13. Kota Kasota dan Kepergian Agras Ke Lumiren

1642 Kata
Sore lebih tak sampai menjelang senja, kereta kuda yang membawa Luis dan Vina masuk ke Kasota telah sampai di kota. Gerbang kota masih tertutup rapat, di depannya ada dua penjaga yang menjaga, Luis dan Vina turun dari ketera kuda sementara kereta kuda itu berlalu pergi tanpa singgah terlebih dahulu. “Berhenti,” ujar salah satu penjaga menghentikan langkah Luis dan Vina. “Orang asing dilarang masuk ke Kasota jika bukan pedang.” Vina maju sedikit, menyingkap kain bajunya dan menunjukkan pergelangan tangan kanannya, ia menunjukkan sebuah tanda yang tertera di sana, mengetahui tanda yang ada dua penjaga itu pun terkejut dan dengan cepat membukakan gerbang dan membiarkan Vian serta Luis masuk kedalam. Vina dan Luis masuk kedalam kota Kasota, itu kali kedua Luis masuk kesana selama hidupnya, karena ia pernah ke Kasota beberapa tahun lalu dan kembali hampir dalam keadaan yang tak selamat, sedangkan Vina tidak. Vina terlahir di sana, sejak kecil hingga berusia 20 tahun ia hidup sebagai dari seorang yang cukup terkenal tapi karena suatu hal ia harus pergi. Kini ia kembali lagi setelah lebih dari 11 tahun. Begitu masuk kedalam, Vina seolah kembali pada masa di mana ia hidup di sana, ia bisa meihat bagaimana ia bermain air hujan, kejar-kejaraan dengan dengan teman-temannya, saling melempar bola salju saat musim dingin, dan yang paling ia ingat saat bagaimana ayahnya memarahinya ketika ia melakukan semua itu. Ia anak dari seorang tetua kota, ketua dari sekte paling terkenal Dhomles, menjadi seperti anak-anak pada umumnya adalah sebuah larangan, ia harus belajar sihir dan menerima kenyataan jika seandainya ia harus ikut campur dalam urusan dunia. Sekte yang ayahnya ketuai memiliki anggota ribuan di seluruh penjuru Earthonius, paling banyak di Valgava sendiri dan Kasota menjadi pusat dari sekte itu. Awalnya Vina pikir itu mungkin memang hidupnya, tapi kemudian ketika ia berusia 16 tahun ia mulai memahami bahwa hidupnya terlalu terkekang dan ia ingin bebas layaknya anak perempuan remaja seusianya, yang bermain, membeli gaun, bercerita sambil minum teh, ataupun menggoda laki-laki meski itu terkesan aneh. Selama ini Vina tak pernah mendapatkan hal itu, lalu pada suatu malam ketika bulan purnama yang indah terlihat terang benderang di langit, ia berjalan menikmati indahnya kota. Di dalam perjalanan ia tak sengaja bertemu seorang laki-laki yang tak lain Luis. Pertemuan itu menimbulkan benih-benih cinta, sesuatu yang pasti dilarang oleh ayah Vina, tapi karena perasaan cinta itu tak bisa dibendung mereka pun memaksakan untuk terus menjalin hubungan secara diam-diam. Namun, kemudian Luis harus kembali ke Tron karena ia tak memiliki banyak waktu lagi di Kasota. Vina meminta paksa ikut pergi dengan Luis padahal saat itu mereka belum menikah, sang ayah yang mengetahui hal itu sangat murka dan tak menerima hubungan keduanya, tapi Vina tetap saja tak peduli dan meninggalkan kota Kasota. Setahun setelah Vina meninggalkan kota kelahirannya sang ayah datang dan mengatakan sesuatu yang menakutkan akan terjadi padanya, saat itu tiba Vina harus datang ke Kasota. Sepuluh tahun berlalu, akhirnya Vina kembali ke Kasota karena ia merasa ketakutan dengan apa yang terjadi, berita buruk yang menimpa Agras. Vina tak menganggap bahwa apa yang ia tahu tentang Agras adalah sesuatu yang baik. Tak berapa lama Vina dan Luis pun sampai di rumah yang cukup besar, begitu masuk gerbang rumah para penganut sekte yang bertudung hitam banyak sekali di sana, salah satunya mungkin yang datang kerumahnya tadi malam dengan membawa kabar berita bahwa Agras adalah anak yang terpilih. Begitu Vina dan Luis menuju dalam para penganut sekte itu langsung memberi jalan dengan rapinya seolah mereka sudah menunggu lama kedatangan keduanya. Beberapa meter dari daun pintu itu terbuka, seseorang muncul dari sana berpakaian jubah hitam tanda tudung di sampingnya seorang perempuan yang menggunakan pakaian yang sama, ia adalah ayah Vina serta pengawalnya. “Seseorang mendatangiku setelah ia ketakutan,” ujar ayah Vina bernama Zaheer. “Aku kira hari ini tak pernah datang, kau pergi seolah hebat dan kuat, tapi nyatanya salah.” “Aku datang karena Ayah yang meminta, seseorang mengatakan padaku tadi malam tentang takdir putraku,” kata Vina pada Zaheer. “Sesuatu yang menarik,” ucap Zaheer. “Lean, siapkan tempat dan hidangan untuk tamu jauh kita.” Setelah itu Zaheer dan pelayannya masuk kedalam, Vina dan Luis mengikuti. Perasaan keduanya campur aduk meskipun Luis sedikit bingung dengan keadaan itu, Vina masih kalut. Luis tak begitu paham banyak hal tentang Vina, bahkan ia baru tahu bahwa Vina adalah penyihir anak dari ketua sekte paling terkenal di Kasota. Kemudian mereka pun sampai di dalam, Zaheer menyiapkan hidangan untuk Luis dan Vina. Meskipun ia terlihat angkuh dan kaku tapi ia tetap menyayangi Vina, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya. Ia menjaga Vina karena takut jika kehilangannya sama seperti ia kehilangan istrinya dulu. Tak lama setelah Vina lahir, istrinya sakit parah ia sudah mencari obat kemana pun tapi tak menemukannya, penyakit aneh yang diderita sang istri pun akhirnya mengambilnya dan sejak saat itu Zaheer menjadi orangtua tunggal bagi Vina. Meskipun sebelas tahun lalu Vina memutuskan untuk pergi dari Kasota dan memilih tinggal dengan Luis, Zaheer tetap saja menjaganya dari jauh karena ia tak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi. Ia tetap menyayangi Vina bagaimana pun keadaannya, karena ia tahu Vina melakukan itu karena ia ingin bebas layaknya perempuan seusianya, bukan di penjaa di dalam rumah. “Ceritakan apa yang kau inginkan datang bersama dengan laki-laki penjudi ini,” sambung Zaheer. “Laki-laki mantan penjudi ini adalah Ayah dari cucumu,” ujar Vina menjawab omongan buruk ayahnya pada Luis. “Aku kemari karena salah satu anggota sekte Ayah datang tadi malam dan mengatakan bahwa Agras adalah anak terpilih.” Zaheer memikirkan hal itu, entah mengapa ia merasa bingung, karena ia merasa bahwa tak pernah mengirim satupun anggota sektenya untuk datang menemui Vina di desanya. “Ayah tak pernah mengirim siapapun kerumahmu, meskipun Ayah tahu pada malam itu Agras menjadi reinkarnasi kesembilan dari Vastoarta,” ucap Zaheer kini Vina yang malah bingung. “Dan ramalan buruk yang ayah katakan sepuluh tahun lalu juga bukan tentang itu. Mengapa kau pikir menjadi reinkarnasi pahlawan itu buruk?” “Jika bukan Ayah yang mengirim orang bertudung itu lalu siapa?” tanya Vina kini. Zaheer terdiam, ia tahu tapi tak ingin memberitahu. Jika seandainya Vina tahu akan membuat sesuatu hal terjadi paling rumit. “Menjadi reinkarnasi berarti ia harus mengalahkan iblis dan menyelamatkan dunia, meskipun ia sebagai pahlawan sesuatu hal yang buruk pasti terjadi padanya.” Zaheer tahu maksud Vina, tapi ia malah berpikir bahwa menjadi reinkarnasi itu berarti menjadi seorang pahlawan yang menyelamatkan dunia bukan sekedar sebutan, dan menjadi pahlawan akan ada diantara baik ataupun buruk. “Malam ini kalian tidur saja di sini, kemungkinan ada hal buruk yang bisa saja terjadi.” Zaheer meminta mereka tinggal di Kasota karena ia takut jika mereka pulang malam sesuatu yang tak diinginkan ajan terjadi dan bisa saja itu malah membuat keduanya terlibat dalam masalah lain yang tak bisa diselesaikan. *** Malam hari menjelang saat Vina dan Luis memutuskan untuk tinggal di Kasota atas saran dari Zaheer, meskipun memiliki kekuatan sihir yang hebat tetap saja Vina bisa kalah jika lawannya memiliki kekuatan jauh di atasnya. Sebelumnya Zaheer sudah mengatakan bahwa musuhnya kemungkinan bukan hanya manusia biasa saja, tapi bisa penyihir juga pastinya iblis. Meskipun sampai saat ini ia belum bisa memastikan dengan benar bahwa Agras sudah tahu apa yang terjadi padanya, ia hanya menyerahkan perlindungan Agras pada mereka karena ia tahu bhawa orang-orang gereja bukan orang sembarangan. Uskup gereja belajar ilmu sihir dan kekuatan lainnya untuk mempertahankan diri, apalagi setelah tahu bahwa kemungkinan kelahiran reinkarnasi pahlawan datang dari Valgava. “Anakmu akan pergi ke Lumiren esok pagi, uskup besar gereja Tron yang mengatakan itu, aku terhubung dengannya lewat dunia jiwa,” ujar Zaheer menemui Vina yang sedang merenung di balkon belakang rumah sambil menatap bulan. “Kapan ia akan kembali? Dan berapa lama?” tanya Vina masih khalut. “Tak pasti, ia harus belajar dengan Destron terlebih dahulu agar siap menghadapi Raja Iblis nantinya. Ia harus membunuh raja iblis sampai inti jiwanya,” ucap Zaheer lagi. “Tapi ia masih terlalu berat untuk melakukan hal itu, umurnya masih 11 tahun,” kata Vina. “Jika pahlawan sudah memilihnya berarti ia siap, dan tiga roh alam semesta lainnya akan bersama dengannya.” Ketika keduanya masih terlibat pembicaraan yang penting, seseorang anggota sekte masuk dengan terburu dan mengatakan bahwa ada kekacauan di kota. Para penyihir hitam terbang dan menghancurkan segalanya. Mendengar hal itu Zaheer dan Vina pun keluar untuk memeriksa dan meninggalkan Luis yang tertidur pulas. Begitu sampai di luar kota porak-poranda, ada puluhan penyihir hitam yang menyerang saling bertarung dengan penyihir dan anggota sekte lainnya. Keributan hebat pun terjadi, mereka sebenarnya ingin mencari Vina dan menculiknya agar bisa mengancam Agras untuk menyerahkan diri. Zaheer dan juga Vina bersatu untuk melawan para penyihir itu, satu persatu mereka pun tumbang hingga menyisakan beberapa. Vina terluka akibat serangan penyihir itu meskipun begitu mereka bisa dipukul mundur. Kota Kasota berantakan akibat pertemuran itu. Mendapat luka yang cukup parah itu membuat Vina harus diobat, Luis mengetahuinya dan langsung khawatir. Zaheer memanggil herbalis terhebat di kota untuk membantu menyembuhkan luka Vina. Hingga kemudian hampir pagi pun menjelang.  Agras terbangun karena seseorang memanggil dan menepuk tubuhnya untuk bangun, ia mengucek matanya dan berusaha melihat. Uskup Olsho terus memanggilnya. “Ada apa uskup? Apa sudah pagi?” tanya Agras masih dibarengi mulut yang terus menguap. “Bersihkan dirimu, sebentar lagi kita akan pergi berlibur ke Lumiren,” kata Uskup Olsho berbohong. “Apa aku perlu membangunkan yang lain?” tanya Agras lagi. “Tidak perlu, hanya dirimu. Kata uskup besar liburan ini khusus untukmu karena sudah bisa membaca banyak buku,” ucap uskup Olsho. Agra mengangguk mengerti dengan apa yang dikatakan uskup itu. Ia kemudian bangkit dan membersihkan diri, membawa beberapa pakaian yang mungkin dapat ia gunakan di sana, karena menurut peta yang ia pernah lihat perjalanan menuju Lumiren cukup jauh. Setelah setelah selesai membersihkan diri ia pun berangkat bersama dengan uskup Olsho dan kedua uskup muda lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN