BAB 1| Tamparan Untuk Sang Detective
***
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Heros. Helena menatap tajam setelah menampar sang pria.
Suasana kafe begitu hening. Semua mata pengunjung tertuju pada Helena dan Heros yang berdiri saling berhadapan.
“Dasar b******k! Berani-beraninya kau menciumku!” desis Helena.
Heros terdiam. Ia terkejut oleh kejadian yang baru saja dialaminya.
Terengah menatap penuh kemarahan pada Heros. “Bibir murahan seperti bibirmu tidak pantas menciumku! Kalau kau berani mengulanginya lagi, akan kurobek mulutmu!” Ancam Helena Livy Roberto sebelum berlalu sambil mengacungkan jari tengahnya pada Heros.
Heros terkekeh pelan sambil mengusap pipinya yang terasa panas. "Persis seperti ibunya, b******n," gumamnya pelan sambil menatap punggung sempit sang gadis.
'Hem, mahluk pertama yang berani menamparku. Sungguh luar biasa!' lanjut Heros dalam hatinya.
***
Beberapa jam sebelumnya…
Wellington, New Zealend…
Mansion Roberto…
"Mom, aku ingin keluar sebentar," ucap Helena Livy Roberto, seorang gadis cantik berusia 25 tahun, dengan suara yang langsung menarik perhatian seorang wanita yang sedang duduk di ruang keluarga.
"Ke mana tujuanmu?" tanya Careen Roberto, wanita paruh baya yang merupakan ibu kandung Helena. "Bukankah cafe tutup? Dan kamu juga belum sembuh," tambahnya.
Helena berjalan menuju wanita yang usianya telah senja, neneknya. Sebelum menjawab pertanyaan sang Ibu, Helena duduk di sampingnya. Dengan senyum, dia mengecup pipi sang nenek. "Aku mau bertemu Freya. Tadi dia menghubungiku dan minta bertemu di cafe. Katanya ada hal penting," ujar Helena sambil mengedikkan bahu.
"Diizinkan tidak?" Tanya Helena dengan penuh harap saat ia tidak mendapat respons dari Ibunya, menunggu persetujuan dengan nafas yang tertahan.
Careen mengangguk pelan sambil menjawab, "Pergilah. Tapi jangan pulang malam," serius memandang putrinya. Careen melanjutkan dengan nada khawatir, "Kamu belum sepenuhnya sehat."
"Dengan senang hati, Mom," jawab Helena sambil bangkit dari tempat duduknya. Ia berpamitan pada sang Nenek sebelum menghampiri Ibunya. Setelah itu, Helena melangkah pergi dari ruang keluarga menuju mobilnya di halaman Mansion.
Setelah masuk ke dalam kendaraannya, Helena menyalakan mesin sebelum melaju perlahan melewati pintu gerbang yang terbuka lebar, dijaga oleh seorang bodyguard yang sigap.
Hari ini, Helena merasa agak bosan berdiam diri di Mansion tanpa melakukan aktivitas. Biasanya, setiap hari ia menghabiskan waktunya di cafe miliknya. Namun, karena kemarin ia sempat sakit, sang Ibu memaksa dia untuk beristirahat selama beberapa hari.
Hanya setelah satu hari libur dari pekerjaannya, Helena sudah merasa bosan. Bagaimana jika ini terjadi berhari-hari? Helena bisa semakin stres dan penyakitnya mungkin tidak akan sembuh dengan baik.
Dan sore ini, sahabatnya Freya tiba-tiba menghubungi Helena. Freya ingin bertemu dan berbicara. Kemungkinan terdapat permasalahan yang sama, bahwa kekasihnya selingkuh lagi. Entahlah.
•
Helena memarkir mobilnya di tempat parkir yang tersedia di depan cafe. Setelah menutup pintu dan menguncinya, ia melangkah masuk ke dalam cafe dengan langkah mantap.
“Helen!” Teriakan seorang gadis sambil mengangkat sebelah tangannya, berharap agar Helena bisa melihatnya dengan jelas.
Helena mengalihkan pandangannya setelah melihat sahabatnya di sana, lalu dia berjalan mendekatinya.
“Tumben sekali kamu lama,” keluh Freya. “Apakah jalanan sangat padat atau Aunty Careen tidak memberi izin?” ujarnya sambil menatap pada Helena dengan ekspresi penasaran.
Sebelum menjawab pertanyaan dari sahabatnya, Helena duduk di samping sahabatnya yang lain, Leanor. "Aku hanya malas keluar," jawab Helena singkat sambil menatap pada keduanya.
Freya menatap Helena sambil memicingkan mata, sementara Leanor mengulurkan tangan dan menempatkannya di kening Helena. "Kamu masih sakit?" tanyanya sambil menatap serius sahabatnya itu, sebelum kemudian menjauhkan tangannya.
Helena mengedikkan bahu, lalu meraih gelas jus jeruk milik Freya. Dengan santai, dia mengarahkan sedotan ke bibirnya, menikmati cairan kuning tersebut sebelum menyelesaikannya. "Orang-orang di Mansion terlalu berlebihan. Aku hanya kelelahan dan demam, tapi reaksinya seakan-akan aku tengah mengidap penyakit kronis," ucapnya sambil bersikap cuek.
“Hush!” Leanor menepuk perlahan lengan Helena. “Kamu tidak boleh berbicara seperti itu, Hel!” ujarnya dengan tegas sambil mengingatkan sang sahabat.
Helena menatap Leanor sebentar sebelum beralih pandang ke Freya. Freya terkikik, sementara Helena mendengus dan menggelengkan kepala dengan malas. Leanor, dengan kepolosannya, sepertinya tidak terganggu. Namun sayangnya, gadis polos itu tertarik pada seorang pria yang tidak pantas.
Helena kemudian memfokuskan pandangannya pada Freya. Dengan gerakan kepala yang tegas, Helena bertanya, "Mau cerita apa?"
Freya menghela nafas sejenak dan melirik ke sana kemari sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Helena, "Dia selingkuh lagi. Semalam aku memergokinya di hotel."
Helena terdiam dan fokus mendengarkan cerita dari sahabatnya. Sementara Freya melanjutkan, "Padahal sebelumnya dia sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku sungguh kesal padanya."
"Kalau kamu kesal, kenapa belum kamu tinggalkan? Dan lagi, sebenarnya bukan pria itu yang salah, tapi kamu yang bodoh," tegas Helena, membuat Leanor meringis. Sementara Freya hanya mendesah pelan.
"Di mana pun, jika seorang pria sudah pernah berselingkuh, apalagi sampai dijadikan hobi, sampai kiamat pun dia tidak akan pernah berubah, Freya! Sudah berapa kali dia berjanji padamu dan sudah berapa kali kamu memergokinya? Dia terus mengulang kesalahan yang sama karena kamu terus memberinya maaf!" Helena mendesah kasar sambil menatap sahabatnya dengan ekspresi jengkel.
Hening... Freya tidak memberikan tanggapan apapun, sehingga Helena melanjutkan, "Kalian ini kenapa, hm? Jadi kompak begini tertarik dengan pria b******k. Seakan tidak ada pria lain di dunia ini," ia menatap bergantian antara Leanor dan Freya.
"Kalau aku, karena patah hati, Hel. Willem tidak tertarik padaku. Padahal, aku sangat berharap bisa menjadi menantunya Aunty Careen yang galak itu," ujar Leanor dengan bibir manyun dan cemberut.
Leanor tidak sedang bergurau. Perasaannya terhadap Willem, kakak kandung Helena, sungguh tulus. Namun sayangnya, Willem tidak tertarik padanya karena pria itu telah menetapkan pilihan yang berbeda.
“Setelah kembali dari sini, sebaiknya kamu segera ambil keputusan. Tinggalkan dia dan kamu akan bebas darinya, atau tetap bertahan dengan pilihanmu seperti yang selama ini kamu lakukan,” ujar Helena tegas sebelum melanjutkan, “Dan jika pilihanmu yang terakhir, bersiaplah untuk terus menangis karena sakit hati. Ingat, aku juga tidak mau lagi mendengar keluhanmu apalagi memberimu solusi! Bukan karena aku tidak peduli padamu, tetapi aku muak, Freya,” Helena menegaskan dengan tegas.
Kemudian Freya mengangguk lemah, "Iya, kali ini aku akan mengikuti saran darimu. Aku akan mengakhiri semuanya. Aku tidak akan memberinya kesempatan lagi. Aku berjanji, Hel."
"Berjanji pada dirimu sendiri, jangan padaku!" sahut Helena dengan nada sarkastik, membuat Freya mengerucutkan bibir, sementara Leanor terkikik.
"Aku tidak habis pikir padamu. Sebegitu cinta kah kamu padanya? Sampai kamu rela menutup mata seperti ini," amuk Helena. Sungguh, ia sangat jengkel terhadap sahabatnya itu. Menurutnya, Freya tidak tegas sama sekali terhadap pria yang telah memperlakukannya dengan semena-mena. Padahal, jika Freya mau, gadis itu bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari kekasihnya yang b******k itu. Entahlah, Helena tidak habis pikir.
•••
Sementara di tempat lain…
"Heros, tunggu!" Wanita itu berusaha meraih dan menahan lengan kekar sang pria. Setelah sang pria menoleh dan menatap tajam padanya, wanita itu melanjutkan, "Kamu tidak bisa terus menerus menghindar seperti ini. Aku sedang hamil, Heros, dan ini benihmu! Anakmu!" serunya sambil mendongak.
Kemudian, Heros terkekeh pelan sebelum akhirnya menghentak tangannya hingga terlepas dari cengkeraman sang wanita.
“Mengapa kau begitu yakin bahwa anak itu berasal dari benihku, huh? Apakah karena kita pernah bercinta? Bukankah kau seorang wanita yang berprofesi sebagai pemuas nafsu para pria yang kau temui?” Heros bersarkas, membuat sang wanita sontak mengepalkan tangan yang menggantung di sisi tubuh.
Heros kembali melanjutkan “kalau pun sekarang kau sedang hamil, aku sangat yakin jika janin di dalam perutmu itu bukan dari benihku saja, tapi bercampuran! Kau pikir aku sudi mengakuinya?” Heros berdecak sambil mengibas tangan ke udara. Cuek.
Sang wanita menatap tajam, merasa bahwa Heros sangat merendahkan harga dirinya meskipun apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar.
"Aku menyimpan rekaman percintaan kita, Heros. Jika kamu tetap bersikeras tidak mau bertanggung jawab dan menikahiku, aku bersumpah akan menyebarluaskan rekaman itu agar keluargamu dan seluruh dunia tahu siapa kamu sebenarnya!" Ancam sang wanita, menatap Heros dengan kilat marah di kedua matanya.
Kali ini, Heros tertawa sambil menatap sang wanita dengan tatapan meremehkan, "Bukankah dunia sudah tahu siapa aku sebenarnya? Si penebar benih!" desisnya di akhir kalimat. "Jadi... mulai sekarang, berhentilah mengusik kehidupanku, lupakan harapanmu tentang aku yang akan bertanggung jawab atas kehamilanmu karena semua itu mustahil terjadi. b******k begini, impianku tetap memilih wanita yang mahal untuk menjadi Ibu dari anak-anakku. Bukan seperti kau, cantik tapi murahan!" Hinanya membuat sang wanita naik pitam. Tidak terima, ia dengan cepat melayangkan tangan ke udara hendak menampar Heros.
Heros dengan gesit menangkap pergelangan tangan sang wanita dan mencengkram kuat. “Tidak sembarang wanita bisa menamparku!” desis Heros. Sang wanita meringis kesakitan karena Heros menyakiti pergelangan tangannya. “Dan siapapun wanita yang berani menamparku, maka aku bersumpah akan menghukumnya! Dan hukumannya tergantung pada siapa wanitanya! Jika wanitanya seperti kau, maka hukumannya adalah mematahkan tanganmu!”
Sang wanita memekik setelah Heros membebaskan pergelangan tangannya dan beralih mencekik lehernya. “Jangan kau pikir aku tidak tahu dengan siapa saja kau bercinta! Bahkan aku juga tahu siapa sebenarnya ayah dari janin yang kau kandung ini! Jadi… jangan coba-coba menjebakku dengan cara murahan seperti ini. Kau paham, b***h?” desis Heros sebelum melepas cekikannya pada leher sang wanita.
Kemudian sang detective tampan memutar tubuhnya dan membuka langkah lebar meninggalkan sang wanita yang tengah menatap punggung lebarnya dengan tatapan nanar dan penuh kebencian.
Heros Grint Easton, seorang pria berusia 30 tahun, merupakan seorang detective yang bekerja di dalam organisasi yang dipimpin oleh seorang mafia kelas kakap yang terkenal kejam. Tugasnya khusus adalah menyusup ke dalam kelompok musuh-musuh tertentu, memanfaatkan kecerdasan, kecerdikan, dan taktisnya untuk mengungkap kelemahan mereka. Dengan reputasi yang mengerikan di dunia bawah tanah, Heros dijuluki sebagai "The Bastard Detective" karena kegemarannya dalam hubungan one-night stand.
Saat memasuki kendaraannya, Heros mengikat seatbelt di tubuhnya sebelum tangannya beralih ke setir. Ia siap melajukan mobilnya, tapi tiba-tiba ponselnya berdering.
Heros menghela nafas sebelum merogoh benda pipih tersebut di dalam saku celananya. Membawanya ke depan wajah, ia menatap “Devil Blaxton”. Pemimpin organisasi tempat Heros bekerja selama ini.
“"Ya," jawab Heros setelah menjawab panggilan.
"Ada tugas baru untukmu," ujar sang Devil di ujung telepon.
"Hmm, besok akan aku kerjakan. Malam ini aku ingin bersenang-senang. Jangan mengganggu," seloroh Heros, tanpa peduli dengan siapa ia berbicara.
"Jangan lupakan dengan siapa kau berbicara, Heros!" Hardik sang Devil.
Mengangkat sebelah alis, "Lucas Blaxton! Namamu bukan?" desisnya membalas.
"Aku akan kirim datanya setelah ini. Dan ingat, jangan terlalu lama mengulur waktu," ujar suara di ujung telepon.
"Oke," jawab Heros singkat sebelum menjauhkan ponsel dari telinga dan mengakhiri panggilan.
Sejenak Heros memandangi layar ponsel yang masih menyala terang, menunggu notifikasi pesan. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi.
Heros melihat sebuah surel dan dengan cepat membukanya. Ia melihat data seseorang yang baru saja dikirimkan oleh Lucas.
Lucas Spencer Blaxton merupakan seorang pemimpin sebuah klan mafia. Ia memiliki organisasi yang dikenal sebagai n,The Devil Blaxton dimana orang-orang mengenal organisasi tersebut dengan singkatan TDB-13.
Dan di dalam organisasi ini, Heros bekerja. Ia bekerja untuk Lucas sebagai seorang detective handal. Lucas sangat mengandalkan Heros, terutama karena hampir tidak pernah gagal dalam menjalankan misi.
Setelah mengamati data orang tersebut, Heros menyimpan ponsel di atas jok di sampingnya yang kosong. Kemudian ia melajukan mobilnya menuju sebuah cafe. Di sana, ia akan bertemu dengan seseorang untuk suatu kepentingan.
•
Beberapa menit kemudian, Heros tiba di sebuah cafe. Ia memarkirkan mobilnya dan segera turun. Langkahnya lebar saat memasuki cafe tersebut.
Sejenak Heros berdiri di dekat pintu. Suasana cafe sore ini cukup ramai dengan pengunjung. Heros menyapu pandangannya menyusuri setiap pengunjung, mencari keberadaan orang yang akan ia temui.
Detik berikutnya, Heros melihat seseorang mengangkat tangan dan melambaikannya kepadanya sebelum kemudian melanjutkan langkahnya menuju orang tersebut.
Kehadirannya di cafe tersebut langsung menarik perhatian beberapa gadis di sana. Ada yang memekik tertahan, ada yang dengan terang-terangan memanggil namanya.
Sementara itu, sang pria b******n justru dengan santai melempar senyum nakal pada mereka, disertai dengan kedipan mata genit. Ia sering mengunjungi cafe ini, oleh sebab itu ia cukup banyak dikenal terutama oleh para gadis-gadis.
“Heros…” pekik Leanor saat melihat sosok pria yang ditaksirnya. "Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam sampai bisa bertemu si tampan itu di sini," lanjutnya.
Freya menoleh dan tersenyum. Ia pun mengakui bahwa pria yang dikagumi oleh sahabatnya itu sangat tampan dan berkarisma.
Sementara itu, Helena terlihat cuek. Meskipun sahabatnya heboh melihat sang pujaan hati, itu tidak membuatnya tertarik untuk melihat objek tersebut.
Helena fokus pada ponsel yang ada dalam genggamannya, membalas pesan chat dari sang kekasih.
“Hai, Heros tampan,” goda sang gadis saat Heros melintasi meja tempat duduk mereka. Salah satu dari mereka dengan nakal mengangkat sebelah kaki untuk menghadang langkah Heros. Namun, ulahnya itu justru membuat sang detective terkecoh dan kehilangan keseimbangan tubuh.
Brugh!
“Aakhhh…!” Leanor dan Freya memekik bersama ketika Heros menabrak meja mereka, membuat minuman di atasnya tumpah.
Hening…
Leanor membelalak kedua matanya sementara Freya menutup mulut dengan tangan. Ekspresi mereka tampak syok melihat posisi Heros yang tengah menindih tubuh Helena. Yang lebih mengejutkan, bibir mereka bersentuhan dan menyatu.
Helena dengan cepat mendorong kasar d**a Heros hingga pria itu menjauh dari atas tubuhnya. Heros berdiri, bersama dengan Helena. Lalu…
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Heros. Helena menatap tajam setelah menampar sang pria.
Suasana kafe begitu hening. Semua mata pengunjung tertuju pada Helena dan Heros yang berdiri saling berhadapan.
“Dasar b******k! Berani-beraninya kau menciumku!” desis Helena.
Heros terdiam. Ia terkejut oleh kejadian yang baru saja dialaminya.
Terengah menatap penuh kemarahan pada Heros. “Bibir murahan seperti bibirmu tidak pantas menciumku! Kalau kau berani mengulanginya lagi, akan kurobek mulutmu!” Ancam Helena Livy Roberto sebelum berlalu sambil mengacungkan jari tengahnya pada Heros.
Heros terkekeh pelan sambil mengusap pipinya yang terasa panas. "Persis seperti ibunya, b******n," gumamnya pelan sambil menatap punggung sempit sang gadis.
'Hem, mahluk pertama yang berani menamparku. Sungguh luar biasa!' lanjut Heros dalam hatinya.
“Eros…” panggil suara seorang pria.
Heros mengalihkan pandangannya dari sosok Helena yang mulai menghilang dan beralih menatap sosok yang memanggilnya. Pria itu adalah sahabatnya, Oliver.
“Hey man, barusan kamu ditampar seorang gadis. Apakah aku tidak salah lihat?” Oliver menelisik. Ia melihat pipi kanan Heros tampak memerah. Kemudian ia terkekeh pelan sebelum melanjutkan, “Sungguh gadis yang luar biasa!”
Mendesah pelan, Heros melangkah melintasi Oliver. “Aku akan memberinya hukuman nanti,” gumamnya, dan yang mampu mendengar hanyalah Oliver.
Oliver kemudian terkekeh dan dengan cepat menyusul Heros. Mereka menuju sebuah meja tempat Oliver duduk sebelumnya.
"Kalau tidak salah ingat, gadis itu adiknya Willem, bukan?" tanya Oliver, menebak siapa sebenarnya Helena.
“Hm, dan dia memiliki seorang Ibu yang sangat galak!” desis Heros membuat Oliver tertawa.
“Tapi dia sangat cantik, man. Manis jika dilihat dari sisi yang tidak membosankan,” seloroh Oliver.
“Kau tertarik padanya?” tanya Heros serius pada Oliver.
Oliver mengedikkan bahu. “Aku rasa semua pria tertarik padanya. Aura dan kepribadiannya membuat siapa pun betah mendekatinya, meskipun dia agak galak,” ungkapnya panjang lebar.
Heros menghela nafas. “Bukan agak lagi, tapi dia memang galak. Aku rasa dia lebih galak dari Ibunya.”
Oliver tertawa lagi saat melihat wajah jengkel sahabatnya. "Baiklah, mungkin kita tunda dulu pembahasan tentang si cantik Roberto, karena ada hal penting yang mesti kita bicarakan," ujarnya sambil menatap serius pada Heros.
Heros mengangguk pelan sebagai tanda setuju. Kemudian, sebelum memulai pembahasan dengan Oliver, Heros memesan minuman terlebih dahulu. Kopi pahit adalah favoritnya.
°
“Hel…” Freya dan Leanor mengejar langkah sahabat mereka. “Helen!” seru Freya lagi karena Helena enggan menanggapi.
Helena tiba di tempat parkir, berdiri di samping mobil, dan menatap kedua sahabatnya. Mereka terengah-engah setelah berhenti di dekatnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Freya terengah-engah kepada Helena.
“Aku mau pulang. Kepalaku pusing dan aku tidak mood,” jawab Helena.
Sejenak Freya dan Leanor saling berpandangan sebelum akhirnya fokus menatap Helena. "Kamu pasti kesal sekali, ya, dengan insiden tadi," ujar Leanor penuh iba pada sahabatnya.
Helena mendesah pelan. Tidak dapat dipungkiri, ia sangat jengkel dengan kejadian di dalam kafe tadi. Bibirnya dicium oleh pria b******k seperti Heros. Sungguh, Helena tidak rela bibirnya ternoda oleh bibir Heros.
"Tidak perlu dibahas lagi. Rasanya aku ingin masuk ke kafe itu untuk mencekiknya," ucap Helena membuat kedua sahabatnya kompak meringis.
"Baiklah, kalau begitu. Nanti kalau sudah sampai rumah, kabari kami ya supaya kami bisa tenang," ucap Freya.
Helena mengangguk pelan. Setelah itu, ia masuk ke dalam mobil dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Wajahnya menengadah ke atas sambil memejamkan mata dengan erat.
Sementara Freya dan Eleanor kembali masuk ke kafe. Tadi mereka mengejar Helena dengan buru-buru, sehingga tas mereka tertinggal di dalam sana dan mereka juga belum membayar tagihan di meja mereka.
Berulang kali Helena mendesah kasar, tanda berusaha mengusir rasa kesal yang bersarang di dadanya. “Sebaiknya aku ke apartemen saja,” gumam Helena pada dirinya sendiri.
Setelah itu, Helena mengemudikan mobilnya meninggalkan area kafe menuju apartemen. Saat ini, Helena membutuhkan tempat untuk menenangkan diri, tempat yang sepi tanpa harus mendengar suara siapapun.
***