PART 117 - BARU INGAT

1032 Kata
Hiks hiks Mira menutup mulutnya, menangis terisak-isak. Para pejalan kaki menatap Mira penuh tanda tanya. Bagaimana tidak, siang-siang begini ada wanita cantik berpakaian dress selutut berwarna putih tulang layaknya seorang putri, menangis terisak di jalan. Meskipun Mira menyembunyikan tangisannya, tapi tetap saja terlihat. Mata tidak bisa berbohong. Mira berjalan cepat menjauhi kafe. Berjalan kemanapun, tak tentu arah. Ia hanya mengikuti kemana langkah kakinya pergi. Hatinya benar-benar sesak. Ia kira Daniel mencintainya, ternyata ia salah. Daniel tidak mencintainya. Apa mungkin seseorang yang pertama kali bertemu langsung jatuh cinta begitu saja? Dan itulah yang Mira rasakan. Daniel tidak benar-benar mencintainya. Pria itu tidak serius. Jika Daniel mencintainya seharusnya pria itu datang ke perayaan penting mereka. Tapi Daniel terus menghilang sejak tadi pagi tanpa kabar. Apakah ini artinya hubungan mereka akan kandas? "Engga, Mira ga mau," ucap Mira menggeleng cepat. Mengenyahkan pikiran negatif. "Mira ga mau putus." "Ga mau," Mira menyapu air matanya dengan punggung tangan. "Mira suka Daniel." "Ga boleh putus gitu aja." Mira terus menunduk, berjalan sambil menangis. Ia berjalan luntang-lantung dengan keadaan berantakan. Tapi hatinya lebih berantakan. Mira terus berjalan menunduk, tanpa melihat apapun. Sampai akhirnya tangannya seperti ditarik keras oleh seseorang, dan beberapa detik kemudian mereka terjatuh berguling-guling di aspal. Kejadian itu terjadi begitu cepat seperti hembusan angin. Mira menutup matanya shock. Kok tubuhnya tidak terasa sakit? Mira membuka mata perlahan-lahan, ingin melihat apa yang terjadi. Namun netranya terfokus pada sesuatu. Pada seseorang yang berada di bawahnya. Tunggu- di bawahnya? Itu berarti– Mira menunduk. "Aaaaaaa," jerit Mira heboh, kemudian bangun dari tubuh pria itu. Ia terkejut karena ia baru saja menindih seorang pria. Mira duduk menjauh, menatap pria yang terbangun. "Aduh, berisik banget sih," ucap pria itu menyumpal telinganya rapat-rapat dengan jari telunjuk. "Loh?" mata Mira membulat, "Mario!" ujar Mira terkejut. Rambut kribo, kulit kuning langsat, dan wajah yang sering berekspresi seperti wajah tanpa dosa. Siapa lagi kalau bukan Mario Bross. Musuh abadinya. "Anj*r!" Mario mendongak, menatap wanita yang memiliki suara seperti kaleng rombeng, siapa lagi kalau bukan Mira. Si pemarah yang sama kalau main game level baby. "Mirasantika." "Ngapain lu tarik-tarikan tangan gue ha? Emangnya gue sapi apa ditarik-tarik," celetuk Mira sebal. "Lah lah, kok jadi lu yang marah?" ujar Mario menaikan satu alisnya. "Lah iya lah, apaan coba. Tarik-tarik tangan gue." "Lah anj*r harusnya lu terima kasih abis gue selametin. Lagi lu ngapain coba jalan ke tengah jalan, mau traveling ke dunia lain?" Buk! Mira melempar tasnya mengenai bahu bidang Mario, "Sembarangan lu kalo ngomong." Mira berdiri, membereskan dress-nya yang kotor. Lalu mengambil tas miliknya, "Sini tas gue." Mario berdiri membereskan celana belakangnya, "Lagi lu ngapain nyebrang jalan ga liat-liat? Gue curiga tu mata pindah ke dengkul." "Anj-" Mira menghela nafas, "Hah," tak berniat melanjutkan sumpah serapahnya. Ia pergi begitu saja meninggalkan Mario. "Lah lu kenapa?" Mario mengejar Mira yang hari ini terlihat berbeda. Mira diam saja. Mario menyejajarkan langkahnya. "Lu kenapa? Diem aja. Biasanya nyerocos mulu kayak ayam dikasih deudeuk." Deudeuk = makanan ayam. Mira menunduk diam. Menatap high heelsnya yang berpijak di atas aspal. "Ngomong dong elah. Kalo ada masalah, kan lu bisa berbagi ama gue. Masalah doang yak. Jangan lu bagi sama dosa-dosanya juga. Dosa gue udah banyak soalnya. Kalo pahala sih gapape." Mira berhenti, membuat Mario pun juga berhenti. Namun gadis itu masih menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik rambut. "Lu kayak bukan Mira yang gue kenal. Mira yang gue kenal itu, cewek yang penuh dengan sumpah serapah, berisik, bawel bikin kuping gue sakit mulu." "Mar …" ujar Mira dengan bibir bergetar, tanpa sadar kedua tangannya mengepal menahan rasa sakit di dadanya. "Kenapa?" raut wajah Mario berubah khawatir. Namun sedetik kemudian, raut wajahnya berubah terkejut saat gadis itu tiba-tiba memeluknya. Saat itu Mario terasa bingung, dan juga terkejut. Namun mendengar isakan tangis Mira, Mario melupakan rasa bingung dan terkejutnya. "Hati gue sakit, Mar." Hiks hiks Mario menepuk-nepuk pelan punggung Mira yang bergetar. "Kalo bahu gue bisa bikin lo tenang. Lo boleh nangis sepuasnya." "Hiks hiks kenapa dia jahat, Mar?" "Jahat?" ujar Mario pelan. Ia tak mengerti arah pembicaraan Mira. "Hiks hiks katanya dia janji mau datang, tapi sampe 4 jam gue tunggu-tunggu dia ga muncul-muncul hiks hiks. Padahal hari ini. Hari jadian kita." Mario terdiam, membiarkan Mira meluapkan semua keluhan dalam hatinya. Gadis yang biasanya terlihat kuat, kini menunjukan sisi lemahnya. ***** "Daniel." Daniel yang sedang meneliti hipotesisnya, berbalik menatap seorang paruh baya berjas putih. "Ya profesor?" "Bagaimana hasil hipotesismu tentang tumbuhan langka ini?" Professor berjalan mendekati sebuah tanaman yang berada di dalam tabung. Tanaman langka yang sedang diteliti oleh Professor dan juga Daniel, sang ahli biologi. "Akan ku tunjukan hasilnya setelah hasil penelitianku sempurna, professor." Professor itu tertawa bangga, "Kamu memang paling jenius Daniel. Aku yakin kamu akan menjadi ahli biologi yang hebat." Professor itu menepuk-nepuk pundak murid kesayangannya. Daniel adalah salah satu murid kebanggaannya. Setiap penelitian yang Daniel tunjukan selalu sempurna. Daniel sang mahasiswa kebanggaannya. "Bagaimana jika kita makan malam ini?" "Makan malam?" Daniel memasukan telapak tangannya ke dalam jas putih, berpikir sebentar. "Apa kamu punya acara hari ini?" Drrt drrt "Sebentar Professor." "Oh ya, silakan." Daniel mengambil ponselnya di dalam saku jas. Nama Mira terpampang di layar. Gadis itu meneleponnya. Tapi Daniel memilih menolaknya saja. Saat Daniel menekan menu kembali, ada pemberitahuan 32 panggilan tak terjawab dan 20 SMS masuk ke nomornya. Dan itu semua dari Mira. Daniel membaca salah satu pesan. Daniel aku udah sampai di kafe kita biasanya. Kamu dimana? Daniel kembali mengingat-ingat tentang kafe. Sampai akhirnya satu memori terhubung di otaknya. "Mira," ujar Daniel terkejut. Wanita itu mengajaknya ke kafe kemarin malam. Astaga, bagaimana bisa ia melupakan itu. "Kenapa Daniel?" "Maaf Professor, saya tidak dapat ikut jamuan makan malam anda. Saya ada urusan mendesak." Professor tersenyum, "Tidak apa-apa. Kita bisa makan malam di lain waktu." "Terima kasih Professor," ucap Daniel menunduk hormat. Kemudian berlalu pergi. Daniel berlari menuju lokernya, lalu meletakan jasnya disana. ***** "Udah puas nangisnya?" Mira menggeleng, ia masih menangis terisak di bahu Mario. Ya bukan apa-apa masalahnya siapa coba orang yang satu jam berdiri sambil pelukan di pinggir jalan. Dan jadi pusat sorotan orang-orang. "Mir." "Apa?" ucap Mira bersuara serak. Kemudian mengeluarkan ingus nya di baju Mario. "Aduuhh," Mario no komen. No komen. Ia harus apa sekarang ketika bajunya basah dipenuhi air mata dan ingus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN