Menit demi menit telah berlalu, mereka tiba di sebuah butik yang tampak begitu mewah. Mereka berempat masuk ke dalam butik itu, beberapa orang pegawai butik itu menyambut kedatangan mereka berempat dengan ramah.
Beberapa pegawai mulai membawakan beberapa gaun untuk Jo dan Margareth. Kedua wanita itu mulai mencoba beberapa gaun yang menjadi pilihan dari para kekasih mereka. Beberapa gaun malam itu tampak indah yang mewah.
Margareth, telah menemukan gaun yang sesuai untuknya. Gaun malam berwarna gold-hitam itu sesuai dengan tema pesta pertunangan mereka, gaun ketat dengan belahan panjang pada bagian sampingnya membuat tubuh wanita itu terlihat semakin seksi.
Jay dan Ken tidak mau ambil pusing dengan tuksedo yang akan mereka kenakan, mereka akan mengenakan tuksedo dengan warna yang sesuai dengan pesta pertunangan mereka. Jay dan Ken telah menemukan tuksedo mereka. Sekarang mereka bertiga tengah menunggu Jo yang belum juga mendapatkan gaun yang disukainya.
Jo tidak puas mendengarkan pendapat Ken yang selalu sama, 'Semua gaun terlihat indah untuk Jo,' membuat Jo tidak puas dengan jawaban kekasihnya itu.
Jo berdecak sebal saat gaun kelima yang dikenakannya tidak dapat membuatnya puas. Jay yang tidak sabar mulai berjalan menuju deretan gaun malam yang tampak indah, ia mengambil sepotong gaun dan menyerahkan gaun itu kepada Jo.
“Coba yang ini,” ujar Jay, dengan ragu Jo mengambil gaun itu dan masuk ke dalam kamar pas untuk mencoba gaunnya.
Semua mata menatap Jo dengan kagum, Ken bahkan membuka mulutnya dengan lebar saat melihat gaun yang tampak sempurna pada tubuh kekasihnya itu.
Gaun berbahan sifon, berwarna dasar hitam dengan hiasan Kristal peplum dan juga manik-manik berwarna gold, gaun backless berpayet tinggi dengan bawah bawah gaun yang memiliki belahan yang akan terbuka saat berjalan dan memperlihatkan bagian dalam gaun yang hanya sebatas paha, membuat kaki jenjang Jo tampak sempurna saat ia berjalan, semua yang ada diruangan itu menatap Jo dengan kagum. Jo tersenyum lebar saat melihat reaksi orang-orang disekitarnya, gaun pilihan Jay itu sangat indah saat ia kenakan.
Setelah menentukan gaun yang akan mereka kenakan nanti, mereka berempat segera menuju parkiran mobil untuk segera kembali kerumah mereka masing-masing. Seperti perjalanan mereka seharian ini, hanya ada keheningan di antara mereka, hanya Margareth yang sibuk bercerita tentang kehebatan ponsel barunya.
“Aku akan pulang dengan Jo,” Jay menarik tangan Jo dan membawa wanita itu mendekat ke arahnya, “Mama mau bertemu denganmu, Jo.” Jay melanjutkan perkataannya saat Ken dan Margareth menatapnya dengan heran.
“Ken bisa tolong antarkan Margareth ke apartemennya?” tanya Jay.
Ken melirik ke arah Jo, Jo tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya. “Tolong antarkan Margareth, aku akan pulang dengan kak Jay.”
Jay tersenyum puas mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut Jo. Margareth mendengus kesal, ia tidak rela meninggalkan lelaki itu berasama dengan wanita yang dicintainya.
“Apa kamu nggak bisa antar aku pulang terlebih dahulu?” protes Margareth.
“Maaf, aku nggak bisa. Pulanglah dengan Ken, aku akan menghubungimu nanti,” Jay berkata dengan datar. Margareth tahu bahwa lelaki itu tidak akan mau mendengarkan protesnya, dengan tidak rela ia segera berjalan dan berdiri di samping Ken.
“Kabarin aku nanti ya sayang.” Ken tersenyum manis, walaupun ia tidak suka melihat kebersamaan dua insan itu tetapi ia tidak bisa melakukan apapun. Ken mengecup kening Jo sebelum meninggalkan wanita itu bersama dengan lelaki pemilik hati wanitanya.
***
Menit demi menit telah berlalu, saat ini Jay dan Jo sudah berada di dalam mobil milik Jay, Jo tidak dapat membayangkan betapa canggung situasi mereka saat ini, mengapa dua orang yang saling mencintai harus saling menyakiti? apa semua cinta itu akan terasa menyakitkan? Mengapa dua hati yang telah jatuh cinta itu tidak dapat bersama? Semua pertanyaan itu berulang kali terlintas di dalam benaknya. Ia tahu benar jawaban dari semua pertanyaan itu, hanya satu jawaban yang bisa ia simpulkan, belenggu waktu. Belenggu waktu telah merubah semuanya.
“Jo...” Panggil Jay, suara Jay membawa Jo kembali ke alam nyata, jantungnya berdegup dengan kencang hanya dengan mendengar suara lelaki itu, hanya dengan mendengar suara dan menatapnya saja sudah bisa membuat Jo bahagia dan juga sedih secara bersamaan.
“Ya?” Jo memalingkan wajahnya ke arah Jay, ia menatap ragu wajah tampan milik Jay, keringat dingin keluar begitu saja karena rasa gugup yang dirasakannya, ia merasa bagaikan seorang bocah remaja yang baru mengenal cinta. Nyatanya, memang hanya Jay cinta yang selama ini ia kenal dan ia miliki.
“Pakai seatbelt-mu,” ujar Jay dengan datar, tanpa memalingkan wajahnya ke arah Jo.
“Ah… iya… makasih kak…” ujar Jo dengan terbata-bata, ia menghela nafas lega dan segera mengenakan seatbelt-nya, berdua bersama dengan Jay di dalam keadaan canggung ini membuatnya sedikit resah.
‘Bodohnya Jo! emang kamu kira kak Jay mau ngomongin apa?’ rutuk Jo di dalam hatinya.
Jay tersenyum tipis. “Ternyata kamu nggak pernah berubah ya Jo,” ujar Jay, ia mengarahkan pandangannya ke arah Jo dan menatap wanita itu dengan pandangan yang tidak dapat diartikan oleh Jo. Jo hanya bisa menatap lelaki di hadapannya dengan pandangan sendu.
“Aku telah berubah kak, waktu telah mengubah segalanya,” ujar Jo dengan lirih.
“Benarkah?” Jay kembali mengarahkan pandangannya ke arah jalanan di hadapan mereka di saat lampu di hadapan mereka telah berubah menjadi warna hijau.
Jo tersenyum miris. ‘Tentu saja tidak, belenggu waktu tidak dapat menghapuskan rasa yang kumiliki ini kak,’ gumam Jo di dalam hatinya.
“Setelah kita menikah nanti, tidak ada satupun dari kita yang boleh meninggalkan pasangan kita Jo,” ujar Jay datar.
“Aku nggak akan ninggalin Ken.”
Jay tersenyum sinis. “Seyakin itu kamu sama jawaban kamu?”
Jo menatap Jay dengan nanar, bersama dengan lelaki itu selalu membuatnya berada di dalam sebuah dilema. Waktu bergulir, perjalanan merangkai sebuah kisah panjang, dan cinta tidak pernah sedikitpun terhapus dari hati seorang Jocelyn, ia tidak yakin dengan perkataannya.
“Tentu saja,” ujar Jo setengah berbisik.