6. Battery

1017 Kata
Tring... Bunyi bel terdengar ke seluruh penjuru Kafe Baiwin ketika Saki membuka pintu kafe tersebut. Saki dan kedua kawannya langsung menuju salah satu meja yang ada di sana. Mereka duduk di meja pojok bagian kanan. Sekejap setelah mereka duduk, layar hologram berbentuk persegi panjang muncul di hadapan mereka masing-masing. Terlihat, banyak menu makanan dan minuman dilayar itu. Saki, dengan senang hati memilih minuman kesukaannya brown oil dan sandwich pedas. Sanka dan Randra pun sudah memesan pesanan mereka masing-masing. Mereka klik di pojok kiri layar yang bertuliskan 'ready'. Hologram itu seketika menghilang, lalu muncul layar hologram yang lainnya. Kali ini, layar itu berbentuk lingkaran kecil, dengan angka hitungan mundur dari 60 detik di tengah-tengahnya. Mereka-Saki, Sanka, dan Randra- dengan senantiasa memandangi layar tersebut. Mata mereka terlihat melebar ketika angka di layar sudah mencapai angka lima. "Tiga, dua, satu, awas!" tepat ketika angka satu Saki ucapkan, lengan mereka yang tadi di atas meja dengan cepat diturunkan. Dengan begitu, meja yang berbentuk persegi panjang dengan ujung meja yang dihaluskan, membelah menjadi dua bagian. Dari bawah, makanan dan minuman yang mereka pesan dengan cepat melesat ke atas menggunakan baja kecil yang lurus memanjang. Baja itu melengkung, menaruh piring dan gelas yang berisi makanan dan minuman di atas meja yang masih terbelah. "Uuh, aku tidak sabar." lengan robot Saki hendak mengambil brown oil yang sudah bertengger di atas meja. Tetapi, Randra dengan cepat memukul lengan Saki dengan kencang. "Kau bodoh! Bagaimana jika lenganmu ikut masuk ke sana?!" bentak Randra. "Oh, aku lupa." Ketika pesanan mereka sudah tersaji semua, baja itu melesat ke bawah lagi. Mejanya yang terbelah, kembali menyatu hanya dalam dua detik. Meja yang tadinya berbentuk persegi panjang itu, dengan cepat pula berubah bentuk menjadi lingkaran sempurna. "Padahal sudah bertahun-tahun, tapi entah kenapa, aku selalu kagum dengan penyajian makanan di sini." ucap Sanka menatap binar sekeliling kafe yang mereka tempati sekarang. "Yah, teknologi agaknya sudah semakin canggih." Randra menyahut, menggeleng pelan mengingat kecanggihan dunia. "Hm, kalian benar," sahut Saki. "Tapi sekarang, bukan waktunya membahas semua kecanggihan dan kekaguman kalian, melainkan kita harus segera memakan ini semua sebelum malam semakin larut. Terlebih kau Randra, keluarga besar mu pasti sedang mengkhawatirkan mu sekarang." lanjut Saki panjang lebar. Dirinya hanya ingin segera menyeruput Brown oil, menghabiskan sandwich pedasnya, lalu bergegas pulang. "Haha, kau benar. Mari makan!" Sanka mengangkat gelas minumannya, lalu melakukan cheers dengan kedua temannya. *** Saki kini sedang menggunakan SWGnya menuju perjalanan pulang. Dia sudah mengantar kedua teman-temannya tadi menggunakan CWG. Tubuh robotnya sudah terasa kaku dan lemas, pertanda baterainya akan habis beberapa menit lagi. Rumahnya sudah nampak, dia mengencangkan laju SWG, lalu mendarat di depan pintu rumah dengan agak goyah. Tubuhnya semakin melemas. Tok tok tok Pikiran Saki sudah tidak karuan. Dirinya malah mengetuk pintu rumah, padahal dirinya bisa langsung masuk menggunakan kunci yang tersimpan tepat di lubang kunci. Tok tok tok Ketukan kembali Saki lakukan, kini pandangannya bahkan sudah memburam. Suara pintu terbuka akhirnya terdengar. Ayah Saki mengerutkan kening ketika melihat bahwa sang anak yang mengetuk pintu dari tadi. "Saki, sepertinya kau kehabisan baterai." ucap Ayah Saki ketika melihat anaknya yang seperti akan mati. Bruk Saki terjatuh, baterainya benar-benar habis sekarang. Ayah Saki yang melihat hanya merotasikan matanya. Anaknya benar-benar tak berpikir, bagaimana dirinya akan memindahkan tubuh besar sang anak yang besar ini. Ayah Saki menggumam jengah. Dengan terpaksa, Ayah Saki menyeret tubuh Saki dengan susah payah. Saki di tempatkan di kamar tamu yang berada di bawah. Ayah Saki tak berpikir dirinya bisa menyeret hingga ke atas melalui tangga panjang yang ada di rumahnya. Ketika sudah sampai di dalam kamar, Ayah Saki mengangkat tubuh anaknya, lalu dia dorong hingga tubuh sang anak terjatuh di atas kasur yang empuk. "Huh, kau menyusahkan nak." Setelah itu, Ayah Saki merobek kain baju Saki tepat di bagian lengan atas. Terlihat lengan robot yang berbalut kulit. Terlihat pula, sebuah alat berbentuk bulat kecil di atasnya. Ayah Saki menyentuh alat tersebut, lalu kemudian muncul tombol kecil di bagian bawah alatnya. Setelah itu, Ayah Saki menekan tombol tersebut, dengan cepat, alat yang menyatu dengan kulit robot Saki terbuka ke atas dengan ujung bagian bulatan masih menyatu dengan kulit Saki. Nampak di sana, dua lubang kecil yang cukup untuk dimasuki dengan kabel colokan charger pengisi baterai yang menyambung dengan alat berbentuk seperti pil dengan ukuran yang besar. Ayah Saki kemudian menyambungkan charger tersebut dengan tubuh Saki. Ting Bunyi tersebut akan terdengar ketika baterai sedang mengisi. Di samping atas lengan Saki yang terdapat alat pengisi baterai, ada sebuah layar kecil sekali yang akan menyala ketika tubuhnya sedang diisi baterai. "Merepotkan." cerca Ayah Saki terhadap anaknya kesal. *** Matahari sudah mengintip, pertanda ini saatnya para robot untuk bangun dan memulai hari baru. Termasuk Saki yang masih berbaring dengan baterai yang sudah terisi penuh. "Saki!" seru seseorang memasuki kamar yang ditempati Saki. Mata Saki dengan cepat terbuka. Dengan energi penuh, Saki bangun dari posisinya. "Ya ayah?" ucap Saki bertanya ketika melihat siapa yang berteriak tadi. "Cepat kau bersiap." "Huh? Memangnya ada apa?" tanya Saki tidak mengerti. "Kau lupa, hari ini kau akan diperbarui lebih lanjut." jawab Ayah Saki. Saki sontak melihat jam yang menggantung di dinding kamar, dia mengerutkan kening ketika jam masih menunjukkan pukul 8 pagi. "Tapi sekarang masih pukul delapan pagi yah. Waktu itu, ayah bilang aku harus ke sana pukul sepuluh, bukan?" tanya Saki kepada ayahnya. "Hmm, kau benar. Yasudah, nanti saja. Ingat, pukul sepuluh kurang, kau harus sudah berada di rumah. Paham?!" "Baik-baik." balas Saki sambil merotasikan matanya. "Sudah 'kan?" lanjut Saki bertanya. Mendengar pertanyaan itu, Ayah Saki mencibir lalu keluar dari ruangan. Saki yang melihat sekali lagi hanya merotasikan kedua matanya jengah. Saki melihat lengan kanannya. Di sana masih terpasang charger pengisi baterai. Saki dengan cepat mencabut charger nya, lalu menutup kembali kulit lengan eksotisnya. "Kemarin, aku mati?" gumam Saki memutar ingatan waktu malam. "Hh, benar, aku mati karena kehabisan baterai." Saki menggerutu, dirinya merasa tidak senang ketika mengingat bahwa tadi malam dia jatuh mati. "Sialan! Bagaimana jika para cecunguk itu tahu, kalau aku kehabisan baterai tadi malam?!" seru Saki menampar kulit pipinya sendiri. Tentu ia tidak merasa kesakitan, karena kulit itu benar-benar hanya sebagai penghias badan robotnya yang terlihat jelek ketika tidak memakai kulit eksotisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN