Sambil mengayuh Gatot memastikan cctv di sekitar tempat kejadian.
“Mati, mati, mati, mati,” katanya sambil menjentikkan jari ke arah cctv sebelum terlewati.
Gatot lantas menepikan sepedanya agar bersandar di dinding sebuah bangunan rumah. Satu tangannya langsung bergerak menarik seorang hantu pemabuk yang sedang dicekik dan dihisap energinya oleh sosok awan hitam pekat itu.
Sambil berjalan menghampiri, Gatot mulai mengeluarkan energi dalam yang membuat tangannya terlihat bercahaya kuning.
Ia juga memastikan benar-benar tidak ada cctv yang melihat kejadian hari ini sebab cctv itu bisa menjadi bukti kalau ada jejak kekacauan yang nanti dibuat.
Lalu dalam satu hentakkan tangan, sebuah gelombang cahaya menyentrum dan menarik hantu pemabuk laon yang energinya dihisap sudah hampir habis, membuat sebagian tubuhnya menghilang.
Sosok yang merasa terganggu itu langsung menghampiri Gatot dan membuat kumpulan awan pekat yang menyerupai tornado dan mengurung tubuh Gatot.
Clarisa yang tiba bersama Naina langsung ikut menepikan sepedanya di dekat sepeda Gatot.
Naina lari lebih cepat dan melakukan hal yang sama. Tangannya mulai mengeluarkan energi dan melemparkannya pada gulungan tornado yang mengurung tubuh Gatot.
Splash...
Berhasil. Gulungan tordano itu terpecah, kembali menjadi sosok yang kini terlihat menggeram marah. Tak lama sosok-sosok lain yang serupa muncul, menghadang Naina serta Clarisa.
Anehnya, Clarisa yang menggebu terlihat mengeluarkan cahaya yang sama dari seluruh tubuhnya.
Meski gadis itu tidak melakukan apapun, ia sepertinya bersiap untuk melakukan sesuatu yang dapat memberi dampak hebat seperti sebelumnya, berteriak.
Namun kali ini Clarisa fokus pada awan hitam pekat yang menyerupai sosok berbentuk seperti manusia.
“Semoga bisa,” katanya mendekat lebih cepat.
Sosok awan hitam pekat lainnya langsung bertarung dengan Naina. Naina melemparkan energi yang menghalau sosok itu mendekat agar Clarisa tak jadi sasaran.
“Clarisa, jauh-jauh!”
Namun Clarisa tak menurut. gadis itu malah berlindung di dekat Naina. Belum menyadari tubuhnya yang mengelaurkan energi yang terlihat serupa namun masih bepum sempurna. Terkadang muncul terkadang lenyap.
“Clarisa!”
“Fokus, Nai!”
Naina hanya bisa berdecak lalu mengerahkan tenaga lebih karena momen ia bicara dengan Clarisa barusan membuatnya lengah.
“Awas! Belakang lo!” teriak Clarisa pada Gatot namun berhasil membuat sosok yang bertarung dengan Naina terpental.
Naina kaget namun ia tak ada waktu untuk memastikan kalau itu kekuatan Clarisa. Ia memilih berkonsentrasi lalu menggerakan kedua telapak tangannya yang kemudian menghasilkan lingkaran cahaya bulat sebesar bola tenis dan diselubungi asap putih tipis.
“Nai!”
Bam…
Apa yang Naina lakukan menghasilkan suara berdebum seperti benda keras yang terjatuh. Gatot berdecak, padahal ia sudah berusaha meredam suara pertarungannya, namun apa yang dilakukan Naina malah memancing orang-orang mencari tahu atau malah gerombolan awan hitam pekat lain datang lebih banyak.
Gatot melepaskan satu tangannya yang lain agar bisa membuat selubung prisai untuk melindungi dan membuat keberadaan mereka tak terlihat.
“Serang lebih cepat! Gunakan energi alam untuk membantu!”
Naina mengangguk. Gadis itu memejamkan mata, berkonsentraris mengumpulkan energi sekitar yang sayangnya kalah cepat dengan sosok yang melesat menghampirinya.
“Naina!”
Kali ini tidak ada guncangan. Clarisa yang marah langsung menghadang lalu melindungi Naina yang terjatuh dan sedang berusaha bangun.
“Mahluk sialannnn!” Clarisa berteriak sambil mengarahkan kedua tangannya ke depan seolah-olah ia memiliki energi untuk menghadang.
Ajaibnya, sosok itu terpental cukup jauh hingga menyatu dengan sosok yang sedang bertarung dengan Gatot.
Di luar dugaan, sosok-sosok awan hitam pekat itu bersatu dan membuat gumpalan sosok awan hitam pekat yang lebih besar.
Gumpalan itu tertawa menggema hingga memekakkan telinga Niana, Clarisa dan juga Gatot yang langsung mundur dan membuat selubung perisai tambahan untuk melindungi mereka bertiga.
“Kekuatan mereka berlipat karena nyatu, Mas.”
“Terus kita harus gimana?” timpak Clarisa panik.
Gatot sempat menoleh dan terperanjat melihat sosok Clarisa yang seluruh tubuhnya mengeluarkan energi.
Beberapa detika Gatot terdiam sambil menatap Clarisa hingga Naina berteriak sambil mengarahkan tangannya ke depan, menghadang sosok yang ingin merobek perisai pelindung luar.
“Konsentrasi begok!”
“Taruh tangan kamu di punggung saya dan Naina!”
“Hah? Maksud lo?”
“Cepat!” sentak Gatot sambil membantu Naina menahan sosok awan hitam pekat yang semakin besar dan hampir menguasai penuh lebar jalanan tempat mereka bertarung.
Dan saat itulah, saat keduanya saling bertarung, Clarisa menempelkan masing-masing telapang tangannya di punggung Gatot dan Naina.
Keduanya seolah mendapat energi tambahan hingga kekuatan yang mereka arahkan menjadi berlipat.
Gatot tampak berkomat-kamit sambil maju ke depan, memukul mundur gumpalan awan hitam pekat raksasa itu.
Naina dan Clarisa melakukan hal yang sama. Namun Clarisa tetap memusatkan kedua telapak tangannya di punggung Naina.
Di saat itulah, di saat mereka semakin berkonsentrasi dan percaya kalau mereka bisa mengalahkan sosok gumpalan awan hitam pekat itu, tiba-tiba dari arah lain muncul kilatan cahaya yang membelah sosok-sosok itu menjadi beberapa bagian. Terakahir kilatan itu menyentuh perisai yang dibuat Gatot hingga robek, pecah dan menghilang.
Sosok-sosok yang menggeram marah itu langsung pergi meninggalkan Gatot, Naina dan Clarisa.
Ketiganya bergegas mengejar. Sayangnya yang mereka temukan hanya sosok berbaju serba hitam yang terlihat sedang memegang bola berwarna hitam pekat dengan aura kelam yang menyedot sosok-sosok hitam pekat yang mereka kejar sebelumnya.
Sosok itu langsung memasukkan bola hitam di tangannya ke dalam tubuhnya kemudian kabur begitu melihat keberadaan Naina, Gatot dan Clarisa.
“Siapa kamu?”
Gatot mengarahkan kekuatannya untuk menarik sosok itu sambil berlari mengerjar, sayangnya gagal.
“Ahhhh!”
Teriakan Clarisa yang menggema berhasil membuat Gatot berhenti dan berbalik.
“Clarisa!”
“Nai, tolong aku!”
Gatot melempar kekuatan itu ke arah sosok hantu yang menyandera Clarisa dan membantingnya ke atas dan ke bawah berulang kali.
Naina langsung menarik bangku yang ada di sekitar Clarisa agar gadis itu jatuh terduduk di sana.
Gatot menarik hantu itu dan menginterogasinya sementara Naina menenangkan Clarisa yang masih syok.
“Kok bisa hantu itu nyentuh aku, Nai?”
Naina menggeleng lalu memeluk Clarisa dan menyalurkan energi hangat dengan usapan turun naik di punggung Clarisa.
“Tenang, ya. Mereka udah hilang.”
Clarisa kembali menangis. Naina merangkul Clarisa sambil terus mengusapinya bersama energi hangat yang mengalir dari tubuhnya ke tubuh Clarisa.
Keduanya menatap Gatot yang terlihat sedang mengintimidasi salah satu hantu yang tubuhnya sudah separuh menghilang dari kaki hingga paha.
“Ke mana teman-temanmu?!” tanya Gatot keras.
“Mereka sudah mati… aaaarrrggghhhh… mereka… dihisap makhluk tadi.”
Gatot mencekik hantu itu dengan kekuatannya hingga tubuhnya melayang lebih tinggi darinya lalu menjatuhkannya dalam sekali hempas ke tanah.
Bum…
Naina dan Clarisa menjenggit apalagi ketika Gatot melemparkan energi lain yang membuat sosok hantu pemabuk itu pecah menjadi butiran cahaya kelam yang menguap dan terbang ke udara.
"Elo apain dia?”
“Mengirimkan dia ke tempat seharusnya.”
“Ke mana?” kompak Naina dan Clarisa bertanya.
“Ke alam baka,” jawab Gatot santai lalu menatap Clarisa.
“Ngapain lo liatin gue gitu.”
“Terus saya harus liat apa? Kamu yang paling lemah di sini.”
“Enak aja lo bilang gue lemah. Yang bantuin lo tadi siapa emang? GUE!” tunjuk Clarisa dengan jari di mukanya. “Kalau nggak ada gue, udah mokat lo di telen itu makhluk nggak jelas.”
Gatot mendengus. “Baru bisa mengendalikan seperti itu sudah sombong. Kalau kamu tidak saya arahkan memang kamu tahu?”
“Apa lo bilang?”
Clarisa berhadapan dengan Gatot. Jarak mereka berdekatan sekali dan Clarisa mendongak dengan berani menatap Gatot yang menunduk dengan tatapan mengejek padanya.
Clarisa melancarkan aksinya, namun kali ini bukan tulang kering Gatot yang jadi sasaran, tapi perut pria itu.
Bugh…
“Ahh!” Gatot mengeluh kecil hingga tubuhnya membungkuk. Sungguh, pukulan Clarisa membuat perutnya sakit sekali. seperti dihantam gada raksasa.
“Clarisa!”
Clarisa hanya mendenggus sementara Naina menghampiri Gatot untuk memastikan kondisinya.
“Rasain lo Gatot pecahan kaca!”
“Clarisa!”
“Bodo!”
Gadis itu memilih pergi. Naina hanya bisa mendesah pasrah karena kedua pasangan itu mulai bersiteru dan membuat Naina hanya bisa geleng kepala.
“Mas nggak papa?”
Gatot mengangkat tangan seraya menolak sentuhan Naina. Sepertinya pria itu tahu kemampuannya menerawang dengan menyentuh orang yang bersangkutan.
Naina tidak memaksa lalu meminta Gatot duduk di bangku yang sebelumnya ia duduki bersama Clarisa agar pria itu bisa diobati.
Naina mengalirkan energi hangat dari kejauhan yang berhasil membuat perut Gatot yang sakit terasa lebih baik.
“Terima kasih. Sebaikinya kita–“
“Ahhhhhh!”
Naina dan Gatot saling tatap sebelum berlari menghampiri Clarisa yang berteriak dan ditakutkan membuat guncangan besar.