Bab 9. Pemaksaan

1001 Kata
Tami memandangi wajah Evano, pria itu tampan, ketampanannya tak jauh beda dengan Leonel, tubuh Evano juga sangat menarik, kulit coklat yang membuat Tami melayang. Evano juga melakukan banyak hal untuk memuaskannya, ya Tami memang tak pernah mengenal lelah jika sudah berkaitan dengan hasrat. Hasratnya seperti sebuah pisau yang harus terus di asa agar semakin tajam. Evano menjilat leher jenjang Tami. Evano tak membuat langsung memasukkan juniornya ke dalam lembah yang ia tuju, Evano masih asyik bermain dengan tubuh Tami. Tami tersenyum simpul ketika Evano memainkan miliknya dibawah sana, Tami tidak bisa menahan diri, ia menarik lengan Evano dan menindihnya. Lalu melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk dirinya sendiri. “Sayang, ahh,” desah Evano. “Bagaimana? Kamu menyukainya?” tanya Tami. “Aku menyukainya, apa pun tentangmu aku menyukainya,” jawab Evano masih dengan wajah meringis nikmat. “Aku mencintaimu.” Tami menyunggingkan senyum, Tami terus melakukannya, membuat Evano bertukar posisi, kali ini Tami dibawah dan ia diatas. “Terus, Sayang, terus,” keluh Tami dengan peluh diwajahnya. Evano terus melakukannya, kali ini ia menngoyangkan pinggulnya dengan intens dan akhirnya menembakkan sejuta sel miliknya ke dalam rahim Tami. Evano lalu berguling ke samping Tami, namun ada wajah tidak puas diwajah Tami, itu terlihat jelas. Tami selalu belum mencapai puncaknya namun Evano langsung menembakkan sejuta sel nya ke dalam rahimnya. Tami cemberut, namun tak bisa mengeluh, baru saja melakukannya, Evano langsung ejakulasi dini, hal itu membuat Tami tidak puas. Tapi, Tami berusaha menyembunyikan ketidakpuasaannya, karena suaminya lemah. *** Pagi menunjukkan pukul 8, suasana rumah cukup sepi, tidak seperti biasanya, ketika tiba di ruang tengah, keluarga Massimo tidak ada di tempat, Tami menoleh melihat Leonel yang datang dari pintu belakang. Leonel menghentikan langkah kakinya, tatapannya mengarah kepada Tami yang saat ini menunduk, Tami sendirian, tidak ada Evano disampingnya. Leonel segera menghampiri Tami. “Evano mana?” tanya Leonel, pria tampan dan kaya raya. “Dia di atas,” jawab Tami acuh tak acuh. “Kenapa dia tidak bersamamu?” “Dia di atas, apa harus terus bersamaku?” Tami kesal. “Aku tidak tahu kenapa kamu sangat membenciku, padahal aku sudah berusaha baik kepadamu. Aku tidak tahu mengapa hubungan kita malah menjauh seperti ini,” kata Leonel. Tami menatap Leonel yang saat ini terlihat meyakinkan, bahkan Leonel juga semakin lembut dan tidak lagi memaksanya. Beberapa hari ini sikap Leonel juga tidak menunjukkan sesuatu yang akan menyerangnya. “Aku tidak membencimu tapi ada baiknya kita tidak perlu saling mengenal,” jawab Tami menunduk sesaat seolah yang ia katakan tidak datang dari hatinya. “Aku terlamba ya?” tanya Leonel. “Sudahlah. Jangan bahas masa lalu di sini,” geleng Tami. Tak lama kemudian terdengar suara lift terbuka, Tami melemparkan senyum didepan suaminya yang baru keluar dari lift. Tami menoleh sesaat melihat Leonel yang memandang wajahnya. Evano mengecup bibir Tami didepan Leonel, membuat Leonel cemburu dan kesal, Leonel tidak akan terima apa pun alasan Tami. Setiap melakukan hubungan intim bersama Evano, yang selalu terbayang dipikiran Tami adalah Leonel, karena Leonel hebat dalam hal itu, karena Leonel bisa memuaskannya, bahkan membuat kenangan selama 8 tahun lamanya, membuat kenangan itu membekas. “Ada apa, Leon?” tanya Evano. “Tidak ada apa-apa,” jawab Leonel. “Terus kamu dan Tami membicarakan apa?” tanya Evano lagi. “Aku menanyakanmu kepadanya.” “Oh.” Evano mengangguk. “Hari ini aku akan membawa Tami ke kantor.” “Buat apa?” “Hari ini dia bekerja di perusahaan,” jawab Evano lagi. “Mommy yang menyuruh.” “Oh.” “Dia akan ada di lingkunganku.” “Oke.” Evano menoleh menatap istrinya yang memilih diam saja. “Sayang, kamu siap?” “Iya. Aku siap.” “Tapi, bukankah kata Mommy … kamu tidak boleh saling mengenal? Pura-pura tak saling mengenal.” “Iya. Memang seperti itu,” jawab Evano. “Tapi itu suka-sukaku.” “Aku lebih setuju jika kita pura-pura tidak saling mengenal, Sayang,” kata Tami. “Benarkah?” Tami mengangguk. “Aku tidak mau jika semua orang beranggapan aku masuk ke kantor karena koneksi darimu.” “Baiklah,” angguk Evano. “Jika itu yang kamu inginkan.” Tami merangkul lengan Evano, membuat Leonel semakin marah. Leonel mengelus leher belakangnya dan berkata, “Apa kalian—” “Ada apa, Leon?” “Heem? Oh tidak apa-apa,” jawab Leonel, hampir saja ia mengatakan sesuatu yang akan membuat Evano bingung. “Sebentar ya, Sayang,” kata Evano. “Aku melupakan sesuatu.” “Kamu lupa apa? Suruh ART saja,” kata Tami. “Aku tadi menaruh sesuatu di atas, aku lupa mengambilnya.” Evano melanjutkan. “Apa itu?” “Tunggu sebentar ya,” kata Evano lalu kembali memasuki lift. Tami bingung karena saat ini tinggal ia dan Leonel. Tami bingung apa yang harus ia katakan. Leonel lalu meraih tangan Tami, menatap Tami sedemikian. Leonel memaksa memeluk Tami, Tami berusaha melepaskan pelukan Leonel apa pun caranya, namun Leonel memeluknya dengan cukup erat. Leonel berusaha bisa menenangkan diri dengan pelukan ini, walaupun pelukan ini memaksa Tami. “Leon, apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku. Nanti ada yang melihat,” geleng Tami. “Kamu sudah melakukan hubungan suami istri dengan Evan?” “Tentu saja. Aku istrinya, sudah tugasku—heemphh.” Leonel mencumbu Tami, mencium leher jenjang Tami dan menjilatnya, memegang dua gundukan secara bergantian dengan satu tangannya, Tami berusaha tenang dan tidak berpikir macam-macam. “Aku mohon lepaskan aku,” lirih Tami, seolah ia tidak mau jika permainan Leonel berhenti. Leonel mencumbunya, meremas dua gundukan miliknya secara bergantian. Wangi lavender itu terasa memanjakan penciuman Leonel, sejak dulu jika mencium wangi Lavender ia merasa bisa hidup lebih lama, jika mencium wanginya ia segera mencari arah wangi itu, ia ingin melihat apakah itu Tami atau orang lain. Leonel terus melakukannya, membuat desahan dari mulut Tami keluar, hanya melakukan ini saja membuat hati Tami yang paling dalam terketuk. Ia merindukan sentuhan ini. Suara lift terbuka, Tami lalu mendorong tubuh Leonel. Evano keluar dari lift dengan alis yang nyaris bertaut. Karena melihat Tami dan Leonel terlihat gugup.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN