08 : Istriku Menunggu Kepulanganku

2082 Kata
“Sedangkan untuk Tuan Howard. Anda juga terindikasi melakukan kecurangan dengan memalsukan data, sehingga dana perusahaan bisa terlokasi ke kantung kalian dengan mudah.” Elliot bertepuk tangan beberapa kali. “Hebat! Kalian bertiga memang hebat! Kalkulasi dana yang kalian ambil sekitar 30 miliar. Erland, kumpulkan bukti – bukti ini dan serahkan ke polisi.” Ketiga pria itu langsung berlutut di hadapan Elliot, “Kami tidak bermaksud untuk melakukan penggelapan dana! Sungguh, kami menyesal melakukan itu. Tuan, saya masih mempunyai keluarga di rumah, jika saya dipenjara, siapa yang akan memberikan mereka makan?!” Elliot menjawab dengan acuh, “Sudah tahu mempunyai keluarga tapi malah melakukan tindakan sembrono. Keluargamu bukan tanggung jawabku.” Tuan Howard mendesis dan berseru dengan marah. “Bukankah kecurangan ini bisa terjadi juga karena Anda yang tidak becus menjalankan perusahaan?! Kami pasti tidak berbuat seperti ini jika saja beban kerja kami sesuai! Kita kekurangan karyawan, administrasi kita berantakan, tapi Anda selama ini hanya diam! Sekalinya bertanggung jawab malah ingin memenjarakan kami!” “Jangan menumpahkan kesalahan kalian kepadaku,” Elliot menekan dial telepon lalu memanggil resepsionis. “Cepat panggil satpam ke ruanganku.” “Elliot Landegre! Selama ini kamu selalu menjadikan perusahaan ini sebagai taman bermainmu dan mengabaikan pekerjaan! Harusnya kamu berterima kasih kepada kami karena sudah berusaha keras menjalankan proyek dari naungan departemenmu yang berantakan.” Lima orang satpam lantas masuk ke dalam ruangan Elliot dengan cepat, mereka segera menarik ketiga pria yang mengamuk itu. Namun, meski sudah ditarik paksa, Tuan Walker masih berteriak. “Departemenmu pasti akan hancur sebentar lagi! Lihat saja nanti! Kamu pasti sedang berpura – pura serius hanya untuk mengambil hati Tuan Besar! Tapi, sampai mati pun kau tidak akan mampu mengambil tempat Presdir!” Elliot mendecih, “Lagipula siapa juga yang ingin menjadi presdir, aku tidak tertarik.” Tuan Walker langsung diam saat mendengar hal itu, dia sudah sering mendengar rumor kalau Elliot merupakan seseorang yang sangat berambisi untuk menjadi yang teratas. Tapi sekarang orang di hadapannya malah terlihat tidak tertarik dengan kekuasaan. Begitu tiga orang itu berhasil dikeluarkan dari ruangannya, Elliot segera menghela napas lega. “Kenapa mereka terus menyumpahiku? Padahal mereka sendiri yang berbuat salah.” “Manusia memang mempunyai kecenderungan untuk tidak mau mengalah,” kata Erland. Elliot menghela napas lelah, ia memijat pelipisnya yang terasa sakit setelah membaca begitu banyak laporan hanya dalam waktu dua jam. Sesungguhnya Elliot juga merasa sangat tertekan karena harus mengatur ulang sebuah sistem yang telah lama berantakan, meski itu semua diakibatkan oleh ketidakbecusannya sendiri. “Erland, setelah jam makan siang, minta seluruh karyawan untuk menghadiri ruang rapat. Aku akan melakukan rapat darurat hari ini.” Erland, “Baik, saya akan mengirimkan pesan ke seluruh karyawan.” Hari ini Elliot sudah banyak melakukan kejutan, sehingga Erland tidak lagi mempertanyakan kelakuan Elliot. “Tuan, apa ada hal baik yang menimpa Anda?” tanya Erland. Elliot menegakkan punggungnya dan membetulkan bingkai kacamata yang turun. “Kenapa bertanya begitu?” Erland terlihat ragu – ragu saat dia berkata. “Anda terlihat lebih bersemangat hari ini. Jadi, saya menyimpulkan Anda baru saja menemui hal yang membahagiakan.” Elliot lantas