BAB 4 - Find Out

1546 Kata
Zayn semakin menambah kecepatan mobilnya agar bisa menyusul mobil Brian. Mobil pria itu berada di depannya, berselang 2 mobil Hyundai yang menutupi mobil mereka di belakang. Naila terus mengawasi mobil Brian, tidak mau kehilangan mobil kekasihnya itu.   Mobil Brian masuk ke dalam kawasan Apartemen yang sangat asing bagi Naila. Ia tak pernah diajak Brian ke sini, bahkan jika pria itu beralasan tentang bibinya yang tinggal di sini. Naila tak ingat bibi Brian tinggal di sekitar sini.   Mobil Zayn mengikuti Brian yang masuk ke dalam basement Apartemen. Zayn memarkirkan mobilnya di barisan depan, selang 2 mobil dari barisan mobil Brian.   "Aku tidak tahu bibi Brian tinggal di daerah ini." Naila mengedarkan pandangannya sebelum kembali memperhatikan Brian yang masih berada di dalam mobil.   Zayn memutar kunci mobilnya. Lalu melirik Naila dengan ekspresi bingung. "Dia pernah memperkenalkan semua bibinya padamu!."   Naila beralih menatap Zayn lalu mencoba mengingat-ingat hak tersebut, tapi sepertinya tidak ada yang bisa ia ingat.   "Eumm... Aku tidak yakin. Pernah tidak ya. Sepertinya aku agak-agak lupa."Gumam Naila lalu beralih kembali memperhatikan Brian, hal itu membuat Zayn memutar kedua bola matanya malas. Bibirnya menggerutu. Mengatakan bodoh tanpa suara di belakang tubuh wanita itu.   Brian keluar dari dalam mobilnya. Untuk sampai ke lift Brian akan lewat di depan mobil Zayn. Spontan Naila merundukkan tubuhnya untuk bersembunyi agar Brian tak dapat melihatnya. Zayn hanya memutar kedua bola matanya malas, merasa heran dengan sikap spy mendadak yang tengah Naila lakukan.   Tiba-tiba saja kerah bajunya ditarik hingga membuatnya ikut bersembunyi seperti apa yang Naila lakukan. "Yak."protes Zayn. Zayn melirik Naila dan wanita itu menaruh telunjuknya di bibirnya, menyuruhnya untuk tetap diam.   "Dia bahkan tidak mengenalku."ucap Zayn berbisik.   "Kau tetap harus bersembunyi, bagaimana jika Brian melihatmu yang terus membuntutinya seperti orang gila."   "Orang gila itu kau, aku hanya menemani mu agar kau tidak kelewat batas."   "Apa kau bilang!. Jika aku tidak ingat kau menolongku kemari aku sudah menghabisimu."gerutu Naila. Ia menyandarkan tubuhnya ke pintu mobil Zayn, melirik ke arah pintu lift dimana Brian berada di depannya.   "Seperti kau bisa menyentuh keningku saja."Seketika jari telunjuk Naila menyentuh kening Zayn, menekannya hingga membuat Zayn menghela nafas kasar.   "aku bisa melakukannya."Zayn menyingkirkan jari Naila di keningnya.   Wanita itu suka sekali membuatnya kesal. Zayn tak habis pikir dengab itu. Naila dengan hebohnya menarik Zayn untuk keluar dari dalam mobil menggunakan pintu di sebelahnya.   "Aku akan lewat pintu ini okey."ucap Zayn yang membuat Naila setuju dan buru-buru keluar dari sana.   Naila berlari ke depan pintu lift dan melihat ke arah lantai yang dituju kekasihnya itu. Naila langsung memencet tombol lift lain dan menarik Zayn untuk masuk ke dalam salah satu pintu yang terbuka.   Naila melihat lantai liftnya menunjuk ke arah lantai 17. Naila tidak sabar untuk melihatnya. Zayn hanya diam dan terus memikirkan kenapa dia mengikuti Naila sampai ke sini. Rasanya tidak benar dan seharusnya dia tidak melakukan hal ini bukan.   Kewarasannya selalu beteriak di dalam kepalanya jika dia harus meninggalkan wanita itu. Tapi kakinya seolah tak bisa bergerak dan tetap berdiri di sana. Menemaninya.   *   Naila kembali ke dalam mobil Zayn dengan wajah kesal. Ia kehilangan jejak Brian, pria itu lenyap entah dimana. Lorong itu sangat kosong, entah di kamar nomor berapa Brian berada.   Zayn hanya diam menatap Naila, ketika ia membuka pintu mobilnya dan melihat ke arah Naila, yang masuk ke dalam mobilnya dengan wajah kusut.   Zayn duduk di balik kemudi, melihat Naila yang menopang dagunya seraya menatap ke arah pintu lift yang tertutup. Zayn menghela nafas berat, kenapa sisi tak teganya harus muncul di saat seperti ini.   "Kita tunggu saja sampai dia keluar."ucap Zayn akhirnya, merasa tidak tega melihat ekspresi sedih di wajah Naila.   Seketika ekspresi itu berubah, menatap Zayn dengan wajah berbinar. Ternyata pria itu masih memiliki sisk baik juga. "Benarkah? Jangan tarik kata-katamu itu. Aku tidak memaksa."   "Eoh."sahut Zayn sekenanya. Ya. Biarkan dia mengikuti kemana wanita itu pergi sekarang.   *   Zayn menyalakan lagu di ponselnya untuk memecah keheningan di antara mereka. Sementara Naila memilih untuk memainkan game di ponselnya, Zayn melihat game yang wanita itu mainkan dan mencibir. "Kau masih saja bermain candy crush."   "Memangnya kenapa! Aku sudah di level 2000 tahu."   "Terakhir kali kau juga bilang berada di level itu."Diam-diam Naila terhenyak, Zayn masih ingat apa yang ia katakan dulu.   Naila selalu menyukai game ini bahkan ketika dia kuliah. Tidak pernah bosan, dan anehnya dia selalu terobsesi memenangkannya hingga ke level 5000.   "Jarak dari level 2000 ke 3000 itu kan jauh, wajar aku masih berada di level 2000 an."ucap Naila membela diri, anehnya kenapa ia meras canggung sekarang.   Naila mendengar lagu yang Zayn putar, dan lagu-lagu itu masih sama seperti yang ia putar dulu. Lagu yang Naila isikan di memori hp Zayn.   Laki-laki itu masih menyimpannya, Naila menghentikan permainannya, mendengar bait demi bait yang mengalun di telinganya.   "Sejak kapan? Kau berpacaran dengan Brian?."   Naila mengarahkan pandangannya menatap ke arah lurus, ke arah dinding gedung yang hanya sebuah cat putih polos namun anehnya terlihat lebih menarik di saat seperti ini.   Sementara Zayn, dia penasaran namun sedikit resah ketika menanyakan tentang hal tersebut. Butuh beberapa menit baginya memikirkan pertanyaan ini. Sesekali ia melirik Naila, ketegangan karena pertanyaan itu cukup mempengaruhi sikapnya yang berubah kaku.   "Sudah berjalan 6 bulan. Kau sendiri?."kenapa Naila merasa kerongkongannya tercekat. Naila baru tahu rasanya berbicara tentang hubungan baru bersama mantan kekasihmu, tidak bisa selancar itu.   "Belum ada siapapun. Bukan berarti aku terjebak di masa lalu, aku hanya ingin fokus pada karirku dulu."   "Ahh.. Itukah kenapa cabangmu dimana-mana."ucap Naila sarkatis yang membuat Zayn tertawa.   Naila merasa apa kah menjalin kasih dengannya dulu, membuat Zayn terhambat dalam kehidupan karirnya. Buktinya pria itu berubah cepat setelah putus darinya.   Ekpresi Naila berubah sendu, ia kalah dalam bermain game dan nyawanya habis. Naila memangku ponselnya dan kembai menatap dinding putih itu tanpa merasa bosan.   "Kau seharusnya berkencan dengan pria yang benar-benar mencintaimu."ucapan Zayn membuat Naila mendengus remeh.   Ia tak percaya, bahkan tak pernah percaya jika pria hanya menyukai satu wanita di dunia ini. Tidak akan ada yang cukup, bahkan seseorang yang kau sukai tidak cukup untuk membuatmu bahagia.   "Semua pria sama saja, bukankah tidak cukup hanya dengan satu wanita."   Zayn mencoba mencerna apa yang Naila maksud, namun tiba-tiba saja Naila bersikap heboh dan menyuruhnya untuk merunduk.   Lagi.   Namun mereka terlambat, spontan Naila menarik tubuh Zayn agar menutupi dirinya.   Kedua mata Zayn membesar tekejut, bagaimana tidak. Wajah Naila begitu dekat dengannya. Hanya berjarak sekitar 3 cm meter di hadapannya.   Dia bahkan bisa melihat jelas, mata dan bibir Naila. Juga merasakan aroma tubuh wanita itu yang masih sama, seperti aroma yang selalu memenuhi isi kepalanya dulu.   Kedua mata Zayn mengerjap, mencoba mengusir bayang-bayang masa lalu di dalam kepalanya, yang kini berebut ruang untuk hadir kembali mengingat-ingat memori masa lalu.   Jika seseorang melihatnya dari luar, mereka akan mengira jika Naila dan Zayn sedang berciuman. Hal ini membuat wajah Zayn memerah.   Naila melirik ke arah Brian dari balik punggung Zayn. Pria itu hanya keluar sendirian dari Apartemen tersebut, mungkinkah benar jika itu adalah apartemen bibinya.   Sepertinya Naila harus berhenti untuk mencurigai Brian dan mulai mempercayainya.   "Brian ."seorang wanita berteriak memanggil nama kekasihnya. Wanita berkuncir kuda yang berlari ke arah mobil Brian.   Tas slempang bergantung di bahunya, ia berlari seraya memegangi tali tas nya. Brian tersenyum menatapnya, hal itu membuat hati Naila terasa seperti diiris-iris.   Zayn ikut menoleh ke arah Brian dan melihat keduanya masuk ke dalam mobil. Ketika Zayn kembali menatap Naila, wanita itu tengah tertunduk sedih.   Spontan Zayn memeluk tubuh wanita itu dan membiarkannya menangis di dalam pelukannya. Naila terisak dalam pelukan Zayn. Rasanya menyakitkan sekali, melihat kekasihmu selingkuh dengan mata kepalamu sendiri.   "Itu mungkin saudarinya."ucap Zayn berusaha menenangkan Naila dengab berpikir positif.   "Dia hanya punya kakak laki-laki."jawab Naila yang membuat Zayn tersentak. Baru sana niat baiknya di luncurkan.   "Mungkin itu keponakan ibunya."   "Tadi kan dia bilang laki-laki huaaaa... Hiks.. "   Suara ketukan pada jendela di pintu samping Naila membuat Naila menghentikan tangisnya dan sama-sama menoleh ke arah jendela mobil.   Zayn melepaskan pelukannya dan menurunkan kaca jendela mobilnya. Seorang security Apartemen berdiri di sana dengan wajah menyelidik.   "Kalian berdua, kalau mau berbuat m***m jangan di sini!."   Dahi Zayn mengerut merasa kebingungan, sementara Naila menatap security itu dengan wajah bertanya-tanya apa maksudnya. Memangnya ada pelaku m***m di tempat parkir.   "Sepertinya ahjussi salah sangka. Kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh di sini."ucap Zayn yang membuat Naila menganggukkan kepalanya sebagai dukungan jika ya, perkataan Zayn benar.   "Ahh.. Aku sering mendengar penyangkalan itu. Kalian pikir aku percaya, jika aku tidak datang kalian pasti sudah melakukan hal yang tidak-tidak."ucap security itu lagi, membuat Naila mengerjapkan kedua matanya dan menghela nafas kasar tidak percaya atas apa yang baru saja security itu katakan.   "Yang benar saja, aku tidak mungkin berbuat yang aneh-aneh dengannya."   Kali ini Zayn yang menganggukan kepalanya setuju. Tapi pria itu sepertinya tak percaya. Ia tetap melemparkan pandangan curiga ke arah mereka berdua.   "Kalian sedarah. Adik kakak. Atau mantan suami istri atau mantan kekasih. Aku tidak peduli. Banyak sekali alasan dengan judul yang sama. Suamiku adalah mertuaku, kekasihku adalah teman ayahku. Cintaku berlabuh pada mantan ku. Jadi cepat pergi dari sini sebelum aku menghubungi polisi."   Baru saja Naila ingin menjawab perkataannya, Zayn sudah menyela nya dan mengatakan jika mereka akan pergi.   Naila rasa pria itu terlalu banyak menonton TV. Zayn pergi dari basement Apartemen tersebut. Tidak mau berdebat lebih panjang lagi dengan petugas keamanan aneh itu, sementara Naila mungkin bisa menanggapinya selama seharian penuh.   Wanita itu suka sekali mendebatkan hal-hal yang tidak penting.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN