Savira duduk merenung di kamarnya. Dia tak sendirian, karena sekarang ada sang nenek yang sedang menemaninya. Savira masih memikirkan perkataan Abian tadi tentang pria itu yang memilih untuk menjadi pengganti Xavier di hari pernikahan nanti.
"Kamu masih kepikiran?" Nenek Savira yang bernama Mia bertanya seraya menyentuh lembut baju Savira.
"Bagaimana mungkin aku gak kepikiran, Nek?" tanya Savira dengan suara pelan dan serak. Mia tersenyum kecil mendengar itu.
"Jelas kamu kepikiran. Tapi, tak ada untungnya juga kamu memikirkan semua ini terus-menerus. Kamu harus percaya saja kalau semua yang terjadi adalah takdir dari Tuhan." Mia berucap. Tangan keriputnya bergerak meraih telapak tangan Savira dan menggenggamnya dengan lembut.
"Sematang apapun rencana yang sudah kita buat, tetap tak akan terjadi jika Tuhan tak memberikan izin. Mungkin, memang sudah takdir dari Tuhan juga kalau kamu dan Xavier tidak berjodoh." Mia berkata dengan nada suara yang lembut. Savira semakin menundukkan kepalanya saat mendengar itu. Perih di hatinya semakin terasa setelah mendengar perkataan neneknya barusan. Apa mungkin Xavuer memang bukan jodohnya? Makanya ini semua terjadi.
"Ayah Xavier sudah sanggup untuk bertanggung jawab. Kita turuti saja saran darinya. Setelah hari pernikahan selesai, kita bisa berunding lagi tentang yang terbaik harus bagaimana." Mia berucap. Yang dia katakan barusan persis seperti yang Abian katakan tadi.
"Sudah. Jangan terus menangis ya." Mia menyentuh kepala Savira dengan lembut kemudian mengusapnya pelan. Setelah itu Mia beranjak keluar dari kamar Savira. Tak lama setelah neneknya pergi, datanglah kakak iparnya, Trisha. Saat keadaan seperti ini, Savira memang harus ditemani. Takutnya dia semakin kalut jika dibiarkan sendiri dan memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Papa mendesak ayahnya Xavier tadi. Dan beliau bilang katanya Xavier kabur keluar negri bersama seorang perempuan. Ayahnya Xavier tahu itu dari mantan istrinya katanya." Trisha langsung memberitahu hal yang tak sempat Savira dengar tadi. Wajah kecewa dan sedih di wajah Savira semakin terlihat jelas sekarang.
"Apa selama ini ada tanda-tanda kalau Xavier memiliki selingkuhan?" Trisha bertanya. Savira diam, tak langsung memberikan jawaban. Dan hal tersebut malah membuat Trisha merasa curiga.
"Savira?"
Trisha lalu duduk di samping adik iparnya tersebut dan menyentuh bahu Savira.
"Aku pernah tak sengaja melihat dia jalan dengan mantannya, Kak. Tapi dia bilang tak ada hubungan apa-apa di antara mereka." Savira memberikan jawaban dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar. Trisha langsung menghembuskan nafas kasar saat mendengar itu.
"Memang aku yang salah, Kak. Memaksa Xavier untuk tetap berada di sisiku, padahal ibunya tidak merestui hubungan kami. Dan lagi, aku tak bisa memenuhi keinginannya. " Savira berkata dengan sangat lirih. Trisha terdiam beberapa saat setelah mendengar itu. Dia memang tahu dan bisa melihat dengan jelas sebesar apa rasa cinta Savira untuk Xavier. Tapi ternyata, Savira terlalu bucin.
"Apa maksud dari kamu tak bisa memenuhi keinginannya?" Trisha bertanya lagi. Savira terlihat sedikit gugup dan takut saat akan bicara, walau pada akhirnya tetap berkata dengan jujur.
"Xavier beberapa kali mengajak aku untuk melakukan hubungan badan, tapi aku menolaknya. Karena itu aku mendesak dia untuk segera menikah saja agar kami bebas saat mau melakukan apapun."
Trisha berusaha keras untuk tidak marah pada adik iparnya tersebut yang sekarang sedang bersedih. Tapi, gemas juga setelah tahu hal tersebut.
"Berarti, semua ini memang yang terbaik untukmu, Vira. Xavier mengajak kamu berhubungan badan sebelum menikah itu sudah salah. Lalu kamu pernah melihat dia jalan dengan mantannya. Tak mungkin tak ada apa-apa di antara mereka. Lalu sekarang dia kabur dengan seorang perempuan menjelang hari pernikahan kalian yang sudah ditentukan sejak lama. Dia adalah seorang pengecut, Vir. Kamu harus bersyukur karena tidak jadi menikah dengan lelaki sepertinya." Trisha berkata dengan nada kesal yang kentara. Savira memang tak banyak bercerita tentang hubungannya dengan Xavier. Saat bercerita pun, Savira selalu saja memuji-muji Xavier.
"Sekarang, kamu pasrahkan saja semua pada Tuhan, Vira. Mungkin, garis takdirmu memang tidak berjodoh dengan Xavier, tapi bisa saja jodohmu adalah ayahnya. Siapa yang tahu kan?"
Savira mengangkat kepalanya dan menatap kaget ke arah Trisha, karena perkataan Trisha barusan. Tak pernah terbersit sedikit pun dalam benak Savira kalau jodohnya adalah ayah dari laki-laki yang dia cintai. Dan Savira yakin, itu adalah hal yang keliru. Abian sanggup menggantikan Xavier pun karena merasa memiliki tanggung jawab sebagai ayah kandung Xavier.
"Kita lihat saja ke depannya bagaimana. Yang jelas, semua orang di sini sekarang berharap yang terbaik untukmu."
***
Ana berjalan menuju ruang keluarga dengan secangkir teh hangat di tangannya. Sesampainya di ruang keluarga, Ana menyimpan cangkir teh tersebut di atas meja. Ana sengaja membuat teh hangat tersebut untuk Abian, yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Jadi, bagaimana respon keluarga Savira?" Ana akhirnya bertanya karena penasaran.
"Mereka marah dan merasa dipermainkan. Walau akhirnya mereka tetap menerima dengan berat hati dan terpaksa tentu saja." Abian menjawab. Ana menghela nafas pelan mendengar itu. Dia juga tak kalah kaget saat Abian berkata kalau dirinya sendiri lah yang akan menggantikan posisi Xavier. Namun alasan-alasan yang diungkapkan oleh Abian memang masuk akal.
Mereka tak mungkin memilih pria secara acak dan sembarangan untuk menggantikan posisi Xavier. Di keluarga mereka pun tak ada laki-laki dewasa yang masih lajang, dan semuanya sudah memiliki pasangan masing-masing. Jika di paksa, takutnya malah menimbulkan masalah lain nantinya.
"Jadi, sekarang Xavier berada di mana?" Ana bertanya lagi.
"Dia pergi ke London dengan seorang perempuan bernama Syila, mantannya saat masih SMA. Kepergiannya ke sana dibantu oleh Wanda, karena Wanda tak merestui hubungan Xavier dengan Savira." Lagi-lagi Ana menghela nafas saat mendengar itu. Benar-benar tak paham dengan cara berpikir mantan kakak iparnya tersebut.
"Dia menjerumuskan anaknya sendiri pada kehancuran. Seharusnya kamu bisa memaksa Xavier untuk kembali tinggal bersamamu, Kak. Wanita itu benar-benar menghancurkan kehidupan Xavier dan tak bisa mengarahkan Xavier pada hal yang benar," ujar Ana dengan kesal. Dia kesal saat Abian membiarkan Xavier tinggal dengan Wanda. Memang sih niat Abian baik, tak mau menjauhkan Xavier dari ibu kandungnya sendiri. Tapi lihat sekarang. Kehidupan Xavier semakin tak tentu arah.