tertawa. “Sepertinya memang begitu, dua hari ini aku cukup bahagia. Omong – omong, apa kau tahu toko pakaian wanita yang bagus?” Seketika Erland tertegun. Padahal dia baru saja berpikir Elliot sudah banyak berubah, tapi ternyata masih saja sering bermain – main dengan wanita. “Tipe busana wanita yang akan mengenakannya seperti apa?” Elliot berpikir sejenak, kemudian membayangkan penampilan Charlotte yang selalu tampak hangat setiap hari. “Gaya busana yang membuat wanita itu terlihat hangat, manis, sekaligus cantik setiap saat.” Setahu Erland, wanita yang sekarang sedang berhubungan dengan Elliot hanyalah Irene Addison, dia bisa tahu karena Elliot pernah membawa wanita itu ke kantor. Ketika melihat Irene, Erland selalu merasa wanita itu merusak pemandangan karena dia selalu saja memakai busana ketat dan memperlihatkan terlalu banyak kulit. Oleh sebab itu, sekarang Erland merasa bingung dengan Elliot yang tiba – tiba saja ingin membeli pakaian yang manis. Mau dilihat dari segi mana pun, Irene Addison sama sekali tidak manis. “Apa pakaian itu untuk Nona Addison?” Elliot mengernyit, “Kenapa tiba – tiba membicarakan wanita ular itu? Tentu saja aku ingin membeli pakaian untuk istriku.” Erland tanpa sadar menjatuhkan rahangnya. “Hah?” “Oh, aku lupa kalau kamu belum tahu. Tapi aku sudah menikah minggu lalu, nama istriku adalah Charlotte.” Semakin dipikirkan, semakin Erland merasa bila ucapan Elliot itu sangat tidak masuk akal! Rasanya baru bulan lalu ia memergoki Elliot sedang b******u dengan Irene Addison di ruangan ini, tapi sekarang malah sudah menikah dengan wanita lain. Pernikahan Elliot dan Charlotte sengaja dirahasiakan dari umum atas permintaan Elliot karena dahulu dia merasa malu. Di masa lalu, para karyawan perusahaan malah hanya mendengar desas – desus tentang pernikahan Elliot tapi tak pernah sekali pun mengetahui pengantin wanitanya. Di kehidupan sekarang, Elliot juga belum mau mendeklarasikan hubungannya dengan Charlotte kepada umum, karena mengingat Charlotte yang ingin magang di kantornya. Akan lebih baik bila para karyawan tidak mengetahui identitas Charlotte untuk sementara agar wanita itu bisa bekerja dengan nyaman. Namun, Elliot tetap akan memastikan bahwa hubungan mereka disebarkan ke publik sesegera mungkin. “Jadi, tempat apa yang bagus untuk membeli pakaian wanita?” Erland segera sadar dari keterkejutannya. “Kebanyakan wanita sekarang membeli pakaian di toko online. Ada toko dengan brand terkenal, ada juga toko dengan brand biasa.” Elliot ingat bila hampir seluruh pakaian dan barang – barang Charlotte bukanlah brand ternama, sehingga dia ingin memanjakan istrinya dengan membeli pakaian dan barang dengan kualitas terbaik. “Brand apa saja yang biasanya disenangi wanita?” Sebagai sekretaris yang berpengalaman, Erland tentu harus mampu menyelesaikan seluruh permasalahan yang di hadapi oleh bosnya, termasuk urusan keluarga sekali pun. Sebab itu, Erland lumayan tahu tentang beberapa brand ternama karena harus bisa mengetahui gaya hidup bosnya. “Ada beberapa, Anda mungkin bisa melihat – lihat dahulu di website.” Elliot menggulir piranti di layar komputer, berusaha memilah – milah pakaian dari website yang disebutkan oleh Erland. Biasanya Elliot hanya memberikan para wanita kartu kreditnya dan membiarkan mereka yang berbelanja, sehingga dia sama sekali tidak mengerti tentang fashion wanita. Namun, jika sekarang dia hanya memberikan Charlotte kartu kreditnya, Elliot ragu wanita itu akan benar – benar membelanjakan uangnya. Karena seingat Elliot, Charlotte bukanlah wanita yang boros dan akan selalu menghemat jika diberikan uang. Akhirnya Elliot memilih hampir tiga puluh potong pakaian yang ia rasa akan terlihat indah saat dipakai oleh Charlotte. Setelah itu, Elliot menghabiskan waktunya dengan mengerjakan beberapa pekerjaan yang sempat terbengkalai. Saking banyaknya hal yang Elliot kerjakan, ia sampai sangat sedikit di ruang kantornya. Begitu jam makan siang usai, Elliot segera pergi ke ruang rapat dan menemukan para karyawannya sudah hadir di sana dengan pandangan bingung. Mereka mengira Elliot mengadakan rapat atas suruhan Presdir mereka dan hanya akan berbasa – basi di sepanjang rapat. Akan tetapi, mereka semua terkejut saat rapat yang dipimpin oleh Elliot benar – benar mempunyai isi! Pria itu memaparkan materi rapat di layar proyektor, kemudian berkata. “Aku ingin mengadakan beberapa perombakan supaya departemen ini lebih tersusun.” “Saat ini, ada banyak divisi yang jumlah anggotanya tidak merata. Karena itu, supaya setiap orang mampu melakukan pekerjaan dengan baik, aku akan mengatur jumlah anggota berdasarkan kebutuhannya.” “Untuk divisi yang tidak memerlukan terlalu banyak orang, aku akan memindahkan beberapa anggotanya ke divisi lain yang membutuhkan banyak anggota. Selain itu, aku minta tolong kepada divisi public relation untuk segera menyiarkan lowongan kerja, nanti Erland akan memberitahumu divisi apa saja yang membutuhkan tambahan karyawan.” Elliot mengganti slide powerpoint di hadapannya. “Setelah melihat CCTV kantor, aku melihat ada banyak karyawan baru yang lembur, sedangkan karyawan lama selalu cepat pulang. Apa di departemenku telah terjadi pembullyan?” Elliot memandangi wajah karyawannya satu – persatu. Kebanyakan karyawan yang masih muda diam – diam mengangguk, sedangkan yang lebih tua tampak berkeringat dingin. Siapa yang menyangka bila ketua departemen mereka akan mengurus hal tak penting seperti pembullyan! Sejujurnya, Elliot sudah sering melihat senioritas seperti ini di dalam kantor. Biasanya dia akan mengabaikan hal itu, tetapi jika senioritas dibiarkan, maka Charlotte bisa mendapatkan pengalaman buruk ketika bekerja di kantornya nanti sebagai anak magang. “Mulai hari ini, semua karyawan harus pulang tepat waktu. Jika ada yang melakukan lembur, beritahu terlebih dahulu kepada Erland supaya kalian mendapatkan bonus lembur.” “Segala bentuk senioritas yang tertangkap oleh CCTV ataupun laporan, si pelaku akan dikenakan sanksi, dari hanya pemotongan gaji hingga pemecatan. Kalian mengerti?” “Mengerti! Kami mengerti!” Jika Elliot sudah memberikan ancaman seperti itu, bagaimana mungkin mereka bisa membantah. Saat para karyawan keluar dari ruang rapat, para karyawan baru keluar dengan wajah yang lebih cerah, sedangkan karyawan lama tampak masam karena sekarang tidak bisa lagi menyuruh anak baru untuk mengerjakan pekerjaannya. Hari itu, Elliot baru memutuskan untuk pulang saat matanya terasa sakit. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Erland sudah pulang lebih dahulu satu jam yang lalu dan para karyawan di kantor juga telah pulang saat pukul 5 sore. Dia merasa punggungnya terasa remuk setelah duduk dalam kurun waktu yang begitu panjang. Bagaimana pun juga, hari ini adalah kali pertama Elliot bekerja dengan serius, sehingga pikiran serta raganya masih menyesuaikan diri. Elliot baru tiba di rumah pada pukul 11 malam. Lampu – lampu yang ada di pekarangan rumah sudah redup, dan Elliot juga melihat ada banyak ruangan yang pencahayaannya telah mati. Awalnya dia berpikir, mungkin Charlotte sudah tidur terlebih dahulu. Namun, pemikirannya itu salah karena dia melihat Charlotte masih duduk di sofa ruang tengah. Televisi di hadapan Charlotte menyala terang, memperlihatkan siaran drama series yang Elliot tidak tahu namanya. Ketika memutari sofa, Elliot baru sadar bila Charlotte sudah memejamkan matanya dan menyandarkan kepala pada bantal. Elliot lantas mematikan televisi, kemudian menepuk pipi Charlotte pelan. “Charlotte, jangan tidur di sini. Nanti tubuhmu bisa sakit.” Perlahan kedua mata Charlotte terbuka, lalu dia tersenyum kecil saat melihat Elliot. “Kamu baru pulang?” “Mhm, ada banyak pekerjaan tadi makanya aku pulang terlambat,” Elliot melanjutkan. “Kenapa kamu malah tidur di sini?” Charlotte menguap sebelum berkata. “Tadi aku sedang menonton, tapi ternyata filmnya agak membosankan. Jadi tanpa sadar malah tertidur.” “Di kamar juga ada televisi, kenapa tidak menonton di sana saja saat malam?” Walau ukuran televisi di ruang tengah lebih besar, setidaknya Charlotte bisa menonton di kamar apabila hari sudah larut supaya dia tidak ketiduran di sofa. “Aku menunggumu pulang,” bisik Charlotte pelan. Elliot tertegun, “Kamu menungguku pulang?” “Mhm, kupikir kamu akan pulang jam 8 atau 9, jadi aku ingin menunggumu di sini.” Elliot mendecih dalam hati, baru sadar kalau dia lupa mengabari Charlotte bila dia pulang larut hari ini. “Lain kali, jika aku tidak mengabari, kamu sebaiknya langsung tidur saja.” Charlotte, “Tidak apa, aku juga biasanya tidur larut.” Lagipula Charlotte juga kesulitan tidur bila tidak ditemani oleh orang lain. Ketika masih tinggal di keluarga Baxter, dia biasanya tidur sekamar dengan pelayan, jadi Charlotte akan merasa aneh bila tidur sendirian. Elliot menghela napas, lalu mengelus rambut halus Charlotte. “Kalau begitu, seterusnya lebih baik kamu menungguku di kamar saja. Penghangat ruangan di ruang tengah tidak sebagus di kamar, nanti kamu bisa sakit jika tidur di ruang tengah.” Charlotte, “Aku mengerti, lain kali aku akan menunggumu di kamar.” Setelah itu, Elliot mengajak Charlotte untuk pergi ke kamar mereka. Tapi istrinya terlihat sangat mengantuk sehingga perlu duduk cukup lama untuk bisa berdiri. Karena tak mau Charlotte merasa pusing akibat langsung berdiri setelah tertidur di sofa, Elliot akhirnya mengangkat Charlotte dan membawanya ke kamar. Charlotte yang tiba – tiba saja di angkat secara reflek mengalungkan kedua tangannya ke leher Elliot. Dia begitu malu sampai tidak berani menatap Elliot. “Aku bisa jalan sendiri.” Elliot tertawa, “Aku tahu. Tapi aku hanya ingin mengangkatmu.” “Tidakkah aku berat?” “Berat, tentu saja berat.” Usai mendengar hal itu, Charlotte langsung menarik wajahnya dan menatap Elliot dengan pandangan kesal. Pipinya sedikit menggembung dan bibirnya tampak cemberut. “Aku seberat itu?” Elliot merasa ekspresi Charlotte sangat menggemaskan, sehingga dia mencium bibir istrinya beberapa kali. “Bercanda, jangan cemberut begitu. Tubuhmu seringan kapas, mana mungkin terasa berat.” Perkataan Elliot memang benar, tubuh Charlotte terasa begitu ringan. Pria itu bahkan bisa merasakan tulang Charlotte dengan sangat jelas, membuatnya khawatir Charlotte tidak mendapatkan asupan yang layak selama tinggal di rumah Keluarga Baxter. “Charlotte, kali ini aku tidak bercanda. Kamu benar – benar harus makan banyak mulai besok!” • • • • • To Be Continued 7 Januari 2022
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN