Tatapan yang Sulit Terbaca

819 Kata
Sekitar dua jam yang lalu, Jasmine memang melayani pria ini bersama dua pria lainnya, menjadi pemandu lagu dan membawakan minuman untuk mereka. Namun, Jasmine sama sekali tidak berurusan dengan obat apa pun, apalagi bekerja sama dengan orang lain untuk menjebak pria ini. Dia mengangkat dagunya, mencoba menegaskan dirinya di hadapan pria itu. "Demi Tuhan, aku tidak melakukan hal itu padamu. Kamu hanya salah paham dan sudah menuduhku tanpa bukti," kata Jasmine, suaranya bergetar namun penuh keyakinan. "Apa kamu pikir aku akan percaya setelah apa yang sedang kualami sekarang?" desis Reiner dengan napas memburu dan tubuh yang semakin terasa panas. Jasmine terkejut melihat kondisi Reiner. Ternyata, anggapan Jasmine salah. Pria ini bukan habis berolahraga, tetapi peluh dan napas tak beraturannya adalah efek dari obat perangsang, dan entah siapa yang sudah mencampurkan obat itu ke dalam minumannya. "Maaf, aku harus pergi dari sini. Aku tidak tahu apa masalahmu dan aku tidak ingin terlibat," ujar Jasmine mulai waspada, rasa takut merambati hatinya. "Terima kasih atas tumpangannya yang membuat aku terbebas dari pria yang mengejar-ngejarku." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Jasmine berbalik dan hendak memutar kenop pintu. Namun tubuhnya seketika terasa melayang saat tangan pria itu menariknya, lalu mendorongnya keras ke dinding. Jasmine terkejut setengah mati. "Mau ke mana? Kita belum memulainya," bisik Reiner dengan suara beratnya, penuh ancaman terselubung. "Memulai apa? Sudah kubilang aku tidak punya urusan denganmu!” Tangan Jasmine mendorong d**a pria itu kuat-kuat, tetapi sayang sekali, hal tersebut tidak berpengaruh apa-apa bagi tubuh kekar Reiner. Pria itu malah mengunci kedua pergelangan tangan Jasmine di atas kepalanya. Jasmine tahu, dirinya sudah salah memilih langkah dengan masuk ke kamar ini. Seandainya dia tahu masalahnya akan begini, dia akan terus berlari, bahkan sampai ke atap hotel, untuk menghindari pria tua tadi. "Bukankah kamu datang ke sini untuk memuaskanku? Ayo, kita lakukan sekarang." Bibir Reiner menyusuri leher Jasmine, tetapi gadis itu segera menjauhkan kepalanya meski akhirnya sia-sia. "Aku bukan w************n! Kamu hanya salah paham. Dan sekarang tolong lepaskan aku!" Namun Reiner tak mau mendengarkan ucapan Jasmine. "Orang itu menyuruhmu ke sini agar aku tidur denganmu, lalu kamu akan merekam atau mengambil gambar kita, dan menyebarkannya untuk menghancurkan reputasiku. Bukankah begitu?" tambah Reiner lagi, lengkap dengan bisikan penuh kearoganannya. "Kutanya sekali lagi. Siapa yang menyuruhmu menjebakku?" Suara Reiner semakin rendah, semakin mengintimidasi. "Jangan seenaknya menuduh! Lepaskan aku! Aku tidak ada hubungannya dengan masalahmu!" berang Jasmine sambil berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Reiner. Namun lagi-lagi, usahanya sia-sia. "Sayang sekali, aku tidak mudah percaya dengan perkataan orang lain," ujar Reiner dingin. Dia menelan ludahnya dengan susah payah, merasa semakin tersiksa dengan pengaruh obat yang menjalar di sekujur tubuhnya. Sangat panas, dia butuh pelampiasan. Reiner merutuki dirinya sendiri karena malam ini dia tidak hati-hati, sehingga dia nyaris terjebak oleh seseorang yang belum dia ketahui pasti siapa orangnya. Beruntung Reiner segera memasuki kamar ini sebelum dia lepas kendali di luar sana, tetapi siapa sangka gadis inilah yang datang padanya seolah-olah ingin mengumpankan diri. Sebagai CEO perusahaan besar di Indonesia dan pewaris salah satu perusahaan Migas terbesar di Prancis, jumlah musuh Reiner nyaris setara dengan jumlah orang yang mendukungnya. Maka tidak heran jika banyak orang yang ingin menjatuhkan Reiner dan membuat nama baiknya tercoreng. "Kita selesaikan malam ini. Tapi aku tidak akan membiarkan diriku terjebak olehmu." Mata Reiner semakin menggelap menatap Jasmine yang masih memberontak di hadapannya, penuh dengan gairah yang membakar. "b******k! Sudah kubilang aku bu—" Jasmine tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi ketika kedua telapak tangan pria itu menangkup pipinya, lalu mencium bibirnya dengan buas. Jasmine tidak tinggal diam. Dia memberontak, menendang, dan memukul. Tetapi pria itu sama sekali tidak terganggu oleh tenaganya yang hanya seringan kapas jika dibandingkan dengan tenaga Reiner yang tengah dikuasai gairahnya. Dengan mudah, Reiner menaklukkan Jasmine, menjerat tubuhnya di atas ranjang lalu menguasainya sepenuhnya. Sekujur tubuh Jasmine terasa remuk, bagai dilindas benda berat. Perlahan, ia mendapati kesadarannya kembali saat terdengar alarm dari ponselnya. Matanya terbuka, berusaha mengenali ruangan kamar yang terasa sangat asing baginya. Kamar itu tampak mewah dan luas. Jasmine berusaha bangkit sambil merapatkan selimut ke tubuhnya. Dia memijat pelipisnya, mencoba mengumpulkan kepingan memori tentang penyebab dirinya berada di ruangan ini. Ah. Jasmine baru sadar jika semalam dirinya ditiduri oleh seorang pria berengsek, yang sudah seenaknya menuding Jasmine sebagai komplotan dari orang yang ingin menjebaknya. Mengingat hal itu, mendadak ulu hati Jasmine terasa nyeri. Rasanya, tubuhnya sangat kotor dan dia merasa jijik pada diri sendiri. Jasmine gagal. Ya, dia telah gagal menjaga kehormatannya yang paling berharga. Kini dia tak ada bedanya dengan w************n, bukan? Jasmine ingin menangis tetapi dia tahu hal itu tidak ada gunanya sekarang. Menangis atau berteriak sekencang apapun, hal itu tidak akan bisa mengubah keadaan kembali seperti semula. Atau lebih tepatnya, Jasmine tidak ingin terlihat lemah ketika dirinya menangis. "Mimpimu indah, Nona?" Suara bariton pria itu berhasil menarik Jasmine kembali ke alam nyata. Cepat-cepat dia menoleh pada Reiner yang tengah duduk di sebuah kursi dengan penuh kearoganan. Matanya menatap Jasmine dalam-dalam, namun tatapannya sulit sekali terbaca.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN