Kesalahpahaman

933 Kata
"Tidak! Kumohon, jangan lakukan ini padaku." Jasmine menepis dengan kasar tangan seorang pria tua yang mencoba menyentuh pahanya. Tangannya bergerak cepat, penuh ketegasan, menyingkirkan tangan-tangan kotor yang merayap di kulitnya. Dia tak sudi disentuh oleh tangan nakal p****************g seperti ini. Rasa jijik dan marah bergejolak di dalam dirinya, membuat darahnya mendidih. Jasmine beringsut ke ujung sofa, mencoba menghindar. Namun sayangnya, pria yang sudah mabuk itu tidak mau melepaskannya begitu saja. Dia mendekat dengan tatapan liar yang memuakkan, mata yang memancarkan nafsu tak terkendali. "Jangan menghindariku, Cantik. Kita bersenang-senang malam ini." Suaranya penuh desahan yang membuat bulu kuduk Jasmine berdiri. Nada suaranya begitu menjijikkan, memekakkan telinga Jasmine. "Jangan pernah bermimpi! Saya bekerja di tempat karaoke ini bukan untuk memuaskan nafsu lelaki kurang ajar seperti Bapak!" Jasmine berdiri, tak tahan lagi dengan sikap pria itu yang semakin kurang ajar. Hanya ada mereka berdua di ruangan karaoke tersebut, dengan musik yang dibiarkan mengalun sendiri, menciptakan suasana yang aneh dan mencekam. Jasmine, seorang pemandu lagu yang terpaksa melayani pria ini seorang diri, sudah sering menghadapi perlakuan tidak senonoh dari pelanggan yang datang ke sini. Tetapi selama ini, Jasmine berhasil menepis tangan-tangan nakal mereka dan mampu mempertahankan harga dirinya. Namun, malam ini, situasinya berbeda. Mata pria buncit itu memelotot tajam, penuh amarah atas penolakan Jasmine. Dia berdiri dan mencengkeram rahang Jasmine dengan keras, membuat gadis itu mengerang kesakitan. "Berani-beraninya kamu menolakku?!" bentaknya. Jasmine berjengit sambil meringis menahan sakit di rahangnya. "Tidur denganku! Atau aku akan membuat kamu dipecat dari tempat ini!" "Silakan saja kalau memang Bapak bisa membuat saya dipecat!" Tanpa ragu, Jasmine menendang pangkal paha pria itu saat dia semakin tersudut. Tendangannya penuh kekuatan, penuh kemarahan yang tak tertahankan. Jasmine tidak banyak berpikir tentang bagaimana nasib pekerjaannya esok hari setelah melawan pria ini. Yang terpenting baginya saat ini adalah menyelamatkan diri dari terkaman pria menjijikkan di hadapannya. Saat pria itu tengah meringis kesakitan, Jasmine mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Namun, pria itu lagi-lagi tidak ingin menyerah. Dia mengejar Jasmine dengan tatapan penuh dendam. Jasmine melepas high heels-nya untuk mempercepat langkahnya. Sambil menenteng alas kaki tersebut, dia terus berlari melewati orang-orang yang tidak peduli pada keadaannya, karena mereka asyik dengan kesenangan mereka sendiri. Setelah cukup jauh berlari, Jasmine baru sadar bahwa dirinya kini berada di lorong hotel yang berada satu lantai dengan tempat karaoke. Dia ngos-ngosan, memegangi dadanya yang terasa sesak, bersandar di salah satu dinding. "Ini gila," pikirnya. Belum pernah Jasmine bertemu dengan pelanggan senekat dan segila ini, sampai mengejarnya seperti pemburu yang kejam. "Mau lari ke mana, manis? Oh... atau kamu mau kita masuk ke kamar lebih cepat?" racau pria itu yang berhasil mengagetkan Jasmine. Suaranya menggelegar di lorong sepi, menghantui setiap langkah Jasmine. "Dalam mimpi pun hal itu tidak akan terjadi!" balas Jasmine sengit sebelum kembali berlari, kakinya berderap cepat di lantai marmer yang dingin. Di hadapannya, tak jauh, Jasmine melihat sebuah pintu kamar terbuka setengahnya. Baiklah, untuk menyelamatkan diri, sepertinya Jasmine harus menebalkan muka pada penyewa kamar tersebut. Tanpa berpikir panjang, Jasmine segera masuk ke dalam kamar itu, lalu menutup pintunya rapat-rapat. Napasnya tersengal, jantungnya berdebar kencang, berharap pintu itu bisa menjadi perisai dari ancaman di luar sana. Dalam keheningan kamar yang asing, Jasmine merasakan campuran rasa takut dan lega. Apakah dia benar-benar telah selamat? Apakah pria menjijikkan itu akan berhenti mengejarnya? Hanya waktu yang bisa menjawab. Tapi untuk saat ini, Jasmine mencoba mengatur napasnya, bersandar pada pintu yang kini menjadi benteng terakhirnya. Jasmine akan meminta maaf dan menjelaskan pada si penyewa kamar ini nanti Jika dirinya sudah dipastikan selamat dari terkaman pria tua yang sepertinya sangat terobsesi padanya. Setelah napasnya kembali normal, Jasmine memutuskan untuk berbalik. Namun, alangkah terkejutnya dia ketika tubuhnya sudah berbalik, mendapati seorang pria berdiri di hadapannya dalam jarak yang begitu dekat. Jasmine nyaris berteriak, tetapi dengan cepat membungkam mulutnya sendiri. Pria itu—bukankah dia seseorang yang sempat Jasmine layani di tempat karaoke, sebelum kedatangan pria buncit gila yang barusan mengejarnya? Jasmine menelan ludah dengan susah payah. Selain tubuhnya yang tinggi tegap, pria di hadapannya memiliki ketampanan di atas rata-rata. Sorot mata tajam dengan iris berwarna hazel menatap Jasmine begitu dalam, namun sulit sekali terbaca. Sebelah alis pria itu terangkat, kearoganan nampak jelas di wajahnya. Namun, Jasmine melihat peluh bercucuran di dahi dan pelipis pria itu, napasnya tidak teratur, persis seperti habis berolahraga. "Maafkan aku sudah lancang masuk ke kamar ini. Aku dikejar-kejar seseorang dan tidak sengaja me—" "Jadi setelah mencampurkan obat ke dalam minumanku, kamu juga datang ke sini menjadi wanita bayaran untukku?" Suara bariton yang terdengar berat dan dalam itu menyela kalimat Jasmine. Pria itu—Reiner—berbicara dengan nada penuh kecurigaan, jelas-jelas menganggap Jasmine adalah wanita yang sudah dia pesan beberapa saat yang lalu untuk tidur dengannya. Jasmine terkejut. "Apa maksudmu? Aku tidak mencampurkan apa-apa ke dalam minumanmu," bantahnya, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang. "Dan apa tadi kamu bilang? Wanita bayaran? Maaf, aku bukan wanita seperti itu. Aku juga tidak mengerti apa maksudmu menuduhku begitu." Reiner melangkah mendekati Jasmine, jarak di antara mereka kian menipis. Jasmine terpaksa mendongak untuk menatap pria itu dengan raut bingung. "Jangan pura-pura bodoh!" seru Reiner geram sebelum memejamkan matanya sesaat, menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya semakin terasa panas dan gelisah seakan-akan efek dari obat itu ingin membakar tubuhnya. "Katakan, siapa yang sudah menyuruhmu menjebakku mencampurkan obat ke dalam minumanku, lalu datang ke sini? Siapa?" serunya dengan mata menatap nyalang pada Jasmine. Jasmine menggeleng cepat. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini yang membuat pria itu seenaknya menuduhnya. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Aku benar-benar hanya mencoba menyelamatkan diri dari pria gila yang mengejarku. Tolong, percayalah padaku," pintanya dengan suara yang terdengar gemetar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN