“Bu Zia.” Langkahku terhenti saat ada yang memanggil namaku.
“Ya bu, ada yang bisa saya bantu?”
“Hari ini apa ibu bisa menggantikan saya mengajar di kelas 5 karena saya diminta Kepsek ke Dinas.”
“Tentu bisa bu Reta.” Jawabku tersenyum.
“Terima kasih bu Zia.”
“Sama – sama.” Jawabku tersenyum dan kembali melangkah menuju ruang Guru.
Aku Achazia Nuray Wirata seorang Guru di SD Permata Bangsa, aku mengabdikan ilmu yang aku dapat dari bangku kuliah di sini untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa.
Saat ini aku tinggal bersama tante, adik dari Ayah hanya beliau yang aku miliki karena Ibu sudah meninggalkanku sejak aku berusia 10 tahun sedangkan Ayah meninggalkanku untuk selamanya 2 tahun yang lalu saat bertugas menyelamatkan cucu atasan Ayah.
Aku bangga pada Ayah yang gugur dalam tugasnya, aku tak sedikit pun marah atau dendam pada keluarga Pak Ardan atasan Ayah. Keluarga Pak Ardan sangat baik, aku mengenal beliau sejak Ayah menjadi ajudan pribadi beliau.
Sejak kepergian Ayah, Bapak dan Ibu Ardan makin baik padaku bahkan beliau selalu menawarkan bantuan padaku tapi selalu aku tolak karena prinsipku selama aku masih bisa sendiri pantang untuk meminta tolong pada siapa pun.
Seminggu yang lalu Pak Ardan memberiku kabar jika cucunya akan menemuiku, beliau memang menaruh harapan yang besar agar aku mau menjadi cucu menantu keluarga Mahendra. Tapi beliau juga tak memaksakan semua terserah denganku.
Selesai mengajar di kelas 5 aku kembali ke Ruang Guru berjalan menyusuri lorong sekolah dengan sesekali menjawab sapaan para siswa dan siswiku karena sekarang memang jamnya istirahat.
“Bu Zia.” Aku menoleh ke sumber suara saat ada yang memanggil namaku dan ternyata pan Maman Security sekolah.
“Ya pak ada apa?” tanyaku.
“Ada yang mencari Ibu, masih di depan gerbang.”
“Siapa pak?”
“Saya juga baru lihat bu, cowok tampan banget bu.”
“Semua cowok tampan pak, pak Maman juga tampan.” Jawabku tersenyum, “Minta tunggu di ruang tamu sebentar ya pak saya taruh buku dulu.” Lanjutku yang di angguki pak Maman dan langsung pergi kembali menemui seseorang yang katanya mencariku.
Setelah menaruh buku di Ruang Guru aku langsung bergegas menuju ruang tamu untuk menemui tamuku tak enak membiarkannya menunggu terlalu lama dan lagi pula aku juga penasaran siapa yang mencariku.
Tiba di depan ruang tamu aku mengetuk pintu dan membukanya perlahan, tatapanku langsung bertemu dengan seorang Pria yang mengenakan kemeja slimfit berwarna Silver, wajahnya tampan walaupun kulitnya tak terlalu putih, matanya sangat tajam menatapku, hidungnya yang mancung sangat pas untuknya dan alisnya yang tebal membuatnya makin sempurna.
Aku terdiam beberapa saat memandang ciptaan Allah yang begitu sempurna ini hingga suara bariton dari si pemilik wajah yang sedang aku tatap menyadarkanku.
“Assalamualaikum, selamat pagi menjelang siang Bu Guru.” Katanya menyapaku.
“Waalaikumsalam.” Jawabku, “Maaf apa benar ada mencari saya?”
“Ya benar, perkenalkan saya Alvand Putra Mahendra, boleh panggil Alvand atau cukup Al saja, saya cucu dari pak Ardan Mahendra tentu bu Guru mengenal beliau kan.” Katanya memperkenalkan diri mengulurkan tangannya dan tersenyum, senyum yang sangat manis membuat jantungku berdetak makin kencang, gugup sekarang yang aku rasakan.
Aku sambut uluran tangannya, “Achazia Nuray Wirata, biasa di panggil Zia, tentu saya mengenal beliau.” Jawabku tersenyum.
“Syukurlah kalau begitu, maaf jika kedatangan saya mengganggu bu guru.”
“Kebetulan sedang jam istirahat jadi tak mengganggu, oya silakan duduk.” Kataku mempersilahkan pria di depanku yang ternyata cucu pak Ardan.
“Terima kasih, maaf kedatangan saya yang tiba – tiba ke sini sebenarnya untuk mengajak bu Guru makan malam, mungkin opa sudah pernah bicara jika saya ingin bertemu bu Guru, apa nanti malam ibu ada waktu?”
“Insya Allah.” Jawabku mengangguk.
“Hari ini ibu pulang jam berapa?”
“Jam 2.”
“Apa saya boleh menunggu ibu? Nanti saya antarkan pulang agar saya tahu tempat tinggal bu guru.”
“Tapi masih lama.”
“Kurang lebih 2,5jam, saya tak masalah menunggu kebetulan saya sedang libur.” Aku pun mengangguk, aku tak tahu pekerjaan pria ini apa mungkin dia dokter karena setahuku putra pak Ardan seorang dokter begitu juga menantunya yang kemudian menikah lagi dengan keponakan pak Ardan yang seorang dokter juga jadi kemungkinan besar dia juga dokter.
“Mau menunggu di sini atau___?”
“Di mobil, saya tunggu ibu di mobil saja nanti selesai mengajar ibu langsung ke sana.” Jawabnya memotong perkataanku.
“Saya tunggu ya bu, kalau begitu saya permisi keluar, Assalamualaikum.” Aku kembali mengangguk, dia berdiri melangkah keluar ruangan.
“Walaikumsalam.” Jawabku sambil menatap kepergiannya.
Bel sekolah berbunyi menandakan selesainya jam pelajaran terakhir untuk hari ini, setelah berdo’a bersama dan muridku satu per satu menyalamiku untuk pulang aku melangkahkan kakiku ke ruang guru untuk Absen dan segera berjalan menuju mobil seseorang yang sudah menungguku.
Langkahku terhenti saat melihat pria yang tadi menemuiku sedang berbincang dengan salah satu guru di sini, bu Mitha guru muda dan cantik bak seorang model yang juga putri dari salah satu donatur di yayasan sekolah ini.
“Hai Bu Guru.” Sapaan dan lambaian tangan dari pria itu membuatku tersenyum dan kembali melangkahkan kaki mendekati mereka.
“Jadi bu Zia yang kamu tunggu Al?” tanya bu Mitha.
“Iya Mitha, aku menunggu bu guru Zia, maaf aku nggak bisa lama – lama harus segera pulang, ayo bu guru.” Kata pria itu membukakan pintu mobil dan memintaku untuk memasukinya.
Aku mengangguk dan berpamitan pada bu Mitha yang wajahnya tampak masih terkejut membuatku bertanya dalam hati apa mereka pernah dekat atau memang hanya saling mengenal saja.
Aku masuk ke dalam mobil, tak lama pria itu juga memasuki mobil, menyalakan mesin dan menjalankannya meninggalkan sekolah dan juga bu Mitha yang masih berdiri menatap kepergian kami, aku melihatnya dari spion.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam membisu tak ada yang berbicara, kami larut dalam pemikiran kami masing – masing hingga mobil berhenti di depan sebuah rumah, rumah yang sangat aku tahu karena ini rumahku membuatku terkejut bukannya tadi awal bertemu dia bilang ingin mengantarku karena agar tahu rumahku.
Aku menatap pria di sampingku yang masih terdiam di kursi kemudinya, “Katanya nggak tahu rumahku, tapi kenapa bisa sampai di sini?” Tanyaku dan dia menoleh menatapku.
“Maaf saya tahu dari opa, habisnya dari tadi bu guru diam saja nggak kasih tahu di mana alamatnya untung saja tadi opa kirim alamat ibu, saya baru tahu tadi 1 jam sebelum ibu selesai mengajar.” Aku mengangguk mengerti.
“Terima kasih, mau mampir dulu?” tawarku basa -basi padahal dalam hati aku berdo’a dia menolaknya karena rumah sepi, tante sedang pulang kampung dan dia juga orang baru buatku membuatku takut tetangga berpikir yang tidak – tidak.
“Sepertinya untuk hari ini nggak dulu, lain kali saja.” Jawabnya dan aku kembali mengangguk, berpamitan untuk keluar mobil.
“Bu Zia jangan lupa nanti malam saya jemput jam 7.”
“Baik.” Aku keluar dari mobil dan tak lama mobil itu pun bergerak semakin menjauh dari rumahku.
Aku memasuki rumah, segera membersihkan diri dan juga mengganti bajuku.