Interaksi

931 Kata
Savira menatap sekeliling kamar di rumah Abian yang mulai hari ini akan dia tempati. Kamar tersebut sangat luas menurut Savira, dan didominasi warna putih. Ada ranjang berukuran king size di tengah-tengah ruangan, lalu sebuah sofa panjang berwarna cream di dekat jendela, dan ada juga sebuah televisi berukuran besar yang dipasang berhadapan langsung dengan ranjang. Kamar tersebut, cocok untuk melakukan segala aktivitas, bukan hanya untuk sekedar tidur saja. Savira tersenyum, merasa suka dengan warna cat dan juga segala interiornya. Sepertinya, dia akan mudah beradaptasi. Savira membawa dua koper pakaian, dan dia sudah menyimpan semua pakaiannya ke dalam lemari. Dia juga sudah membereskan tas, buku, sepatu, dan barang-barangnya yang lain di tempat yang sudah disediakan. Sebelum meninggalkan Savira tadi, Abian sempat menawarkan untuk cat ulang dinding kamar jika Savira merasa kurang suka dengan warnanya sekarang. Namun, Savira menyukai suasana yang cerah dan tenang di kamar tersebut. Karena kegiatan dia memberesksn pakaian dan barang sudah selesai, Savira pun memilih untuk duduk di pinggir ranjang. Senyuman kembali terukir di bibirnya ketika merasakan empuknya kasur dan juga lembutnya selimut. Selama ini, dia selalu tidur nyaman di kamarnya yang lama. Namun, sepertinya kamar ini akan terasa lebih nyaman. Savira kemudian meraih ponselnya yang berada di saku jaketnya. Savira membuka sebuah aplikasi berwarna hijau, dan sengaja membuka chat dengan nama Xavier yang masih tertera. Pesan-pesan yang dia kirimkan pada Xavier sudah centang dua berwarna biru, tandanya Xavier sudah membaca semua pesannya. Tak ada riwayat kapan terakhir kali Xavier aktif, yang jelas Xavier memang tak ada niatan membalas pesan dari Savira. Apa lagi yang dia harapkan memangnya? Xavier pergi atas keinginan dan kesadarannya sendiri. Savira tak akan mengelak kalau dia juga salah karena terlalu memaksakan keadaan agar Xavier selalu bersamanya. Kini, semuanya berakhir sudah. Dan Savira tak akan lagi berharap apa-apa pada laki-laki yang sudah sangat mengecewakannya tersebut. Savira mulai menghapus semua chat dia dengan Xavier. Dia menghapus nomor Xavier, juga setiap hal yang berhubungan dengan pria itu. Walau tak ada kata yang terucap dari Xavier, Savira anggap semuanya sudah selesai. Tentu saja, karena sekarang keadaan sudah berubah. Xavier kini bukan pacarnya lagi. Selain berstatus mantan pacar, Xavier juga berstatus anak tirinya sekarang. Haha. Anak tiri? Sangat menggelikan. Savira menyimpan ponselnya di atas laci lalu berdiri mendekati pintu saat terdengar ada ketukan pelan. Savira membuka pintu dengan perlahan, dan ternyata sosok Abian sudah berdiri di hadapannya sekarang. "Kamu sudah selesai beres-beresnya?" Abian bertanya. Nada suaranya terdengar sangat kaku. Gestur tubuhnya juga memperlihatkan kalau dia merasa canggung berhadapan dengan Savira sekarang. "Sudah." Savira menjawab dengan singkat. "Kalau begitu, kita ke bawah sekarang. Sudah waktunya makan siang," ujar Abian. Savira menyunggingkan senyuman tipis dan menganggukkan kepala. Dia lalu melangkah keluar dari kamar dan menutup pintu. Savira berusaha menyamakan langkah dengan Abian, agar tidak ketinggalan. *** Selesai makan siang bersama yang dipenuhi suasana canggung, Abian pun mengajak Savira untuk berkeliling di rumahnya tersebut yang bisa dibilang sangat luas. Savira tak menolak, dan menerima ajakan Abian tanpa ragu. Lagi pula, sekarang dia juga tinggal di sana. Tentu dia harus tahu seluk-beluk rumah tersebut. Kegiatan mereka dimulai dari ruang tamu yang sangat luas. Terdapat sofa mewah di sana, juga lemari hias yang sangat besar. Ada beberapa foto juga yang terpajang di dinding. Dan saat dilihat lebih teliti, Savira sadar kalau sebagian dari foto itu adalah foto Xavier saat masih kecil. "Saya hanya punya foto-foto saat dia masih kecil. Setelah beranjak remaja dan tumbuh dewasa, kami tak pernah mengambil foto bersama lagi." Tanpa diminta, Abian memberikan penjelasan singkat pada Savira. Savira manggut-manggut pelan mendengar itu. Setiap membahas Xavier, Savira sadar kalau sorot mata Abian menunjukkan rasa sedih yang mendalam. "Setelah tinggal dengan Tante Wanda, apakah Xavier sering berkunjung ke sini?" Savira bertanya. Kepalanya menoleh dan melihat ke arah Abian yang berdiri beberapa langkah di sampingnya. "Xavier datang ke rumah ini hanya sekali. Saat dia datang dengan kamu dan mengatakan rencana kalian akan menikah," jawab Abian. Mata Savira sedikit melebar saat mendengar itu. Ternyata, memang seburuk itu hubungan Abian dan Xavier. "Setelah resmi cerai dengan ibunya Xavier, saya memutuskan menjual rumah yang lama dan pindah ke sini. Saya menghabiskan waktu cukup lama bersama Xavier di sini, sampai akhirnya dia membuat keputusan untuk tinggal bersama ibunya." Abian bercerita sedikit tentang masa lalu dan kisah hidupnya pada Savira, walau Savira tidak bertanya. Namun, hal tersebut bisa menjadi jalan yang baik agar mereka bisa lebih saling mengenal. Dari cerita singkat Abian, akhirnya muncul banyak pertanyaan di benak Savira. Apa alasan Abian dan Wanda bercerai? Apa hal yang pernah Abian lakukan pada Xavier, hingga Xavier pernah berkata kalau Abian tak pantas jadi seorang ayah? Savira mulai penasaran, namun dia sadar diri untuk tidak bertanya tentang masalah yang sensitif. Keinginan mengenal Abian lebih lanjut bukan berarti dia bisa bertanya seenaknya. Dia dan Abian masih membutuhkan waktu untuk bisa saling terbuka. "Apakah Xavier memberikan kabar padamu?" Abian bertanya seraya melihat ke arah Savira. Savira pun menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Aku rasa, hal tersebut tidak perlu dilakukan lagi. Xavier pasti sedang bersenang-senang di sana," jawab Savira. Ya, terasa sakit saat dia membayangkan Xavier bersenang-senang di sana dengan perempuan lain tanpa memikirkan dirinya. Savira masih berusaha untuk menghilangkan perasaannya pada Xavier. Move on itu tidak lah mudah, apalagi awalnya Savira bisa dibilang sangat bucin pada Xavier. Butuh waktu cukup lama agar Savira benar-benar merelakan Xavier. "Saya tak menyangka kalau dia akan tumbuh seperti itu. Saya berusaha keras agar dia menjadi orang yang memiliki kehidupan baik. Namun Xavier malah mengikuti kehidupan dambaan ibunya sendiri yang penuh kebebasan." Savira menengok ke arah Abian ketika pria itu menghela nafas dengan pelan. Dia tak paham sepenuhnya dengan yang dikatakan Abian barusan. Kehidupan dambaan yang penuh kebebasan? Apa maksudnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN