Brak!!
Suara dobrakan pintu pada kamar Agras terdengar begitu kencang, seorang laki-laki dengan tubuh tinggi besar menggunakan kakinya untuk menendang pintu itu hingga roboh, engsel-engselnya daun pintu itu langsung terlepas begitu saja. Agras yang tertidur terkejut mendengar hal itu dan ia pun langsung bangun.
Belum sempat ia mendudukkan dirinya, laki-laki bertubuh tinggi besar itu langsung menarik kaki kanannya dengan paksa, jatuh dari ranjang dengan ketinggian 60 sentimeter. Kepalanya terbentur lantai dengan cukup kreras hingga membuatnya mengeras kesakitan.
“Hei! Apa yang kau lakukan?!” teriak kencang Agras pada laki-laki itu sambil menahan nyeri, ia memegangi kepalanya ada sedikit darah yang keluar dari sana.
Laki-laki itu terus menyeret Agras keluar kamar dan melewati lorong kastil, beberapa pelayan dan orang yang berada di sana hanya diam saja saat Agras diperlakukan seperti itu, bahkan saat Laika melihatnya ia tak bisa melakukan apapun, karena laki-laki itu dikirim memang untuk Agras.
Agras mencoba memberontak, menggerakkan kaki dan tubuhnya yang kini sudah seperti pel lantai, tapi tak ada perubahan apapun laki-laki itu tetap saja menarik paksa tubuh Agras.
“Lepaskan aku!” Agras kembali berteriak pada laki-laki itu.
Tak berapa lama mereka sampai di luar pintu kastil, laki-laki itu menghentikan langkahnya, tapi cengkraman pada kaki Agras diperkuat, sedetik kemudiania meleparkan Agras begitu kencang hingga tubuh Agras membentur sebuh pohon yang berjarak hampir lima puluh meter di depan.
Agras terpental dari pohon itu dan jatuh ketanah, dari jaraknya laki-laki itu melompat dan dengan cepat sampai di depan Agras yang masih belum bisa membangunkan dirinya karena merasakan sakit disemua anggota tubuhnya. Kepalanya masih terasa nyeri dan sedikit berdarah, tulang punggungnya terasa retak begitu juga kakinya yang mungkin patah.
“Saat kau begitu nyenyak tidur, bawahan Raja Iblis sedang berusaha menghancurkan dunia,” ujar laki-laki itu, kemudian ia meleparkan botol frosta berukuran seibu jari pada Agras. “Minum, si tua Destron mengatakan padaku untuk tidak membunuhmu.”
Agras mengambil botol itu dan meminumnya, setelah kira-kira tiga teguk tubuhnya seolah kembali seperti semula bahkan jauh lebih sehat dari sebelumnya, ini pertama kalinya ia menggunakan ramuan penyembuh yang dikatakan Laika, ramuan itu sangat berguna untuknya, terasa seperti air putih biasa sebenarnya sedikit manis juga hambar.
“Kau ini siapa? Dan apa yang kau lakukan padaku?” tanya Agras setelah merasa bahwa tubuhnya terasa pulih.
“Apa perempuan berdada besar itu (Laika) tak mengatakannya padamu?” laki-laki itu balik bertanya pada Agras. Agras menggeleng. “Sial.”
Bukannya menjawab pertanyaan Agras, laki-laki itu malah mengumpat seolah ia sedang kesal dengan apa yang terjadi.
“Aku harus mengenal diri, padahal aku tak menyukainya,” sambung laki-laki itu. “Namaku Pratayama guru berpedang dan bertempurmu.”
Guru berpedang dan bertempur. Agras mulai menyadari hal itu, Laika padahal sudah mengatakan bahwa akan datang guru baru untuk mengajari dirinya bertarung, tapi ia tak tahu jika yang datang seorang laki-laki bertubuh tinggi besar layaknya raksasa, mungkin tingginya sekitar 230 sentimeter, mirip musuh-musuh di anime One Piece.
“Baiklah Pak Yama, sebagai guru yang baik harusnya kau tak melakukan itu pada muridmu,” kata Agras ia kini mencoba bangun, sejajar dengan Prata.
“Panggil aku Prata, dan benar kata Laika bahwa kau banyak bicaara,” ujar Prata.
“Aku memiliki mulut untuk berbicara dan itu harus aku lakukan, dari pada aku diam saja keadaan akan terasa canggung nanti,” ucap Agras.
“Dalam pertempuran banyak bicara tak akan membantu apapun.”
“Siapa bilang? Omongan mampu mempengaruhi pikiran seseorang, itulah gunanya memiliki mulut,” ujar Agras lagi.
Prata menyungging senyum mendengarkan omong Agras itu, seperti yang Laika dan Destron katakan bahwa anak yang akan menjadi muridnya bukanlah anak biasa, cara bicaranya dan bagaimana ia menanggapi lawan begitu menarik perhatian, dari apa yang dia katakan terlihat jelas bahwa ia memiliki pemikiran yang cukup luas, seolah dalam dirinya bukanlah anak yang berusia sebelas tahun.
“Bersihkan tubuhmu dan aku tunggu sepuluh menit lagi untuk latihan di belakang kastil,” kata Prata seolah memerintah Agras.
Agras mengacungkan ibu jarinya pada Prata dan kemudian ia pun berlari secepatnya menuju kamarnya. Lalu ia memberishkan dirinya, ia merasa seperti seorang militer yang tinggal di kamp, seorang komandan menyuruhnya untuk bergegas.
Sementara itu Pratayama adalah seorang laki-laki dari kota Loth, ia dikenal sebagai raksasa dari utara karena tubuhnya yang begitu tinggi dan juga besar, otot-ototnya dempal seolah di dalam otot itu ada ototnya. Selain itu ia juga memiliki kekuatan yang cukup hebat, ia ahli berpedang dan juga bertempur meskipun ia tak menguasa sihir.
Kekuatannya sudah terkenal diseluruh penjuru Valgava, ia bahkan pernah menggali tanah untuk membuat aliran sungai dari laut menuju desa di dekat kota Loth, padahal jaraknya beberapa puluh mil, ia lakukan itu hanya dalam waktu dua hari saja. Ia mampu melompat jarak 100 meter, konsep yang ia gunakan adalah ular seperti yang Laika katakan.
Selain itu juga Prata juga pernah mengalahkan seribu penyihir hitam seorang diri ketika mereka mencoba menghancurkan Tron, ia kembali dalam keadaan hidup tak kekurangan satu pun bahkan tak ada luka yang menggores di tubuhnya. Dengan terkenalnya itu ia pun ditakuti banyak orang, baik penjahat maupun iblis.
Namun, Prata sudah lama pensiun sejak ia merasa tubuhnya merasakan sakit dibagian dalam, Destron mengatakan bahwa itu sebuah kutukan iblis, hanya bisa sembuh jika Prata membunuh iblis itu, tapi sampai sekarang Prata tak tahu iblis mana yang melakukan hal itu padanya. Kini yang ia lakukan hanya harus mencari siapa iblis yang sudah mengutuknya.
Destron mengatakan bahwa jika ia membantu seorang reinkarnasi pahlawan kemungkinan ia bisa bertemu dengan iblis yang ia cari, karena tugas reinkarnasi juga untuk membunuh para iblis, maka dari itu ia setuju ketika Destron memintanya untuk melatih reinkarnasi itu. awalnya ia pikir yang akan ia latih adalah seorang lelaki berusia 20 tahunan, tapi ketika ia tahu bahwa yang ia latih hanya anak kecil maka ia tak bisa terlalu kasar. Meskipun itu juga pertama kalinya ia menjadi seorang guru, selama ini ia menolak melakukan hal itu karena menurutnya ia tak pandai melatih seseorang meskipun secara jelas kekuatan yang ia miliki harus turun pada seseorang.
Apalagi saat ini tugasnya cukup berat, mengajari seorang reinkarnasi pahlawan, entah bagimana jadinya yang pasti ia akan melakukan yang terbaik. Nyawa banyak orang ada di tangannya, dengan ia bisa membantu Agras mendapatkan kekuatan dan kehebatan maka sudah jelas bahwa Agras bisa mengalahkan iblis itu.
Ketika ia mengambil resiko untuk menjadi seorang guru berpedang reinkarnasi pahlawan sebenarnya istrinya sedikit khawatir, apalagi ia meninggalkan istri dan anaknya di Loth, tapi demi tugas mulia dan untuk menyelamatkan dunia ia harus memberitahu mereka untuk saja istrinya mengerti situasi apa yang terjadi dan sang istri bisa menjelaskan pada anaknya yanng ingin sekali ikut dengan dirinya.
Sepuluh hari sebelum diminta Destron untuk datang seorang utusan mengetuk pintu rumah Prata dengan mengirimkan surat sebagai pesan yang cukup penting, saat itu malam belum begitu larut Prata dan sang istri, Lilian belum tidur. Prata masih sibuk mengurus pedang dan alat bertarung miliknya yang lain.
“Surat dari siapa?” tanya Lilian pada Prata.
“Dari penampilannya sepertinya salah satu penyihir dari Lumiren, mungkin anak buah Destron,” ujar Prata kemudian ia membuka surat itu dan membaca isinya. “Destron memintaku untuk pergi kesana dan mengajar seorang murid.”
Lilian yang mendengar hal itu sedikit terkejut karena selama ini yang ia tahu bahwa Prata tak pernah sekalipun memiliki seorang murid, ia adalah tipikal laki-laki yang tak sabaran hanya dengan istri dan anaknya saja ia bisa lembuh dan luluh, kini ia mengatakan bahwa diminta untuk mengajar seseorang yang pasti menjadi guru berpedang.
“Apa mungkin Tuan Destron salah mengirim surat?” tanya Lilian lagi karena ia sedikit bingung.
“Tidak, Lili. Surat ini ditunjukkan untukku, aku diminta mengajar seorang reinkarnasi pahlawan kesembilan,” jawab Prata.
Meskipun tidak begitu paham tapi Lilian mengerti maksud dari reinkarnasi pahlawan itu, banyak sekali orang yang menceritakan itu dari turun-temurun dongeng yang sudah melegenda, apalagi sebagai keluar kesatria dan penyihir kisah tentang seorang laki-laki yang terlahir setiap dunia mengalami masa krisis adalah hal yang harus ia percayai.
“Jadi reinkarnasi itu sudah datang, perkiraan dunia ini sedang tidak baik-baik saja, bukan?” Prata mengangguk.
“Kau membolehkanku pergi?” tanya Prata kini Lilian yang mengangguk.
Lilian mencoba mengerti, itulah alasan mengapa Prata tak terlalu memberi pengertian padannya, karena sejak menikah dengan Prata ia tahu resiko apa yang ia dapatkan. Seorang kesatria tak akan hidup dengan tenang pasti dihantui kekhawatiran, untuk saja selama menikah dengan Prata tak ada yang terjadi, apalagi kini mereka mereka memiliki Mikha gadis kecil yang berusia lima tahun.
“Kau bisa pergi besok pagi sebelum Mikha bangun,” kata Lilian.
Prata menggeleng perlahan. “Tidak Lili, biarkan Mikha tahu bahwa ayahnya pergi. Aku yakin ia akan bangga bahwa ayahnya bisa membantu menyelamatkan dunia.”
“Berarti sekarang kau yang harus tidur.”
“Bersamamu, sebelum pergi aku ingin menikmati malam ini denganmu. Seandainya aku tak kembali anggap saja ini keindahan terakhir dariku,” ujar Prata. Lili memukul perlahan paha Prata.
Keesokan harinya Prata membalas kiriman surat untuk Destron di dalam surat itu ia mengatakan bahwa akan menerima tawaran mengajar seorang reinkarnasi pahlawan. Setelah itu ia pun pergi dari Loth menuju ke Limuren, perjalan menuju kesana cukup sulit dan entah bagaimana para penyihir hitam serta iblis tahu bahwa dirinya hendak menjadi guru dari seorang reinkarnasi. Namun, ia bisa mengalahkan mereka dengan mudah dan sampai di kota Lumiren tanpa luka sedikit pun.
Begitu sampai di Lumiren akhirnya ia tahu bahwa muridnya hanyalah anak kecil meskipun bergelar reinkarnasi ia tetap saja kesal.