PART 13 - SENA SEKOLAH

1007 Kata
"Pagi Dion." Dion yang sedang menyiapkan sarapan, menoleh ke arah pintu. Senyumnya mengembang, melihat Sena yang baru bangun tidur. Sena bahkan terlihat cantik dengan wajah polos tanpa sentuhan make up. Terlihat seperti bayi. "Pagi juga, gimana tidurmu nyenyak?" Dion kembali melanjutkan aktivitasnya, menuangkan nasi goreng ke piring kaca. "Nyenyak. Tadi malam Sena mimpi ketemu pangeran." Sena tersenyum, menampilkan deretan giginya yang rapi. "Ooh ganteng ga pangerannya?" "Ganteng." Sena tersenyum mengingat kembali mimpi yang indah itu. Dimana ia bertemu pangeran tampan yang membawakannya bunga mawar yang indah. "Tapi gantengan Dion kayaknya," ujar Dion bercanda. "Pangerannya ganteng, terus Dion juga ganteng-" ucap Sena berjalan mendekat ke arah Dion. Ia melihat sarapan yang terhidang manis di atas meja. Ada s**u cokelat, roti, selai kacang, pisang, dan yang pasti- yang paling Sena tunggu-tunggu. "Waah nasi goreng." Sena bertepuk tangan senang. Nasi goreng buatan Dion akan menjadi list makanan favoritnya. Pria itu sangat piawai dalam hal masak-memasak. "Kamu suka?" "Suka banget." "Yaudah, mandi dulu gih. Abis itu makan." Sena mengangguk, "Iya." Dion tersenyum tipis, lalu berjalan menuju dapur. Apartemen Dion dibagi menjadi beberapa bagian. Jika berjalan dari pintu masuk, hal yang pertama dilihat adalah ruang tamu. Ada sofa, TV, dll untuk bersantai. Kemudian jika berjalan ke dalam, ada ruangan yang terdiri dari dua kamar. Dan jika berjalan lebih ke dalam lagi, adalah ruang makan. Dan setelah ruang makan ada dapur yang menyatu dengan tempat wastafel cuci piring, dan toilet. Meskipun di kamar masing-masing ada toilet. Tapi toilet yang dekat dapur adalah toilet umum untuk siapa saja, termasuk tamu. Dion mencuci wajan kotornya di wastafel, sambil menunggu Sena selesai mandi. ***** "Nasi goreng Dion enak." Dion tersenyum menatap Sena yang mengeluarkan dua jempol ke arahnya. "Enak ya?" "Banget. Sena suka." Dion tertawa kecil. Syukurlah Sena menyukai masakannya. Sena begitu lahap, sampai-sampai makannya belepotan sampai ke pipi. Terlihat lucu. "Nanti kamu ikut aku ya." "Ikut kemana?" "Ke suatu tempat." ****** Sena dan Dion berdiri di depan taman kanak-kanak. Terlihat beberapa anak-anak yang lucu, berlari senang berhamburan ke pelukan orang tuanya. Setelah belajar beberapa jam, akhirnya pulang sekolah. Hal yang paling membahagiakan bagi anak-anak sekolah tentunya. "Kita ngapain disini?" "Yuk masuk. Nanti kamu akan tau." Dion menggandeng tangan Sena menuju pintu masuk. Mereka berjalan beriringan Beberapa ibu-ibu menyapa mereka dengan ramah. Ada yang kagum menatap mereka, dan ada juga yang memuji, karena mereka terlihat romantis seperti pengantin baru. Dion berhenti di salah satu pintu, dan mengetuknya. "Masuk." Dion membuka pintu. Terlihat seorang wanita muda berusia 25 tahun, tersenyum ke arah mereka. "Halo." Dion tersenyum, lalu menggandeng tangan Sena masuk. Ini adalah ruangan belajar anak-anak TK tadi. Tapi Dion meminta untuk mengosongkan satu ruangan untuk Sena belajar. Agar Sena tidak dicemooh orang-orang. Ingatan Sena tentang abjad hilang semua. Kecuali komunikasi. Sena masih bisa berkomunikasi, tapi lupa untuk membaca, menulis, dan mengingat. Sebenarnya Dion ingin ia yang mengajarnya, tapi ia akan sangat sibuk beberapa minggu ke depan. Ia takut jika Sena tidak bisa baca dan tulis akan mudah ditipu orang, ketika ia tidak ada. "Silakan duduk." Dion dan Sena duduk berhadapan dengan guru muda itu. "Perkenalkan nama saya, Mira," wanita itu mengulurkan tangannya mengajak Sena berkenalan. Sena membalas jabatan tangan itu, "Sena." Sena mendekatkan tubuhnya ke arah Dion. Membuat Dion mengernyit, namun beberapa saat kemudian Dion peka, kemungkinan Sena masih canggung ketemu orang asing. Dion melingkarkan tangannya di bahu Sena, menenangkan gadis itu. "Gapapa Mira baik kok." Ucapan Dion membuat Sena merasa lebih baik. Guru muda yang bernama Mira itu tersenyum, "Aku temen SMP-nya Dion. Kita satu kelas dulu. Dion banyak cerita tentang kamu kemarin. Katanya kamu gadis yang cantik, lugu, dan juga pintar." Mata Sena berbinar terang seperti rembulan, "Benarkah? Dion ngomong gitu?" Mira mengangguk, "Iya." Senyum Sena mengembang, pun dengan hatinya yang berdegup kencang. Rasanya seperti ribuan kupu-kupu berterbangan di hatinya. "Yuk kita mulai belajarnya." Sena mengangguk semangat, "Iya." Dion melepaskan Sena bersama Mira. Ia memilih duduk di ujung dekat pintu, memperhatikan Sena yang bersungguh-sungguh untuk belajar. Entah kenapa setiap kali ia melihat Sena, selalu ada perasaan bersalah. Dan juga kasihan. "Ini huruf A." Mira menunjuk huruf abjad awal, dengan penggaris kayu nya. "A," ucap Sena meniru. "Yang ini B." "B." "Ini yang bentuknya kayak cacing. Huruf C." "C." "Coba Sena ulangi, yang ini huruf apa?" Mira menunjuk huruf awal abjad. Sena menggigit bibir bawahnya, mencoba kembali mengingat, "Huruf ... huruf ... huruf ...huruf apa tadi ya-" Mira tersenyum, "A." "Oh iya A. Itu huruf A." ***** "Kenapa Sena bisa jadi seperti itu?" Dion dan Mira berdiri di luar kelas. Meninggalkan Sena yang sedang latihan menulis abjad di buku anak TK. Mira memberikan buku panduan menulis abjad A sampai Z yang telah ia titik-titik, Sena tinggal menebalkan setiap hurufnya. Dion melirik Sena dari balik kaca, terlihat gadis itu sangat bersemangat. Senyum Sena tak pernah luntur, dari awal belajar. Dion menghela nafas, menundukkan kepalanya, "Dia mengalami amnesia berat. Benturan di kepalanya membuat semua ingatannya hilang. Engga, tidak semuanya, 95℅ ingatannya hilang. Cuman berbicara yang dia bisa. Dan juga dia cuma bisa ingat aku, Mario, dan namanya sendiri." Mira yang bersandar di dinding, menghela nafas. Lalu menoleh ke jendela, menatap Sena sendu. "Terus ... Kenapa dia bisa sama kamu? Keluarganya kemana?" Pertanyaan itu membuat Dion mematung. Ia bingung harus menjelaskan situasinya seperti apa. Apakah ia harus mengaku, bahwa ia adalah pelaku yang membuat Sena seperti ini. "Sebenernya aku-" "Guruuuuu, aku udah selesai." Dion dan Mira menoleh ke arah pintu. Terlihat Sena dengan senyuman polosnya memperlihatkan hasil karya tulisannya. "Kamu udah selesai?" Sena mengangguk, "Iya ... bagus, kan Dion?" Dion tersenyum, memperhatikan buku Sena, "Bagus." "Coba guru liat dulu ya." Mira mengambil buku itu dari tangan Sena, mengoreksinya satu persatu dari huruf A-Z. Sena menebalkannya cukup bagus, tidak ada yang keluar dari garis. "Guru nilai dulu ya." Sena mengangguk semangat, "Iya." Mira merogoh pena hitam di saku jas putihnya, kemudian memberikan nilai A+ pada Sena, berikut tanda paraf dan tanggal hari ini. "Hari pertama Sena belajar, nilainya bagus. Kalau Sena belajarnya giat, terus rajin Sena pasti bisa." Sena tersenyum lebar, "Iya," ucapnya semangat. "Mira kalau kamu ada waktu ... kamu bisa, kan ngajar les privat di tempat aku?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN