BAB 5 - Blind Date

1803 Kata
10.00 . Naila pergi menuju Cafe milik Zayn. Ia berdiri menatap papan menu yang bertuliskan setiap jenis coffee di atas sana. Sesekali matanya melirik ke arah lain, pintu karyawan lalu kembali ke papan menu. Pelayan pria itu menunggu, beberapa kali tangannya siap untuk mengetik sesuatu ketika Naila membuka mulutnya seolah ingin mengatakan tentang pesanannya namun kembali ia turunkan karena Naila tidak jadi mengatakannya. "Apa Frappuccino itu enak? Lebih enak mana dengan Vanilla latte?." Pelayanan itu terhenyak lalu kedua matanya mengerjap bingung mendengar apa yang Naila katakan. Apa wanita ini tak pernah minum kopi sebelumnya. "Semua orang memiliki selera masing-masing. Nona mungkin ingin memesan jenis kopi yang paling sering nona pesan di Cafe lain ketika berkunjung." Kini gantian Naila yang mengerjapkan matanya bingung. Masalahnya... "Bisanya aku pesan ice cream vanilla. Biasanya seseorang memesankanku kopi. Aku tidak tahu jenisnya apa tapi ada rasa kopinya sedikit. Warnanya tidak seperti kopi." Apa ini sedang bermain tebak-tebak kata. Naila membuatnya bingung dengan memberikannya petunjuk-petunjuk semacam ini. Apakah ia akan dapat hadiah jika berhasil menjawabnya. Kenapa harus dia yang melayani pelayan semacam ini. Ini membuatnya ikutan bingung. Bibir nya terasa sakit karena terus tersenyum dengan lebar menunggu wanita itu yang kebingungan memilih kopi. "Tiramisu untuknya."pelayan itu terkejut, begitu pula dengan Naila. Tubuhnya tersentak ketika seseorang mengatakan pesanannya tepat di sebelah telinganya. Spontan Naila bergerak menjauh dan melihat siapa yang berbicara. Ternyata Zayn, tunggu.. Sejak kapan dia ada di sana. "Kau bahkan tidak ingat kopi yang selalu kau minum." Naila mendengus remeh, kedua tangannya terlipat di depan d**a menatap Zayn dari bawah hingga ke atas. Pria itu terlihat sangat rapih. Dengan sweater dan jas, celana jins juga sepatu. "Waw.. Kau mau berkencan! Rapih sekali." "Kenapa! Jangan menatapku begitu. Bisa gawat jika kau terpesona padaku dan meninggalkan Brian untukku. Kasihan pria itu. Aku tidak mau jadi orang ketiga di antara hubungan kalian." "Apa kau mau mati! Siapa juga yang terpesona padamu."ucap Naila dengan barang pajangan di tangannya yang ingin ia lemparkan ke arah Zayn. "Kau yang akan mati jika barang itu rusak. Aku membelinya seharga 5000 won. Taruh kembali." "Apa kau sudah gila. Pajangan seharga 5000 ribu won. Kau benar-benar menghamburkan uang."gerutu Naila dan kembali menaruh pajangan itu di atas meja. "Aku tidak tahu cara menghabiskan uang. Jadi aku membelinya."bolehkah Naila menimpuk Zayn sekarang. Menyebalkan mendengar pria itu berbicara seperti itu. Kesombongan nya sudah tak terbendung. Mentang-mentang dia sudah kaya. "Mau saran dariku. Bakar saja jika kau tidak membutuhkan uang."Naila beralih pada pelayan Zayn yang mengulurkan kopi ke arahnya. Lalu mengeluarkan dompet dari dalam tasnya, berniat untuk memberikan uang ke sang pelayan pria tersebut. "Kau lihat. Aku memberikan sumbangsih atas kekayaan yang kau dapat. Pendapatanmu juga berasal dari uang di dalam dompetku." "Ini hari senin, apa kau tidak bekerja." Naila menyeruput kopinya seraya menatap kopinya sebelum kembali pada Zayn. "Apa pedulimu, aku sudah berhenti bekerja. Appa memintaku untuk mengurus perusahaannya. Jadi aku punya banyak waktu luang." "Untuk membuntuti kekasihmu."Naila melototi Zayn lalu melirik pelayan pria yang berdiri di belakang meja kasir. Pria itu terkejut ketika melihat Naila menatapnya, lalu ia memalingkan wajahnya ke arah lain pura-pura tidak mendengar apa yang Naila katakan tentangnya. "Apa kau tidak bisa diam dan tidak membocorkan rahasiaku." "Untuk apa! Dia saksi mata ketika kau bertingkah seperti spy mendadak kemarin." "Benarkah!,"serunya terkejut sebelum beralih pada pelayan pria itu yang berubah gugup. "Hei.. Bagaimana aku keren kan, apa sudah mirip seperti anggota FBI sungguhan." Zayn mendengus mendengarnya, sudah pasti kekonyolan melekat dalam diri wanita itu. Zayn memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan mengecek pesan chat di dalam sana. Dia harus pergi ke suatu tempat, segera. Ia kembali memasukan ponselnya ke dalam saku jasnya, dan menemukan Naila tengah menatapnya dengan kedua mata menyipit. "Kenapa kau menatapku begitu!." "Bukan apa-apa. Kau mau pergi ke suatu tempat?." "Ya. Dan itu bukan urusanmu. Hubungi aku jika ada apa-apa. Jangan biarkan wanita ini menyentuh barang-barangku." "Memangnya aku ini apa."protes Naila. "Ba.. Baik. Hati-hati di jalan."ucap pelayan pria itu ketika Zayn berjalan pergi keluar dari Cafe. "Hey.. Kau tahu kemana dia pergi?."tanya Naila tiba-tiba yang membuat pelayan pria itu terkejut. *** Zayn sampai di sebuah Restoran Bintang 5. Ada seseorang yang harus ia temui di sini. Seorang wanita dari agen kencan buta. Bukan Zayn menginginkannya, tapi ibunya merengek agar Zayn mengikutinya dan segera menikah. Zayn tidak berminat tapi setelah menolak dan tidak hadir selama delapan kali ia menyerah di permintaan ke sembilan. Dia akan ikut untuk kali ini. Kali ini. Seorang wanita memakai dress selutut berwarna kuning cerah, lipstiknya begitu merah, senyum di bibirnya merekah menatapnya dengan mata berbinar. Wanita itu yang meminta nya agar bertemu di sini. Ia memesan minuman dengan gelas kaca yang Zayn tahu harganya bukanlah seperti di tempat Restoran lain. Sama halnya dengan tempat, kau tidak akan menemukan makanan murah di sebuah Restoran dengan Interior kelas kalap bukan. Bibir Zayn berkedut ketika mengingat perkataan Naila tentang menghamburkan uang. Kenapa dengan pikirannya saat ini. Bisa-bisanya dia mengingat wanita itu ketika wanita lain duduk di hadapannya. Menatapnya penasaran dengan penuh minat. "Ku dengar kau memiliki Cafe dan cabangnya ada dimana-mana. Kau pasti pekerja keras. Kau luar bisa. Aku melihat biografimu dan aku sangat terkesan." Make upnya luar biasa tebal, anehnya Zayn seolah melihat harga di setiap sisi wajah wanita itu. Berbanding terbalik dengan Naila, wanita itu tidak pernah berdandan setebal itu. Ia selalu memakai make up tipis dan lipgloss bahkan di usianya yang tak lagi remaja. Kenapa Zayn kembali memikirkan wanita itu, ia meraih gelasnya untuk meneguk minumannya, karena kerongkongannya terasa kering untuk melakukan percakapan dengan wanita di hadapannya saat ini. Tiba-tiba saja seseorang merebut gelas dari tangannya, wajah Zayn mendongak untuk melihat siapa itu. Siapa yang berani-berani nya merebut gelas dari genggaman tangannya. Zayn terpanjat melihat kehadiran Naila di sana, wanita itu berdiri di sebelahnya dan meneguk minumannya seperti orang yang sedang kehausan. Bibir Zayn tertarik membentuk senyum lebar. Kenapa bisa sesenang ini ketika melihat kehadirannya, padahal Naila sedang mengacaukan kencan butanya, tapi kenapa Zayn tidak keberatan dengan hal itu. "Ahh.. Jadi begini rasanya anggur mahal. Tidak terlalu enak bagiku, ada pahit-pahitnya."bibir Naila mengecap ketika merasakan cairan itu berada di dalam mulutnya. "Kenapa kau di sini!."tanya Zayn hingga membuat Naila beralih menatapnya. "Siapa kau? Siapa dia Zayn?."Naila dan Zayn sama-sama beralih menatap wanita itu. Wanita itu menatap ke arah Zayn dan Naila bergantian. Keterkejutan jelas terlukis di wajahnya. Naila melipat kedua tangannya di depan d**a, lalu menghadap wanita itu sepenuhnya. "Hei. Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kau bersama dengan suamiku. Apa kau tidak punya pria lain yang bisa kau kencani. Oh atau kau terbiasa merebut pria kaya dari suami orang lain." Kedua mata Zayn terbelalak ketika Naila mengatakan tentang suami. Suami. Kedua matanya mengerjap saking terkejutnya dengan hal itu. Wanita itu ternganga. Menyentuh keningnya yang berdenyut-denyut. Rasanya malu sekali karena setiap orang menatap ke arah mereka dengan bertanya-tanya. Wanita itu berlari pergi meninggalkan Naila dan Zayn begitu saja. Naila beralih menatap Zayn yang ternyata juga sedang menatapnya. "Hebat sekali. Itu sama sekali tidak lucu." Zayn membayar minuman itu sebelum menghampiri Naila yang tengah bersandar pada salah satu pilar bangunan Restoran tersebut. "Kau akan berterima kasih padaku jika tahu siapa dia. Aku melihatnya beberapa minggu lalu di Club dan sedang berciuman panas dengan salah seorang pria berjas. Dia akan memoroti uang mu, apalagi pria bodoh sepertimu yang suka sekali menghambur-hamburkan uang." "Yang benar saja."dengus Zayn sebal. Mengikuti Naila keluar dari Restoran tersebut. "Lihat. Baru saja kencan pertama dan kau sudah menghabiskan banyak uang hanya untuk satu botol anggur yang rasanya sangat pahit. Aku bisa mendapatkan 1 truk es krim dengan uang itu. Bagaimana jika 1 minggu, kau pasti sudah menjual seluruh Cafe mu untuk wanita itu." Bibir Zayn berkedut menahan tawa, ia berdiri di belakang Naila. Menatap wanita itu dengan bibir mengulum senyum. "Kau tidak perlu khawatir dengan siapa aku berkencan." "Memang tidak. Tapi wanita itu tidak pantas untuk pria baik sepertimu." Zayn merasa jantungnya berdebar keras. Sialan. Kenapa jadi seperti ini. Naila berdiri membelakanginya, berjalan ke tempat parkir dengan ia yang mengikuti kemana wanita itu pergi. Zayn tak bisa memalingkan wajahnya ke arah lain, ia terus menatap sisi wajah Naila, berjalan tanpa suara. Ketika wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya. Debaran jantung itu semakin keras. Hanya karena kalimat yang mengungkap kan betapa pedulinya ia, bisa membuat jantungnya berbedar seperti ini. Zayn tidak mungkin tertarik padanya lagi kan. Tidak mungkin. "Aku lupa mobilmu seperti apa. Dimana kau memarkirkan nya?." Seketika itu juga Zayn tersadar dari lamunannya, ia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari dimana mobilnya berada. Mobil itu terparkir tepat berselang 3 mobil dari mobil yang berada di hadapan Naila. Zayn menunjuk mobilnya menggunakan dagunya. Naila mengikuti arah pandangannya lalu bergegas menghampiri mobilnya. "Kau berhutang padaku kemarin. Cepat bayar hutangmu dan segera belikan aku baskinrobins." Zayn terkekeh mendengarnya, ia mempercepat langkahnya untuk menghampiri Naila yang sudah lebih dulu sampai di samping mobilnya. "Cepatlah supir."serunya yang membuat Zayn memberenggut. "Hei. Hei. Apa kau bilang!." *** "Kau tidak membuntuti Brian lagi?."seketika pergerakan tangan Naila yang sedang menyendokan ice cream ke dalam mulutnya terhenti. Matanya beralih menatap Zayn protes. Kini mereka sedang berada di food court Zayn memesan kopi sementara Naila dengan ice cream pelunasan hutang Zayn. Naila menghela nafas berat, menyendokan sesendok ice cream ke dalam mulutnya dengan wajah tak berselera. "Kau membuat mood ku memburuk. Aku menaruh sesuatu di ponselnya kemarin ketika aku meminjamnya, jadi aku bisa melacak dimana dia berada?." "Kau melakukan apa! Apa kau sudah gila." "Bukan benda mata-mata. Tapi.. Pokonya bisa membuatku melacak keberadaan ponsel Brian. Kau tahu perselingkuhan bukanlah sesuatu yang bisa di biarkan." "Aku sarankan putus kau tidak mau."Zayn menyeruput kopinya da beralih menatap ke arah lain ketika Naila menatapnya. "Ini tak semudah itu." "Tapi sepertinya mudah ketika kau putus denganku."Zayn kembali menatap Naila dan kini wanita itu yang mengalihkan tatapannya ke arah lain. Topik itu bukanlah sesuatu yang ingin kembali ia bicarakan. Naila merasa keadaan diantara mereka menjadi canggung. Zayn tak mengatakan apapun lagi, begitu pula sebaliknya. "Oh.. Aku baru sadar aku memesan rasa anggur juga. Haha.."tawa Naila meledak. Zayn memutar kedua bola matanya malas. Naila sangat kekanak-kanakan. Lihat betapa bahagianya hanya dengan hal itu. "Kau mau. Kopi tidak baik untuk lambungmu labih baik kau makan ice cream." "Ice cream juga tak baik untukmu. Kau akan menjadi babi jika kebanyakan mengkonsumsi gula." "Biarkan saja aku jadi babi." "Itu juga tidak bagus untuk kesehatanmu. Kau harus menjaga kesehatanmu. Kau bisa mati muda jika terus makan makanan yang tidak sehat." "Ya ampuuunnn... Kau ini boss Cafe atau seorang dokter ahli gizi. Kenapa terus-menerus menceramahiku tentang kesehatan." "Kau ini. Hmmff-."ucapan Zayn terhenti ketika Naila memasukan sesendok ice cream ke dalam mulutnya. "Makan saja itu dan diamlah. Kenapa kau berisik sekali." "Hei."protes Zayn. "Yak kalian berdua. Kalian sedang berkencan di sini?."Naila dan Zayn sama-sama menoleh dan menatapi Jimin berdiri menatap mereka berdua dengan eskpresi bingung. Lalu bibirnya tertarik membentuk senyum yang sangat lebar. "Eihh... Aku tahu sepertinya dengan apa yang terjadi di sini. Kalian berdua. Apa kalian kembali berpacaran!."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN