5. Stupid Conversation Between Stupid Friends

1062 Kata
Sebuah CWG berhenti di pekarangan rumah bernomor 176 di bagian selatan. Pintu padat itu berubah kembali menjadi hologram. Saki dengan badannya yang sedikit merunduk, keluar dari mobil mewah tersebut. "Saki." terdengar suara Sanka yang kini menghampiri Saki, tentu dengan Randra juga. "Ku kira kau tidak akan kembali." lanjutnya, Sanka dan Randra dari tadi menduga bahwa Saki tidak kembali lagi ke pesta yang meriah ini. Setelah kebakaran usai, para robot yang tadi berpesta bukannya merasa was-was, mereka semua malah berpesta dengan lebih meriah lagi. "Pestanya, terdengar sangat berisik. Tadi, tidak seberisik ini 'kan?" tanya Saki. "Alat pendengaranku akan rusak, walau jika berdiri di depan pintu masuk." lanjutnya dengan nada ketidaksukaan. "Haha, memang. Suara musik ini terlalu kencang, haha." Randra dengan tampang menjengkelkannya menatap Saki. Sedang, Saki terhenyak. Dirinya harus waspada sekarang. Sanka yang melihat, melirik ke arah Randra. Randra paham, ini memang rencananya. Detik itu pula, lengan robot berbalut kulit kecoklatan langsung ditarik kuat oleh Randra dan Sanka. Saki berontak, but hei, dirinya tidak bisa berbuat banyak sekarang. Dengan posisi Randra di sebelah kanan, dan Sanka sebaliknya, tentu menyulitkan Saki untuk kabur. "No!! f**k. Aku tidak mau masuk." Saki masih berontak, bahkan kini Saki tak segan-segan untuk mengeluarkan pisau lipat di balik kedua telapak tangannya. "Ohoho, Saki, tenang kawan." Randra panik, dia dengan cepat melepaskan genggamannya. "No, Randra!! Jangan terkecoh!" Sanka membentak. Melihat situasi yang sedang lengah, Saki tentu dengan cerdik memanfaatkannya. Lengan yang ditarik sebelah oleh Sanka terlepas dengan mudah. "Hahaha, aku tidak mau masuk. Suara kencang itu terlalu berbahaya untuk didengar, paham?!" sentak Saki menatap kedua temannya tajam. "Aarghh." Teriakan menyakitkan terdengar, mengejutkan mereka yang masih berada di luar, termasuk Saki dan kedua kawannya. "Pfft, bhahaha." Randra terbahak melihat sekumpulan robot keluar dari pintu masuk. Terlihat, kuping mereka-alat pendengaran- sudah tidak terbentuk lagi. Kulit yang mengelupas, kabel kecil yang terlapisi kulit pun sudah terputus. Kerangka kuping mereka juga sudah rusak, kepingannya masih menggantung dengan kabel tersebut. "Hahaha, anjir." Saki yang melihat pun ikut terbahak dengan robot-robot yang melihat. "Lihat 'kan, kuping mereka. Hahaha." Saki mulai meredakan tawanya. "Lihat, jika tadi kita ikut masuk, dipastikan nasib kita akan sama dengan mereka." lanjut Saki menunjuk para robot yang menghalau wajah mereka-merasa malu. "Huh, ternyata Saki benar." Sanka mendengus geli. Untung saja aku tidak jadi masuk tadi, pikirnya. "So, ini masih siang, akan sayang kalau kita langsung pulang." Sanka melirik kedua kawannya. Randra mendengus, dirinya juga berpikiran hal yang sama. "Bagaimana kalau kita ke kafe Baiwin lagi?" tanya Randra. "Boleh juga. Ayo!" Saki mengibas lengannya, mengajak kedua kawannya ke arah mobilnya terparkir. "Kita naik CWG lagi?" tanya Randra mengerutkan kening, merasa bosan. "Tch, kau berbicara seperti itu seakan sudah seringkali naik CWG, huh." Sanka merotasikan bola mata. "Heh." Randra mendengus. "Memang sering. Tidak seperti kau yang harus menunggu Saki membawa CWGnya." ucap Randra meremehkan. Diantara mereka bertiga, Sanka memang yang paling miskin. Dirinya hanya punya SWG, untuk membeli CWG sangat membutuhkan biaya yang mahal. "Diam!! Jangan saling merendahkan!!" sentak Saki. "Sekarang, kita pakai SWG masing-masing. Biar ku simpan CWG butut ini." lanjut Saki memberi saran. "Saki, what teh hell?! Jika kau tak mau memiliki CWG lagi, jangan berbicara seperti itu!! Berikan saja padaku, akan ku terima dengan sangat senang hati." Sanka mendumal. "Saki berbicara apa memangnya?" Randra bingung, dia tidak paham dengan perkataan temannya itu. "Butut! Saki menyebut CWGnya butut!!" dengan nada tinggi nya, Sanka menunjuk CWG Saki yang berada di hadapannya. Randra terbahak kembali. Ucapan Sanka memang benar, dengan enaknya Saki mengatakan hal itu, sedang banyak para robot yang menginginkan benda mahal itu. "Ck, sudah. Kapan kita berangkat jika terus memperdebatkan hal yang tidak berguna seperti ini??" ucap Saki kesal. Remot tipis yang berbentuk bulat nampak dikeluarkan dari saku celana Saki, Saki menekan lama saku celananya dengan jari telunjuk kanannya. Lalu, saku celana itu berubah menjadi kulit kecoklatan. Lagi, Saki menekan lama kulitnya, masih di tempat yang sama, kulit itu berubah menjadi kerangka robot. Dengan cepat, Saki menarik salah satu kabel di sana, menampakkan remot tipis yang sengaja Saki tempat kan di sana. Randra dan Sanka hanya melongo, biasanya kunci itu Saki simpan di Let's. Tapi sekarang, kenapa Saki menyimpannya di tempat ekstrim? Sanka dan Randra hanya menggeleng heran. "Ki, kenapa kau menyimpan kunci itu di tempat yang, yang... emm seperti itu?" tanya Sanka akhirnya. Saki menghela seperti robot yang sedang putus asa, membuat Sanka dan Randra semakin heran. "Huh, ada apa kawan?" tanya Randra kali ini. "Ingat, ketika aku bilang bahwa mungkin saja sebentar lagi aku akan menjadi kelas rendah? Nah, ayah, dia menginginkan semua barang yang ada di Let's ." jelas Saki panjang. "Untuk apa?" Mata Saki berotasi kembali. "Tentu untuk dia jual. Apalagi?" dengan nada yang terkesan jengah, Saki menjawab menatap kedua temannya bergantian. "Serius?!" tanya Sanka dan Randra tidak percaya. "Ck, liat raut wajahku, apakah terlihat seperti seorang pembohong?" tanya Saki dengan telunjuk yang memutari wajah tampan nya. "Tch, ya-ya. Terserah kau, jangan membuat kita memperjelas penglihatan hanya untuk menelisik wajah burikmu itu." Randra dengan wajah jengahnya mengibaskan lengan. "Kali ini, aku setuju dengan Randra. Stop, pamer wajah burikmu itu. " Sanka ikut menyahuti. "Sialan kalian! Siapa yang kalian sebut b***k, hah?!!" tanya Saki tidak terima. Randra dan Sanka saling melirik-mengode. "Kau, hahaha." dengan serentak mereka berucap. Saki melotot, dia maju hendak memukul kepala mereka berdua. Tetapi, dengan lengahnya, ternyata kedua kawannya itu sudah dari tadi menyiapkan SWG. Saat itu pula, setelah mengatakan hal tersebut, Sanka dan Randra langsung menerbangkan SWGnya ke udara, meninggalkan Saki yang menatap mereka tajam. "Anj*ng!" umpat Saki kepada kedua kawannya. Dengan cepat, Saki memakai lalu ikut menerbangkan dirinya menggunakan SWG. Saki terus menambahkan kecepatan laju SWG, ingin menyusul kedua kawannya yang jauh berada di depan. Saki menyeringai ketika dirinya sudah ada di belakang mereka. Saki menyiapkan tenaga penuh di kedua lengannya. Lalu... Bugh bugh Saki memukul kepala mereka dengan puas. "Hahahaha, rasakan dasar bocah sialan!!" Saki tertawa kencang, dirinya sangat merasa puas melihat raut menyakitkan mereka. "Sialan!" Randra dan Sanka meringis. Kepalanya terasa seperti akan copot dari tempatnya. "Oke oke, aku menyerah. Sudah, lebih baik kita segera pergi ke kafe Baiwin." ucap Sanka menengahi peperangan antara kedua kawannya. "Ya, aku setuju." Randra menyahut. "Kau setuju menyerah, atau kau setuju untuk menyerah?" seringai Saki menatap jahil ke arah Randra. "Itu sama saja bodoh, tch." ucap Randra. "Tentu aku setuju untuk cepat pergi ke kafe Baiwin." lanjutnya. Saki terkekeh, mengikuti Sanka yang sudah meninggalkan mereka sedari tadi. Randra mendengus, dia mulai melajukan SWGnya mengikuti kedua kawannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN