Hari Pernikahan

909 Kata
Dua hari berturut-turut, Savira terus menangis dan merenung. Hal tersebut membuat keadaannya jadi kurang baik ketika hari pernikahan tiba. Selama dirias, Savira merasakan sakit di kepala. Mungkin hal tersebut karena dia terus saja menangis, masih belum sepenuhnya menerima kenyataan tentang Xavier yang meninggalkannya. Keadaannya yang kurang sehat bisa dilihat oleh MUA yang meriasnya. "Sepertinya keadaan calon pengantin kurang baik." Asisten MUA menginfokan hal tersebut pada keluarga. Chandra dan Nina bergegas melihat keadaan Savira yang masih di rias oleh MUA. Savira terlihat memaksakan senyuman walau kepalanya terasa sangat berat sekarang. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing," ucap Savira, berusaha untuk tidak membuat keluarganya khawatir. Akhirnya Nina pun memberikan obat pada Savira. "Mas, mungkin seharusnya kita tidak memaksakan keadaan. Kondisi Savira jauh dari kata baik." Nina berkata pada suaminya. Semua orang sudah berdandan rapi untuk ikut merayakan pernikahan Savira. Namun jelas, keadaan calon pengantin tidak dalam kondisi yang baik. "Kita tak bisa membatalkannya begitu saja. Sudah banyak tamu yang datang juga untuk menyaksikan akad pernikahan." Chandra membalas. Nina memasang ekspresi khawatir karena mengingat keadaan anaknya sendiri. "Yang terpenting adalah melaksanakan akad pernikahan. Banyak keluarga kita yang dari luar kota sengaja datang lebih awal karena ingin menyaksikan. Untuk resepsi, kita bisa membuat alasan jika keadaan Savira tak kunjung membaik," ujar Chandra. Nina menghela nafas pelan mendengar itu. Tak menyangka, keadaan akan jadi serumit ini. *** Savira duduk di samping Abian dengan tatapan kosong. Pikirannya terbang entah kemana, yang jelas sekarang dia tidak fokus dengan sekitar. Savira masih berharap kalau semua ini adalah mimpi. Dia masih berharap kalau Xavier akan datang padanya sekarang. "Saya terima nikah dan kawinnya Savira Angeline Wijaya binti Chandra Wijaya ...." Savira tak bisa mendengar kelanjutan ijab kabul yang dilakukan oleh Abian di sampingnya. Dengan perlahan, Savira melihat ke arah Abian lewat ujung matanya. Savira tak menyangka, bahwa pria yang harusnya jadi ayah mertuanya kini malah menjadi suaminya. Lelucon macam apa ini? "Sah!" Sahutan keras orang-orang di sekitarnya membuat Savira tersadar dari lamunan. Dia mengerjap pelan, lalu kembali melihat ke arah Abian yang ternyata sedang melihat ke arahnya juga. Tatapan Abian seolah mengatakan maaf atas semua yang terjadi hari ini, atas semua kekacauan yang dibuat oleh Xavier. Savira berusaha fokus dan mengikuti setiap perkataan dari penghulu yang duduk di hadapan dia dan Abian. Tangannya sedikit gemetar saat meraih tangan Abian dan mencium punggung tangannya. Ini semua terasa sangat tak benar bagi Savira. Setelah itu, giliran Abian yang mencium kening Savira. Suasana yang terjadi antara mereka berdua sangat canggung, namun orang-orang yang melihat malah tersipu malu. Jelas sebagian dari mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah proses akad selesai, Savira dan Abian pun berjalan beriringan untuk naik ke atas pelaminan. Kepala Savira tiba-tiba terasa berat lagi sekarang padahal dia sudah minum obat tadi. Secara tak sadar, Savira mencengkram lengan Abian dengan kuat untuk berpegangan. Dia berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan kesadarannya. "Kamu baik-baik saja?" Abian bertanya setelah merasakan tangan Savira yang mencengkram lengannya dengan cukup kuat. "I-iya." Savira menjawab dengan pelan. Walau dengan tatapan kosong dan penuh luka, Savira tetap memaksakan diri untuk tersenyum karena banyak mata yang melihat ke arah mereka sekarang. Savira tidak mau egois dan memikirkan dirinya sendiri. Dia tahu sebesar apa perjuangan orang tuanya untuk menyiapkan semua ini. Banyak tamu penting yang tidak tahu masalah yang sedang dia hadapi sekarang. Jadi, Savira berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Walau ya, suasananya sangat amat canggung antara dirinya dan Abian sekarang. Untuk sekarang, yang Savira inginkan adalah hari cepat berlalu. Dia ingin semua ini cepat berakhir. Hari pernikahannya tidak menjadi hari yang paling membahagiakan bagi dirinya. Dia, merasa tersiksa. *** Secara agama, Abian dan Savira sudah sah menjadi pasangan suami istri. Namun pernikahan mereka tidak tercatat di kantor KUA, karena yang awal didaftarkan adalah nama Xavier dan Savira. Abian juga sudah mengajukan pembatalan pernikahan atas nama Xavier dan Savira ke KUA. Selesai acara resepsi, Abian jelas pulang ke rumahnya sendiri. Dan sebelum pergi bersama keluarganya, dia kembali meminta maaf pada Chandra atas semua kekacauan yang sudah diperbuat oleh Xavier. Chandra merasa sudah tak ada gunanya juga meluapkan amarah pada Abian. Yang penting, Abian sudah bertanggung jawab dan membantu mereka terhindar dari rasa malu di hadapan para tamu dan keluarga besar. "Jadi, selanjutnya bagaimana? Secara agama Savira sudah sah menjadi istri Abian." Nina berkata pada suaminya. Satu masalah sudah terselesaikan, tinggal memikirkan masalah selanjutnya. "Kita tunggu saja sampai keadaan sedikit lebih tenang. Biarkan Savira menenangkan diri lebih dulu. Setelah keadaannya membaik, kita akan bertanya padanya." Chandra membalas. Hal tersebut membuat Nina bingung. "Mas, sudah jelas Savira tak menginginkan ini. Mas langsung saja minta Abian jatuhkan talak pada Savira." Nina berkata. "Pernikahan bukan sesuatu yang pantas untuk dipermainkan. Kita tunggu dulu sampai keadaan Savira membaik dan kita tanyakan padanya apa yang dia inginkan. Pernikahan ini tak akan terjadi jika Tuhan tak memberikan izin." Nina terdiam mendengar kata-kata suaminya barusan. Dia paham apa yang suaminya maksud, namun tetap saja membiarkan Abian dan Savira berstatus suami istri terasa tidak benar. Pernikahan mereka terjadi hanya untuk menutupi masalah yang terjadi saja. "Seharusnya Abian tetap menggunakan nama Xavier saat akad tadi agar pernikahan mereka tidak sah." Nina berucap lagi. Chandra menatap istrinya beberapa saat, namun tak membalas perkataan Nina barusan. Pikirannya kalut memikirkan apa yang akan terjadi di hari pernikahan Savira. Hingga Chandra setuju saja agar Abian menggunakan namanya sendiri saat akad yang membuat Abian dan Savira sah menjadi suami istri dalam hukum agama. Chandra sendiri bingung harus mengambil tindakan apa selanjutnya. Yang jelas, dia tak bisa mengambil tindakan tanpa persetujuan dari Savira. ,
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN