Perlu Diingatkan Sekali lagi?

754 Kata
Sesaat, Jasmine ternganga melihat penampilan Reiner yang tampak begitu mempesona. Terlihat elegan dengan tuksedo hitam yang begitu pas membalut tubuhnya. Jam tangan mewah di pergelangan tangan kirinya menambah kesan berkelas. Wajahnya tampak segar, sementara rambutnya tersisir rapi, menciptakan aura pria yang sempurna. Jasmine menggeleng pelan untuk menepis pikirannya. Bagaimana pun juga, pria itu sangat berengsek. Dia telah merampas miliknya tanpa izin. Maka dari itu, Jasmine tidak boleh terpukau dengan ketampanan yang dimilikinya. "Saya rasa bajumu sudah tidak berbentuk lagi. Kamu akan membutuhkan pakaian baru," ujar Reiner dengan nada datar. Jasmine melarikan pandangan ke arah pakaiannya yang bernasib malang di atas lantai. Ya, pria itu merobeknya tanpa perasaan semalam. Jasmine lantas membuang muka tanpa menanggapi ucapan Reiner. "Tapi kamu tidak perlu khawatir," lanjut pria itu, "di ruangan itu banyak sekali pakaian yang sudah saya siapkan. Tinggal pilih saja mana yang cocok untukmu." Dagunya menunjuk ke arah pintu yang Jasmine yakini di dalamnya adalah walk-in closet. Entah Jasmine harus merasa bersyukur atau meratapi kesialannya. Namun, dia memang membutuhkan pakaian saat ini. Tidak mungkin Jasmine pulang mengenakan pakaian robek yang akan semakin mempermalukan dirinya. "Laki-laki berengsek." Jasmine menghunuskan tatapan tajam pada Reiner. "Kamu harus bertanggung jawab karena sudah merampas milikku." Seketika, kekehan terdengar dari mulut pria bermata hazel itu. Dia berdiri, berjalan mendekati Jasmine, lalu berhenti tepat di samping ranjang. Sehingga Jasmine perlu mendongak untuk menatap Reiner yang menjulang tinggi tersebut. "Tanggung jawab? Oh, tentu saja. Saya akan bertanggung jawab untuk malam kita, kamu tidak perlu khawatir." Jasmine yang mendengar ucapan itu pun tampak sedikit terhenyak. Benarkah pria ini mau bertanggung jawab atas perbuatannya? Tapi, kenapa? Setahunya, pria kaya seperti Reiner selalu pergi begitu saja setelah meninggalkan sejumlah uang. Itulah yang Jasmine dengar dari beberapa pegawai yang sering bergosip di tempatnya bekerja. "Tapi sebelum itu, katakan siapa yang sudah menyuruhmu menjebak saya?" Jasmine menahan senyum kecut lengkap dengan tatapan tajamnya. "Kamu masih belum mempercayaiku?" "Sudah saya bilang, saya bukan orang yang mudah percaya pada orang lain tanpa adanya bukti." "Seharusnya kamu tidak perlu mencurigaiku, kamu lihat sendiri aku membuka botol wine itu di depan matamu. Kamu lupa?" Jasmine kembali membela diri. Reiner menaikkan sebelah alisnya seolah tengah berpikir. Gadis ini benar. Reiner melihat sendiri bagaimana dia membuka segel minuman itu di hadapannya. "Tapi tidak dengan jus, bukan? Saya yakin obat itu ada di dalam jus yang saya minum." Jasmine menghela napas panjang. Ia lelah dengan Reiner yang terus-menerus menudingnya, belum lagi sekujur tubuhnya kini terasa nyeri akibat ulah pria itu tadi malam. "Silakan menuduhku sepuasnya. Aku tidak ingin menjelaskan apa-apa lagi. Percuma," ujarnya datar, "atau apa ini akal-akalanmu saja supaya bisa menyentuhku dan merampas milikku?" Reiner mengetatkan rahangnya, dia tidak terima dengan tuduhan Jasmine. "Pekerjaan wanita nakal sepertimu memang untuk disentuh oleh pria dan menjual diri. Bukankah begitu?" Ucapan Reiner benar-benar membuat Jasmine merasa terhina. Dia mencengkeram seprai kuat-kuat. "Saya akan memberikan tanggung jawab saya sekarang," lanjut Reiner dingin. "Karena kamu masih perawan, maka saya akan memberi imbalan berapapun yang kamu inginkan. Lima puluh juta? Seratus juta? Atau dua ratus juta?" Reiner berkata datar, seolah tak menyadari bahwa ucapannya telah melukai harga diri Jasmine. "Anggap saja sebagai uang tip dari saya." Jasmine tersenyum pahit. "Jadi itu bentuk tanggung jawabmu? Maaf, kalau begitu aku tarik lagi ucapanku sebelumnya. Aku tidak butuh uangmu. Aku bukan w************n yang menjual tubuhku kepadamu." Mendengar ucapan Jasmine, Reiner menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya tanggung jawab apa yang kamu harapkan? Kamu ingin saya menikahimu?" Reiner menahan tawa sinis. "Yang benar saja! Menikahi wanita sepertimu adalah hal terakhir yang akan saya lakukan. Itupun karena terpaksa." Harga diri Jasmine terasa diinjak-injak. Demi Tuhan, dia bukan p*****r. Dia tidak membutuhkan uang itu. Meski rentenir sedang mengejar-ngejarnya karena hutang yang ditinggalkan sang kakak, Jasmine sama sekali tidak mau menerima uang dari pria berengsek ini. Itu sama saja mengakui dirinya w************n. "Pergi dari hadapanku! Sekali lagi, aku tidak butuh uang darimu." "Jangan mempersulit urusan ini, Nona. Saya sedang terburu-buru dan tidak punya banyak waktu berurusan dengan gadis sepertimu." Reiner melipat tangannya di depan d**a. "Katakan berapa jumlah uangnya, mumpung saya sedang berbaik hati." Tangan Jasmine mencengkeram selimut yang melilit tubuhnya kuat-kuat seraya menatap Reiner penuh kebencian. Ada banyak kata-kata yang ingin dia lontarkan pada pria itu, tapi Jasmine tak ingin membuang-buang energinya yang kian menipis. "Kamu sudah memperkosaku," desis Jasmine dingin. Reiner tersenyum miring dengan tatapan tak lepas dari Jasmine. Tangannya meraih dagu gadis tersebut agar semakin mendongak padanya. "Saya tidak mungkin lupa, bagaimana kamu sangat menikmati malam panas kita. Kamu bahkan menyambut saya dan berkali-kali berteriak. Apa kamu masih ingat? Atau, apa perlu saya ingatkan sekali lagi?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN