Tarian kacak adalah kesenian tradisional dari Bali, sejenis tari drama. Tarian kacak menceritakan pewayangan Ramayana dengan seni gerak dan tari. Tari kecak berasal dari tarian sakral "Sang Hyang", menggunakan tubuh si penari untuk menyampaikan sabdanya.
Tarian itu memiliki nilai seni yang tinggi. Penampilan yang luar biasa indah dan kompak. Membuat para turis berdecak kagum dan di cintai semua kalangan, walau yang menonton banyak bukan beragama hindu.
Banyak pesan moral yang disampikan di setiap adegan, seperti kesetian Shinta terhadap suaminya Rama. Serta burung Garuda yang rela melepaskan sayapnya demi Shinta dari cengkraman Rahwana. Setiap adegan yang ditampilkan begitu sarat makna. Mimin tidak lupa mengabadikan moment antraksi itu di kamera ponselnya.
Akhirnya pertunjukkan selesai, tepuk tangan meriah dari gerombolan turis dari Australia, Jepang dan China mendominasi teater. Mimin dan Bima mendekati hanoman untuk berselfie sebagai kenang-kenangan. Mimin tersenyum melihat tangan Bima masih dibahu, laki-laki itu melindunginya dari para turis, yang ingin melakukan hal yang sama.
Bima dan Mimin berjalan menuju area parkiran, semenit kemudian mobil meninggalkan area Pura Dalem. Bima melanjutkan perjalanan menuju restoran bebek Bengil yang terletak di jalan Hanoman.
"Kamu suka bebek?," ucap Bima, ia merupakan salah satu orang pecinta bebek.
"Suka,"
"Kita makan bebek aja ya,"
Mimin tersenyum dan lalu mengangguk, "Iya,"
Bima dan Mimin memilih duduk disalah satu kursi kosong yang tersisa. Bima memesan bebek bengil dua porsi. Ia memperhatikan gerak gerik Mimin yang terlihat natural. Ia suka wanita seperti Mimin yang tidak banyak sibuk dengan ponselnya. Mimin wanita dewasa, dia tahu cara bersikap tenang.
"Kamu sudah sering ke Bali?," tanya Bima.
"Enggak terlalu sering sih, tapi pernah beberapa kali sama keluarga. Tapi enggak sampai ke Ubud gini, cuma ke Denpasar nginap di Kuta," ucap Mimin.
"Keluarga kamu di Palembang?," tanya Bima.
"Iya, semua di sana, kadang papa aja bolak balik Jakarta Palembang, ngurusin kerjaan kantor aja,"
"Kamu anak walikota,"
Mimin tahu pasti Gista lah menceritkan kepada Bima, "Dulu, sekarang ya enggak lah, biasa-biasa aja,"
Mimin dan Bima memandang waitress membawa pesanannya. Hidangan pun kini tersaji di atas meja. Hidangan utama di sini adalah bebek goreng yang disajikan dengan nasi putih lengkap dengan sambal matah dan lawar. Bebek goreng itu begitu renyah berwarna coklat kekuningan. Katanya bebek ini di rendam selama dua belas jam lamanya dengan rempah-rempah rahasia.
"Kamu enggak ke Jakarta?," tanya Mimin, meneguk air mineral.
"Senin pagi aku akan ke Jakarta," ucap Bima, ia memasukkan daging bebek ke dalam mulutnya.
"Owh ya, ngapain?,"
"Mau liburan,"
"Liburan ke Jakarta? Yang bener aja !, Tahu sendiri Jakarta itu bagaimana," Mimin mencubit daging bebek dan memasukan ke dalam mulutnya.
Bima tersenyum melirik Mimin, "Aku bukan liburan ke Jakarta, tapi ke Paris,"
Mimin mengerutkan dahi, memandang Bima, "Sama siapa?,"
"Seseorang,"
"Pacar ya?," Mimin mencoba menyelidiki, ah lagi-lagi ia akan patah hati sebelum bertindak.
Padahal ia ke sini ingin pendekatan dengan laki-laki itu. Siapa tahu ia beruntung Bima tertarik dengannya. Toh, ia bukan wanita pasif yang memilih menunggu laki-laki dulu yang bertindak. Ia tahu apa yang ia mau, dengan segala resikonya.
"Bukan," ucap Bima, entahlah ia tidak ingin Mimin tahu bahwa ia akan pergi bersama Indah. Lagian Mimin tidak berhak tahu tentang pribadinya. Mimin bukan siapa-siapa bagi dirinya.
"Saat ini, status saya masih singel," ucap Bima tenang, melirik Mimin.
Mimin merasa lega mendengar ucapan Bima, ia tersenyum penuh arti.
"Atau kamu ingin mendaftar menjadi kekasihku," ucap Bima mencoba menawarkan diri kepada Mimin, hanya untuk mencairkan suasana saja tidak lebih.
Alis Mimin terangkat, ia tidak menyangka bahwa Bima membuka pendaftaran untuk menjadi kekasihnya.
"Aku wanita pertama yang akan mendaftar,"
Bima lalu tertawa, wanita itu mirip sekali dengan Mita, mengatakan ketertarikkanya tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bima menyudahi makannya, menatap Mimin cukup serius.
"Kamu tertarik denganku?,"
Mimin membalas pandangan Bima, menatap iris mata itu dengan berani. Ini merupakan pertanyaan yang cukup serius. Siapa yang tidak menginginkan laki-laki tampan, cerdas dan mapan seperti Bima.
"Kalau boleh jujur, iya,"
Sepertinya bebek bengil dihadapannya terlihat biasa saja. Ini merupakan suatu penjelasan yang logis dan harus diperjelas.
"Apa yang membuat kamu tertarik?," tanya Bima.
Mimin meraih gelas dihadapannya, lalu meneguk air mineral itu.
"Wanita mana yang tidak tertarik kepadamu. Kamu laki-laki tenang dan hangat, sehingga membuat semua wanita nyaman berada didekatmu. Gista tidak mungkin betah bersamamu bertahun-tahun lamanya, jika kamu tidak memiliki sifat seperti itu,"
"Kata Gista, kamu memperhatikan hal hal kecil, misalnya mengingatkan makan dan minum obat. Kamu benar-benar laki-laki mengerti seorang wanita. Terlebih tatapan kamu yang dalam membuat setiap wanita yang melihatnya bisa jatuh hati," ucap Mimin.
"Aku memang belum mengenal kamu sepenuhnya, tapi aku bisa melihat itu dari cara kamu berbicara. Kamu bukan tipe laki-laki b******k tidur dengan banyak wanita. Kamu juga bukan laki-laki egois dan terburu-buru untuk memiliki sesuatu. Kamu itu memperlakukan wanita dengan penuh cinta dengan caramu sendiri,"
Bima mengerutkan dahi, ia tidak tahu kenapa Mimin menyimpulkan dirinya seperti itu. Padahal mereka baru saja mengenal. Bima, mengusap bibirnya dengan tisu. Rasa laparnya kini hilang, malah berganti gerah.
"Apa aku salah jika tertarik denganmu," ucap Mimin lagi.
Bima tidak tahu akan menjawab apa, baginya Mimin salah satu wanita yang agresif yang tidak tahu malu.
"Setiap orang berhak untuk tertarik dengan siapa saja, termasuk kamu," ucap Bima setenang mungkin.
Bima menarik nafas, memandamg Mimin. Wanita itu memang tidak buruk menurutnya. Mimin itu cerdas, cantik, kulitnya terawat dengan baik.
"Jika tertarik, setidaknya kita perlu pendekatan dulu," ucap Bima pada akhirnya, ia tidak ingin mimin kecewa.
Mimin lalu tersenyum, penuh arti, "Iya,"
"Pulang yuk,"
"Pulang kemana?," tanya Mimin bingung.
"Ya ke hotel tempat kamu menginap lah, emang kemana lagi,"
"Enggak jalan-jalan kemana gitu," karena Mimin merasa sedikit tidak rela berpisah dari Bima.
"Menurutku lebih enak duduk di balkon kamar hotel tempat kamu menginap, dari pada melihat orang berlalu lalang seperti ini,"
Mimin lalu tertawa, ingin rasanya melompat kegirangan karena Bima akan bersamanya malam ini,
"Apakah ini suatu bentuk pendekatan kita,"
"Bisa dibilang begitu,"
"Iya," ucap Mimin menyungging senyum.
***
Beberapa menit kemudian, Bima memilih duduk di balkon sambil menikmati angin malam. Sejujurnya tubuhnya letih untuk mengajak Mimin jalan keluar. Ia lebih suka berbaring di tempat tidur sambil menonton siaran bola dan lalu tidur.
"Mau softdrink?,"
Bima menoleh ke arah Mimin, wanita itu kini duduk disampingnya. Bima mengambil kaleng cocacola dari tangan Mimin.
"Terima kasih," ucap Bima, ia lalu membuka kaleng itu dan menyesapnha.
Bima melirik jam melingkar di tangan menunjukkan pukul 21.30 menit. Pemandangan kolam renang sungguh menarik, sehingga segera bertemu hari esok, berenang di sana.
"Belum mau tidur?,"
"Belum, karena tadi aku sudah tidur siang,"
"Owh,"
"Kamu kayaknya capek banget,"
"Sedikit, soalnya tadi banyak kerjaan,"
"Mau aku pijetin,"
"Emang kamu bisa pijit?,"
"Bisalah, tapi amatir," Mimin sambil terkekeh.
"Bisa aja kamu,"
"Tapi beneran, aku mau bantu buat kamu agar enggak capek lagi,"
"Gimana caranya?," Bima melirik Mimin.
"Ya pijitin kamu lah,"
"Aku enggak yakin kamu bisa,"
"Beneran bisa,"
"Coba, pijetin bahu aku," Bima menepuk bahunya.
Mimin lalu memegang bahu Bima dan lalu memijitnya secara perlahan. Kalau hanya sekedar pijit capek, ya dirinya bisa lah. Bima merasakan tangan Mimin di bahunya. Ya pijitan Mimin cukup enak menurutnya walau amatir.
"Kalau di pijitin kayak gini, lama-lama aku bisa tertidur,"
"Yaudah tidur di sini aja,"
"Ngaco kamu,"
"Ngaco kenapa?,"
"Aku hanya tidak ingin kita khilaf, terlebih cuaca dingin dan tempatnya sangat mendukung,"
Mimin mendengar itu lalu tersenyum, "Kamu ternyata jaga jarak banget ya sama wanita. Kalau laki-laki lain mungkin udah langsung ngajak tidur,"
Bima lalu memutar tubuhnya kini memandang wajah cantik Mimin, "Aku tidak ingin merusak wanita, walaupun aku sebenarnya mau,"
Mimin menelan ludah, ia menatap iris mata Bima, "Kalau sekedar berpangutan kamu mau?," ucap Mimin.
"Mungkin aku sedikit agresif dibanding kamu, tapi aku mau melakukannya. Hanya sama kamu, tidak untuk yang lainnya," ucap Mimin lagi.
Bima sempat termangu menatap Mimin. Oh Mimin, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan atas permintaan wanita itu. Mimin mengingatkannya kepada Mita, menginginkan hal yang sama. Di mana otak cerdas strata-2 yang dia miliki. Setidaknya berpikir dululah sebelum bertindak.
Bima mengalihkan pandangannya ke bibir tipis Mimin. Bibir tipis itu begitu menggoda. Bagaimana ia bisa menolak jika hanya bermain bibir, itu merupakan kegiatan yang begitu menyenangkan dan membuat pikiran rileks. Bima mendekatkan wajah dan lalu melumat bibir tipis itu secara perlahan tapi pasti. Ia akan menikmati kecupan bersama angin malam.
*******