“Abang Al!!! Vina kangeeen.” Suara teriakan dari adik kesayanganku bersamaan dengan wajah cantiknya yang terpampang jelas memenuhi layar ponselku, aku pun tersenyum melambaikan tanganku. Hanya bisa bersua via ponsel untuk mengurangi rasa rinduku pada keluarga saat sedang satgas, itu pun jika sinyal mudah di dapat. Saat ini aku sedang Satgas Pamtas RI – Malaysia.
Alvand Putra Mahendra aku anak pertama dari tiga bersaudara, orang tuaku berasal dari kalangan Medis namun aku lebih memilih mengabdikan diriku di dunia Militer untuk menjaga Negri.
Aku ingin berdiri dengan perjuanganku sendiri tanpa embel – embel nama besar keluargaku walau pun masih banyak yang menganggap keberhasilanku karena nama besar Om Firza adik dari Mommy dan juga Opa yang notabene seorang petinggi Polri.
Di usiaku yang ke 27 tahun aku sudah berpangkat Kapten itu membuat mereka yang tak menyukaiku mengatakan jika kesuksesanku ada campur tangan Om juga Opa padahal semua hasil dari kerja kerasku sendiri.
Alvina Putri Abhimanyu kembaran dari Alvino Putra Abhimanyu kedua adik kembar yang sangat aku sayangi. Kalian pasti bertanya kenapa nama belakangku berbeda dengan si kembar, itu karena kami satu Mommy tapi beda Ayah.
Aku anak dari Daddy Gavin Mahendra dan Mommy Forza, sedangkan si kembar anak Ayah Dhika dan Mommy Forza di pernikahan keduanya. Kisah cinta Daddy Gavin, Mommy Forza dan Ayah Dhika terangkum indah dalam Love Forza di karya author sebelumnya.
“Abang juga kangen.” Kataku tersenyum.
“Kapan abang pulang?”
“Insya Allah lusa jika tak ada kendala, jemput abang ya.”
“Siap kapten.”
Seperti biasa adikku selalu bercerita apa pun, baik mengenai kuliahnya maupun pekerjaannya di Rumah Sakit milik Opa Abhi, hampir satu jam aku mendengarkan Vina bercerita, kini sudah waktunya aku mengakhiri pembicaraan.
“Dek Abang tutup dulu ya, mau apel sore.”
“Oke, hati – hati di sana, jangan lupa shalat dan jaga kesehatan bang, pulang nanti bawa kakak ipar yang cantik dan sholeha ya.” Aku tersenyum mengacungkan jempolku, dia selalu mengingatkanku dalam hal apa pun termasuk masalah pendamping hidup.
“Assalamualaikum abang Al tampan.”
“Waalaikumsalam princess abang yang cantik.” Ucapku mengakhiri panggilan, layar ponsel pun menggelap.
Lusa jika lancar tak ada kendala aku pulang itu berarti sudah waktunya aku menemui gadis yang berprofesi sebagai guru itu. Gadis yang sudah membuatku penasaran, dia putri dari salah satu ajudan setia Opa.
Opa memang memintaku untuk bertemu dengan putri salah satu ajudannya yang saat ini sudah menjadi yatim piatu, menurut cerita Opa ibunya berpulang saat dia berusia 10 tahun dan Ayahnya 2 tahun yang lalu.
Opa banyak berhutang budi pada Ayah gadis itu, dulu beliau sering menyelamatkan Daddy Gavin dan yang terakhir menyelamatkan Vina yang nyaris tertembak, beliau meninggal karena menjadi tameng pelindung dari pria Psikopat yang mengejar cinta Vina.
Aku sudah memantapkan diri akan menikahi gadis itu, bukan karena permintaan opa tapi entah kenapa hatiku sangat yakin memilihnya untuk menjadi Ibu Persitku.
Aku memang belum mencintainya, jangankan cinta bahkan aku belum pernah bertemu dengannya, foto wajahnya pun aku belum pernah melihatnya, aku hanya mendengar cerita dari opa dan entah kenapa hatiku mantap memilihnya.
Hatiku selalu menghangat setiap mendengar Opa menceritakan gadis itu, dia gadis yang tangguh mampu berdiri sendiri di saat sedang jatuh, Opa menawarkan berbagai bantuan pun ia tolak dengan alasan masih bisa sendiri dan tak mau merepotkan siapa pun.
Dia gadis yang aku inginkan, gadis yang aku yakini bisa mendampingiku dalam suka dan duka, gadis yang bisa menjadi kekuatanku menjalankan tugas sebagai Abdi Negara. Aku tak pernah seyakin ini pada gadis mana pun, tapi dengannya meskipun aku belum pernah bertemu aku merasa sangat yakin dia yang paling pantas untuk aku.
Bukan hanya Vina tapi Mommy, Ayah dan Vino pun belum mengetahui rencanaku dan aku sudah meminta tolong Opa agar merahasiakan semuanya dari siapa pun sebelum aku bertemu dengan gadis itu.
*****
Kamis sore aku dan juga anggota lainnya tiba di dermaga karena kepulangan kami menggunakan kapal. Keluar kapal ratusan Ibu Persit dan mungkin ada juga para Rekanita tengah bersiap menyambut kedatangan orang yang mereka cintai.
Aku tersenyum membayangkan jika kepulanganku dari tugas juga mendapatkan sambutan dari Ibu Persitku dan juga anakku yang berlarian memanggilku, betapa bahagianya aku.
“Abaaang Al.” Suara teriakan gadis cantik yang melambaikan tangannya berjalan mendekatiku di ikuti wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan dua pria yang satu memakai seragam Polisi dan yang satu memakai kemeja batik membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum dan berjalan ke arah mereka yang sangat berarti untuk hidupku.
“Assalamualaikum.” Sapaku saat sudah dekat sambil merentangkan kedua tanganku dan kedua wanita kesayanganku berhamburan memelukku berbarengan dengan suara tangis mereka.
“Waalaikumsalam.”
Dua wanita yang ada dalam pelukanku, Momny Forza wanita yang sudah melahirkan aku dan Alvina adik tersayangku. Aku melepaskan pelukan dan mencium kening mereka bergantian, aku sangat merindukan mereka.
Aku menatap dua pria yang juga tengah tersenyum padaku, “Assalamualaikum yah apa kabar?” sapaku pada pria paruh baya yang masih terlihat gagah dan tampan dalam balutan kemeja batiknya.
“Waalaikumsalam jagoan Ayah, Alhamdulillah Ayah baik tapi akan lebih baik lagi jika Ayah diberi pelukan sama jagoan Ayah yang baru selesai bertugas ini.” Aku tersenyum dan mengangguk, aku segera memeluk tubuh pria yang sudah memberikan kasih sayang tak terbatas untukku, pria yang sudah membuatku tak merasakan kehilangan sosok seorang Ayah. Ya beliau Ayahku dr. Dhika yang sangat mencintai Mommy dan juga aku.
“Ayah bangga padamu nak.” Ayah mengusap punggungku, suaranya terdengar bergetar.
“Gantian dong yah, Vino juga mau peluk Abang.” Suara adik tampanku membuat pelukan aku dan Ayah terlepas.
Aku tersenyum dan merentangkan kedua tanganku yang langsung disambut oleh Vino, pria tampan berseragam Polisi yang masih saja manja padaku.
“Apa kabar bang, Vino rindu.” Katanya dalam pelukanku, sama seperti Ayah suaranya juga bergetar. Betapa mereka semua menyayangiku, aku sangat bersyukur memiliki mereka semua dalam kehidupanku.
“Alhamdulillah baik, abang juga rindu, kamu sudah gagah dengan seragammu jadi jangan menangis, abang sudah pulang dengan selamat.” Aku melepaskan pelukanku, menepuk bahu adik tampanku yang matanya memerah dan dia tersenyum, senyum yang sama seperti punya Mommy.
“Kita pulang sekarang bang, Mommy sudah masak banyak dan semua kesukaan abang.” Kata Vina yang bergelayut manja di tanganku.
Siapa pun yang melihat interaksi aku dan Vina pasti akan beranggapan jika dia Rekanitaku karena kami memang terlihat seperti sepasang kekasih yang saling melepas kerinduan setelah berbulan – bulan tak berjumpa.
“Ayo, abang juga sudah sangat lapar.” Kataku tersenyum dan berjalan merangkul kedua wanita kesayanganku.
“Danki tunggu.” Suara teriakan itu menghentikan langkahku, siapa lagi kalau bukan Letda. Hafiz anggotaku yang memang cukup dekat denganku. Aku menoleh menatapnya yang berjalan mendekatiku.
“Ada apa?” tanyaku saat dia sudah dekat.
“Ini Ponselnya masih sama saya.”
“Terima kasih fiz saya sampai lupa.”
“Sama – sama, kalau begitu saya permisi dulu mari ibu Forza, Pak Dhika, mbak Vina dan ini saya panggilnya masih bisa mas Vino apa harus pakai Iptu ya?” Kata Hafiz sambil tersenyum pada Vino.
“Bebas bang, seperti biasa saja.” Jawab Vino tersenyum.
“Siap mas Vino, mari semuanya.” Pamit Hafiz.
Kami pun kembali berjalan menuju parkiran mobil untuk segera pulang ke rumah yang sudah sangat aku rindukan.