Pagi ini di lapangan Yon bukan hanya istriku tapi para ibu Persit lainnya berkumpul mengantar kami para suami yang akan berangkat Latgab tiga matra TNI di sentul Bogor.
Aku menggenggam erat tangan istriku, menatap wajah cantiknya yang selalu menyejukkan hatiku. Sejujurnya baru kali ini aku akan berangkat melaksankan tugas tapi dalam kebimbangan, walau hanya tiga hari tetap saja aku merasa enggan meninggalkannya.
"Jaga diri baik - baik ya dik, mas hanya tiga hari, kamu jangan nakal ya ingat jaga mata dan jaga hati kamu untuk mas, walau kita belum saling mencintai anggap saja ini tahap kita belajar mencintai."
Dia tersenyum, "Iya mas, insya Allah Zia akan jaga semuanya hanya untuk mas Alvand, mas juga harus jaga mata dan hati mas untuk Zia ya, jangan pernah kecewakan Zia."
Aku mengangguk, "Pasti Nyonya muda Abhimanyu." Jawabku tersenyum, aku cium keningnya cukup lama dan dia pun seperti biasa mencium tanganku sebagai tanda bakti seorang istri pada suaminya.
Aku bahagia bisa menikah dengan Zia wanita solekha yang tak pernah menuntut apapun dariku, walau pernikahan kami tak di landasi rasa saling cinta tapi aku sangat yakin jika suatu hari nanti kami akan bisa saling mencintai.
Saat ini nikmati saja dulu setiap prosesnya agar rasa yang bernama cinta itu tumbuh tepat pada waktunya.
"Mas berangkat ya dik." Kataku dan diapun mengangguk, aku melangkah mundur sambil melambaikan tanganku, aku tersenyum dan diapun tersenyum, sungguh berat meninggalkannya padahal hanya tiga hari. Jadi beginikah yang di rasakan prajurit lain saat akan melaksanakan tugasnya dan harus meninggalkan istri dan anaknya.
Truk yang aku naiki perlahan berjalan, mataku masih saja menatap Zia istriku yang melambaikan tangannya dan sesekali aku lihat dia menghapus air matanya. Manis sekali, saat aku di depannya dia biasa saja tampak sangat tegar layaknya istri prajurit tapi saat aku sudah tak lagi di depannya dia menangis.
Truk berjalan makin menjauh hingga kini istriku dan ibu persit lainnya tak terlihat lagi, aku menyandarkan tubuhku dan aku pejamkan mataku mengingat setiap momen manis yang tak sengaja membuat hatiku berdesir.
Mengingat betapa lucunya dia saat aku mendekat, dia gugup dan wajahnya langsung merona sangat menggemaskan aku suka saat melihat wajahnya merona. Tanpa aku sadari aku menarik sudut bibirku, tersenyum mengingat momen manis itu.
Satu jam lebih perjalanan akhirnya sampai juga di lokasi Latgab TNI, kami semua segera berbaris untuk upacara pembukaan Latgab TNI (AD, AU, AL) yang di ikuti 469 prajurit yang di pimpin langsung oleh Pangkostrad Letnan Jenderal TNI Firza Adhitama, SH, M.Tr (Han) selaku Panglima Kogab TNI, beliau adik Mommy yang namanya makin gemilang di dunia militer meskipun banyak yang bilang karena Om menjadi menantu keluarga Mahya dan juga berkat bantuan Opa Ardan tapi aku pribadi sangat yakin kesuksesan yang Om Firza dapatkan saat ini semua karena kerja keras dan kegigihan Om Firza.
Om Firza memang menyayangiku tapi saat sedang bertugas tak ada Om dan keponakan, beliau sangat tegas jika aku melakukan kesalahan maka Om akan tetap menghukumku.
Selesai upacara pembukaan aku duduk sendirian di bawah pohon sambil menunggu dimulainya Latgab.
"Kenapa lagi, dari kemaren murung terus, ingat Al harus fokus selama Latgab jangan malu - maluin jabatanmu sebagai Danki juga kesatuan kita." Kata Mayor Andi yang duduk di sampingku.
"Siap Ndan, tenang saja saya nggak akan membuat malu kesatuan." Jawabku tersenyun.
Mayor Andi mengangguk, "Bagus kalau begitu, buktikan jangan cuman bicara saja."
"Siap Ndan."
****
Hari kedua Latgab aku tetap mencoba untuk terus fokus, hari ini ada latihan tembak yang memang membutuhkan konsentrasi tinggi. Pagi tadi setelah Shalat subuh aku melepas rindu pada istriku lewat vidiocall walau sebentar tak ada 10 menit sudah cukup buatku melihat wajahnya yang selalu menyejukkan.
Aku sendiri bingung kenapa bisa sangat merindukan istriku, apa aku sudah mulai jatuh cinta dengannya? Hatiku berharap begitu, tapi logikaku mengatakan ini bukan cinta, ini hanya rindu karena aku sudah terbiasa melihatnya setiap hari dan sekarang aku tak bisa melihatnya membuatku merasakan ada yang kurang.
"Rindu mbak Al ya bang?" Tanya seseorang yang baru datang dan duduk di samping kananku, aku menoleh ke sumber suara yang ternyata Hafiz.
Aku hanya mengangguk, tak lama notif masuk ke dalam ponselku. Nomor yang waktu itu mengirim foto istriku bersama seorang pria, aku segera membukanya dan dia ternyata mengirim tiga foto dan satu vidio, vidio yang memperlihatkan istriku sedang berjalan dengan pria itu dan memasuki sebuah mobil.
Dadaku langsung bergemuruh saat melihatnya, ingin rasanya aku kabur dari sini dan menemui istriku meminta penjelasannya kenapa dia bisa satu mobil dengan pria itu.
"Cemburu?" Tegur seseorang yang dudu di samping kiriku yang ternyata Mayor Andi, aku hanya diam saja tak tau harus menjawab apa.
Benarkah apa yang aku rasakan saat ini karena aku cemburu melihat istriku bersama pria lain? Lalu kenapa bisa cemburu sedangkan aku belum yakin mencintainya.
"Jangan langsung berpikiran jelek dulu, belum tentu apa yang kamu lihat itu benar, lagipula buat apa orang mengirim itu semua Al kalau nggak ada maksud tertentu, sama sajakan dia memata - matai istrimu dan ingin menjelekkannya di depan matamu." Jelas Mayor Andi.
Benar juga, kalau bukan kesengajaan buat apa orang ini mengirim semua ini jika tak ada tujuan khusus, mungkin dugaanku benar kalau dia ingin merusak rumah tanggaku dengan membuat Zia buruk dimataku.
Aku teringat Hanif yang waktu itu menjemput istriku, hari pertama saat foto itu dikirim padaku.
"Nif, kamu tau pria ini nggak? Waktu jemput mbakmu pernah lihat dia nggak?" Tanyaku pada Hanif sambil menunjukkan ponselku dan Hanif mengangguk.
"Mbak Al bilang itu guru baru bang, waktu saya sampai gerbang pria itu sedang berdiri di samping mbak Al menawarkan tumpangan tapi mbak Al menolaknya." Jelas Hanif, aku pun mengangguk.
"Cari tau dulu jangan langsung luapkan cemburumu itu Al, Hanif bilang dia guru baru jadi ya mungkin wajar saja menawarkan tumpangan, positif thinking." Kata Mayor Andi, aku pun mengangguk.
"Saya sudah minta bantuan Vino ndan buat selidiki itu nomor siapa, tapi sampai sekarang belum kasih kabar mungkin dia masih sibuk karena lagi banyak kasus."
"Sabar Al, banyak berdoa untuk kebaikan rumah tanggamu, jangan mudah terpancing dengan hal begituan. Ingat loh buat dapatin dik Zia kamu menunggu hingga 27 tahun, masa mau kalah dengan begituan."
Aku tersenyum mendengar ucapan Mayor Andi, benar aku sudah menunggu Zia sampi 27 tahun jadi aku harus sabar jangan sampai terpancing dengan jebakan ini, entah siapa yang membuat jebakan ini kalau aku tau jangan harap aku mengampuninya.
Aku berjalan menuju tenda pengumpulan ponsel lalu lanjut ke tengah lapangan bergabung dengan prajurit lainnya untuk kembali latihan, bagaimanapun juga aku harus fokus latihan biarkan saja nanti saat aku pulang baru aku pikirkan kembali masalah ini.
Namun sayangnya saat aku akan mengumpulkan ponsel ada notif masuk dan langsung aku buka, betapa terkejutnya aku melihat foto yang baru saja aku unduh, ingin rasanya saat ini juga aku pergi dari sini dan mendatangi mereka.
"Brengsek."