Udah, mending kamu turun dech, pusing aku ngomong sama kamu. Dan sepertinya aku butuh waktu untuk merenungkan kesalahanku, telah menikahimu! Jadi untuk besok keluargaku akan datang, terserah kau menjawab apa tentangku, yang jelas aku tidak bisa kesini...” ucap Haris ketus
Mendengar kalimat pedih yang di ucapkan dari pria yang baru menjadi suaminya membuat Sonya tersenyum getir, dia hanya terdiam sembari menghela nafas perlahan.
“Terserah mau mu saja, Mas. Toh aku tak memililki pillihan...” jawab Sonya datar.
“Yasudah, kalau gitu turun!!” ucap Haris tak menoleh sedikitpun ke arah sang istri “Berharap aku bukain pintu buat kamu gitu?”
Sonya terbelalak seketika mendengar kalimat pengusiran sang suami.
Ya Lord! Tega banget jadi orang, pake ngusir segala. Gak gitu juga kali. Ngomong baik-baik aja kenapa sih. Aku juga manusia kali kaga budek dan paham situasi, dasar!!
Dia menuruni mobil dan melihat kepergian sang suami meninggalkan halaman rummahnya dengan sorot mata perih.
Dan benar saja, Haris tak datang ketika keluarganya mengunjungi ibu Sonya, dengan alasan ada pekerjaan mendadak keluar kota. Sonya dengan sempurna menutupi setiap kekurangan Haris di hadapan keluarga besarnya. Karena sangat menyukai menantunya Agung Harvey Soedjianto meminta sang menantu menunggu kepulangan putra mereka di rumah besar mereka, di tambah sang ibu sudah mendapat penjaga.
“Pergilah, Nak. Ibu sudah ada mba Hani disini, jadi tidak usah kawatir, lagian ada ponsel terbaru yang di belikan nak Haris. Jadi jangan kawatir, ikuti kodratmu sebagai seorang istri. Wanita yant telah menikah wajib ikut suami kemanapun perginya…” ucap sang ibu sembari membelai kepala putri kesayangannya.
“Ta-tapi, Buk…” tatap Sonya memohon agar sang ibu tak mengizinkan dirinta pergi, nyatanya sang ibu justru meminta dirinya pergi.
Sonya hanya bisa menghela nafas perlahan.
“Kalau gitu, Onya pergi dulu ya Buk. Jangan lupa segera kabari Onya kalau misalnya terjadi sesuatu dan apapun yang ibu inginkan…” bisik Sonya dengan wajah bingung.
Dirinta takut keluarga Haris menanyakan detail perihal percintaannya dengan sang suami.
“Sonya. Sekalipun kamu tinggal bersama Haris dan menjadi istri putra Papa, tapi percayalah Haris tidak akan menghalangimu bertemu dengan ibumu…”ucap Agung Harvey soedjianto perlahan.
“Baik, Pah…” jawab Sonya pasrah.
Akhirnya mereka meninggalkan rumag kumuh itu menuju rumah mewah milik Keluarga Harvey.
Tampak keluarga Haris sangat menyukai Sonya di banding dengan mantan kekasihnya yang lain, karena Sonya lebih lembut dan sopan.
Seminggu berlalu, setelah pernikahan itu. Haris dan Sonya sudah kembali kerumah orang tua Haris dan menetap disana sesuai permintaan kedua orang tua Haris.
Sedangkan ayah dan ibu Haris sudah kembali ke Belanda. Agung Harvey Soedjianto mempercayakan perusahaannya kepada Haris sebagai pemimpin dan anak lainnya sebagai pengelola. Melihat istri Haris - Sonya. Membuat Agung percaya bahwa wanita itu mampu mengendalikan Haris dengan kecerdasan dan kesabarannya. Sehingga dia bisa tenang menghabiskan masa tua di kampung halaman sang istri yang tengah menemani ibunya yang telah tua dan sakit-sakitan.
Sore itu, Sonya duduk di taman depan sembari menatap bunga-bunga yang telah dia tanam sejak kehadirannya.
"Sonya! Gimana, apakah kamu sudah terbiasa hidup di sisi kak Haris selama seminggu ini?" tanya sebuah suara yang tiba-tiba duduk di sisinya sembari membawa sebuah buku tentang organ manusia di tangannya. “Gimana rasanya menikah dengan pria seperti kak Haris?”
Sonya terkejut dan menoleh. Wajahnya pucat seketika. Sontak dia menjadi salah tingkah.
Bagaimana mungkin bocah ini tahu, aku dan mas Haris memang baru bertemu intens seminggu terakhir? Apakah dia seorang peramal? Bukankah dia calon dokter? Hufftt! Sabar Sonya, dia adalah adik suamimu, dan kau tak boleh terpancing dengan omongannya. Dia anak kemarin sore yang tak sudi memanggimu kakak. Dasar adik ipar j*****m!
"Kok terdiam Sonya? Bukankah kau mengerti maksud pembicaraanku? " ucap Dewa dingin. Menatap tajam kearah kakak iparnya lalu menyunggingkan senyum kirinya.
Aduuh! Apasih maksud bocah ini? Mengapa dia membuatku merinding dengan kalimatnya? Seberapa jauh yang dia tahu? Apakah dia tahu aku peran pengganti yang terjebak dalam situasi ini? Ayoo Sonya! Jangan diam saja, lawan bocah ingusan ini dan ajarkan dia sopan santun, bagaimana menyapa kakak ipar!
"Apa maksudmu Dewa? "
Pertanyaan Sonya membuat Dewa terkekeh. Hingga membuat Sonya menoleh kearahnya. Dewa adalah orang yang paling tertutup di rumah itu.
Sehari-hari dia selalu mengurung diri di kamar, keluar hanya untuk makan atau kuliah setelah itu akan kembali ke kamar. Tidak pernah sekalipun dia melihat sang adik berbicara dengan siapapun di rumah itu. Dia introvert!
"Jangan berpura-pura tidak tahu maksudku, Sonya. Ataukah kau saat ini mencoba menikmati peran pengganti sebagai istri dari kakakku? Apakah kau menyukai kekayaan kami? Kalau tentang itu, tenang. Karena memang kekayaan kami bisa membuatmu mewujudkan apapun keinginanmu..." tandas Dewa, kalimat Dewa sedikit membuat Sonya tersinggung. Dan akhirnya dia terpancing emosi.
Sonya menegakkan kepalanya, mungkin angin sepoi sore itu mengiriminya kekuatan extra untuk ya melawan bocah tengik ini.
"Dewa! Jaga ucapanmu, kau tak berhak berkata seperti itu padaku, aku kakak iparmu!" Suara Sonya sedikit meninggi. Tapi meski begitu Dewa tampak santai, karena memang tidak akan ada orang yang mendekat kearah mereka apapun yang akan terjadi kecuali mendapat perintah untuk mendekat.
"Sonya! Berhenti membohongi dirimu, berhenti berpura-pura di hadapanku. Aku mengetahui semua yang kau simpan rapat-rapat. Kau adalah tante dari kekasih kakakku, Tanya. Pernahkah terpikir olehmu ketika Tanya kembali ke hadapan kakakku? Dan kakakku akan membuangmu? Atau, pernahkah kau melihat bagaimana kakakku sangat tergila-gila dengan keponakanmu? Kalau kau tak memiliki niat yang menguntungkanmu, kau tak akan mungkin bertahan di sisi kakakku yang memiliki tempramen buruk..." sindir Dewa membuat Sonya menggigil. Dia terbungkam dengan pikiran melanglang buana menari keangkasa.
“Maksudmu, aku tidak paham?” tanya Sonya pura-pura tidak memahami arah pembicaraan sang adik ipar.
Sontak saja pertanyaan bodoh Sonya membuat Dewa terkekeh sembari memegangi perutnya.
“Jadi, beginikah jurus andalanmu? Pura-pura bego?”
Dewa mengetahui semuanya. Tapi dia tetap diam? Apa maksud diamnya. Apakah dia ingin membuatku waspada dan mengancamku? Atau membiarkan semua seperti bom waktu. Semisterius itukah Dewa. Ataukah sebenarnya Dewa tidak menyukai kehadiranku dan lebih menyukai Tanya? Sekuat itukah pengaruh Tanya pada mas Haris dan Dewa? Atau karena kecantikan Tanya? Usianya juga lebih muda dariku, Hmm, Sonya....kau malah melantur kemana-mana. Fokus dong. Urusi saja hidupmu yang akan kalang kabut sebentar lagi, ngapain mikirin orang!