Perlakuan Bagas ~~

1020 Kata
Setibanya di sebuah gudang terbengkalai, yang berada di balik benteng pembatas lingkungan sekolah, pemuda bersweater hitam itu, menendang pintu besi berkarat di depannya, lalu berjalan masuk, sembari menarik dengan paksa, lengan Zeira yang semakin memerah, dan mulai mati rasa. Bagas menghempaskan tubuh Zeira dengan sekuat tenaga, dan membuat gadis cantik itu jatuh, terjerembab, menabrak meja dan kursi kayu, yang tertumpuk di sudut gudang tersebut. Seketika itu juga, darah segar perlahan keluar dari goresan luka-luka pada sebagian besar wajah, sikut, lengan, dan lutut Zeira, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. “Ah … sssttt! Lo apa-apaan, sih? Lo masih belum puas juga, nyakitin gue?” tanya Zeira, sembari berusaha untuk bangkit dari posisinya, lalu berdiri terhuyung-huyung, karena kakinya sempat terkilir saat terjatuh barusan. Pemuda dengan seringai mengerikan itu, berjalan menghampiri Zeira kembali, dan kemudian …. Plak! Satu tamparan yang cukup keras, kembali mendarat pada wajah sisi kiri gadis itu, hingga tubuhnya kembali limbung, dan terjatuh tepat di atas kursi kayu di belakang Zeira. Rasa panas, perih, dan menyakitkan, begitu saja menguar dari bekas tamparan tersebut. Air mata yang sejak tadi ditahannya pun, akhirnya menetes di atas wajah cantiknya. Entah kenapa, rasa takut yang begitu besar setiap kali berhadapan dengan mantan kekasihnya itu, berhasil mengalahkan keberanian Zeira. Tubuhnya seakan menjadi kaku, hingga jurus-jurus karate, yang selalu ibunya ajarkan sejak ia kecil, tak bisa ia gunakan untuk melawan Bagas. Pemuda itu mengambil posisi setengah berlutut di depan Zeira, merogoh saku sweater yang dikenakannya, untuk mengambil sebuah tali tambang kecil dari dalam sana. “L-Lo mau apa?” tanya Zeira. Gadis itu segera berdiri dari posisinya, dan hendak berlari keluar dari ruang tersebut. Namun sayangnya … karena terkilir, dan rasa sakit yang berasal dari sendi kedua kakinya, membuat Zeira begitu saja terjatuh di atas lantai yang dingin, dan Bagas bisa dengan mudah mendapatkan kembali Zeira, walau harus menggunakan sedikit kekasaran. Dengan gerakan cepat, Bagas mengikat kedua tangan Zeira ke belakang, dan juga kaki Zeira, sangat erat, kemudian menarik dagu mantan kekasihnya, hingga Zeira yang sedang terdiam dalam posisi tengkurap, menatap pada Bagas dari samping, dengan raut wajah ketakutan. “Penjahat!” gumam Zeira, sangat pelan. “Gue gak akan bertindak seperti ini, jika lo menuruti semua keinginan gue,” sahut Bagas. Pemuda itu tiba-tiba mengangkat, kemudian menggendong tubuh Zeira, ala bridal, lalu mendudukkannya kembali di atas kursi kayu. “Kenapa lo bersikap sejahat ini sama gue?” tanya Zeira. Gadis itu mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya, untuk mengajukan pertanyaan pada Bagas, dan tidak menghiraukan rasa sakit yang ia dapatkan akibat ikatan di pergelangan tangan dan kakinya. “Karena lo … milik gue, Azeira!” jawab Bagas, sembari menyeringai. Merasa jijik melihat senyum sinis pemuda di hadapannya, tanpa sadar, Zeira meludahi wajah Bagas, dan membuat pemuda itu seketika memejamkan mata, lalu menyeka cairan di wajah dengan jaket bagian lengan yang dikenakannya. Pemuda itu menatap tajam pada gadis di hadapannya, lalu kembali menyeringai, sembari mendengkus sebal. “Ha! Whoa … lo mulai berani, sama gue!” Dan tepat setelah mengatakan hal itu, lagi-lagi … Bagas mengayunkan tangan sebelah kirinya, hingga satu tamparan yang lebih kencang dari sebelumnya, mendarat sempurna di atas wajah sisi kanan Zeira, hingga gadis itu hampir terjatuh ke atas lantai, jika saja pemuda gila itu tidak menjambak rambut panjang Zeira yang terlihat sangat berantakan, lalu mendongakkan kepala gadis itu ke atas. “Apapun yang lo lakuin sama gue, itu gak akan pernah merubah perasaan cinta gue sama lo, Zei. Lo tetep milik gue, sampai kapanpun!” ujar Bagas, setengah berbisik. Dengan wajah yang sudah dipenuhi oleh goresan luka, dan darah yang masih segar, pada kedua sudut bibir, pelipis mata, juga tulang pipi, Zeira memberanikan diri membalas tatapan tajam pemuda itu, lalu tersenyum sinis. “Hubungan kita … udah … BERAKHIR! Paham?” Plak!! Satu tamparan lain, kembali Bagas layangkan pada sisi wajah kanan Zeira, hingga menambah satu luka lain pada wajah mantan kekasihnya itu. Bagas pun berjalan menjauh, kemudian mengambil sebuah pemukul bisbol yang terbuat dari kayu di sudut ruang tersebut. Sembari membawa pemukul di tangannya, pria itu kembali berjalan menghampiri Zeira yang sudah terlihat sangat lemas, lalu mengambil posisi membungkuk di hadapan gadis itu. “Lo gak akan bisa mutusin gue, Zeira!” ucap Bagas, sembari mengarahkan pemukul bisbol pada bahu Zeira. “Gue punya alasan untuk mutusin lo, Bagas!” balas Zeira suaranya mulai terdengar bergetar. Pemuda itu seketika mendengkus sebal, lalu menatap Zeira dengan tatapan mengejek. “Ha! Lalu … apa alasan lo mutusin gue?” tanyanya menuntut penjelasan. Zeira dongakkan kepala ke atas untuk menatap mantan kekasihnya itu, sembari menatapnya dengan tajam. “Apa gue harus berpura-pura nutup mata, saat gue melihat dengan mata kepala gue sendiri, seorang cewek dengan perut membuncit, meminta pertanggung jawaban sama lo di belakang sekolah satu tahun yang lalu? Lo sadar gak? Lo udah hancurin masa depan cewek itu, demi memuaskan nafsu lo!” terang Zeira, menggebu. Mendengar alasan yang diberikan Zeira, Bagas seketika menghela napas kasar dengan kedua tangan berkacak pinggang, sembari kembali berdiri tegak. “Whoa jadi karena itu … padahal, kalau aja lo berpura-pura gak ngeliat kejadian itu, dan menutup telinga, lo gak akan mungkin berhenti jadi atlet renang sekolahan ini,” ujar Bagas dengan seringai jahat yang kembali ia perlihatkan. “Maksud lo apa?” tanya Zeira dengan dahi berkerut. Dan tepat setelah menanyakan hal itu, sebelah tangan yang memegang pemukul bisbol mulai mengayun, dan dalam hitungan sepersekian detik …. Bug! Suara pukulan yang sangat keras, kembali menggema dalam ruang tersebut, memecah kesunyian langit yang mulai menggelap. Gadis berseragam sekolah itu seketika membelalakkan mata, dengan napas tertahan, hingga dalam hitungan detik, akhirnya ia pun terjatuh dan ambruk di atas lantai dingin gudang belakang sekolah, yang menjadi saksi bisu perlakuan mengerikan Bagas terhadap Zeira. “Jika sampai Arash tahu, atau bahkan anak-anak lain tahu, apa yang gue lakuin ini sama lo, gue bisa jamin, sahabat lo itu gak akan pernah bisa main basket lagi! Gue gak akan segan-segan menghancurkan masa depannya. Inget itu!” ucap Bagas memperingati. Zeira yang masih membuka setengah matanya, menatap kepergian pemuda b******k itu, sebelum akhirnya tak sadarkan diri dengan setetes air bening, terjatuh dari kedua sudut matanya. “Arash, tolong gue ….” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN