Kesempatan?

1150 Kata

“Tidak ada yang perlu dibicarakan, Mas. Percuma—” jawab dan sempat terjeda. Aku sampai mengembuskan napas panjang. “Aku harus bekerja.” Alih-alih melanjutkan kalimatku, aku memutuskan untuk mengakhiri saja pertemuan ini. Momennya sangat tidak tepat. “Saya jemput kamu, sore nanti,” ucapnya seolah tidak ingin terbantah. Tatapannya, aku tidak dapat mengartikannya, matanya dipenuhi campuran emosi. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba tetap tenang. Ardika sudah menjauh dan masuk ke dalam mobilnya. Sejujurnya sedari tadi jantungku berdetak kencang. Aku takut saat dia menyentuhku. *** Aku mendiskusi beberapa hal pada Farhan perihal pasienku. Tukar pikiran bersamanya membuat aku semakin matang memperdalam teori dan praktekku. “Anak-anak kasih opsi traktir makan siang atau karaoke malam,” li

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN