Flashback On
“Lain kali hati-hati, kamu gapapakan?” Tanya Arven pada Amanda yang hampir saja di serempet sepeda motor ketika ingin menyebrang.
Amanda sedang membeli bubur ayam, sama dengan Arven. Pria itu ingin berangkat bekerja, namun sebelum berangkat ke kantor ia ingin sarapan terlebih dahulu. Dengan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Namun Amanda yang ingin menyebrang malah tidak melihat ada sebuah motor yang kencang lewat. Arven yang melihat langsung saja menarik Amanda sehingga wanita itu kaget dan membuat Amanda masuk ke dalam pelukannya.
“Kamu gapapakan?” Tanya Arven lagi memastikan kalau Amanda memang tidak terluka.
Amanda masih saja kaget di tarik begitu cepat lalu ada sebuah motor lewat di depannya. Kalau saja Arven tidak menolong Amanda, mungkin saat ini Amanda sudah tergeletak di pinggir jalan dengan keadaan luka parah. Arven membawa Amanda mendekati mobilnya, membuka pintu mobilnya dan mendudukkan Amanda sejenak. Arven mengambil air mineral yang memang tersedia di mobilnya lalu di berikannya pada Amanda.
“Diminum dulu biar kamu tenang.” Kata Arven sambil memberikan botol air, Amanda langsung saja meminumnya dan menghabiskannya setengah. “Udah jauh lebih baik?” Tanya Arven pelan, Amanda sudah bisa mengendalikan dirinya dan ia menganggukkan kepalanya pelan.
“Makasih banyak Mas udah mau nolongin saya.” Ucap Amanda dengan tulus sambil tersenyum. Arven melihat senyuman Amanda yang menurutnya sangat manis itu, sehingga pujian langsung keluar dari mulut Arven tanpa sadar.
“Cantik.” Membuat Amanda bingung.
“Kenapa Mas?” Arven langsung saja sadar dengan kesalahannya itu.
“Kayaknya kamu baru beli bubur juga sama kayak saya, mungkin kamu kurang fokus karena belum sarapankan? Makan aja dulu di mobil saya, kayaknya saya juga bakalan makan di mobil.”
“Maaf Mas, saya nggak bisa. Hari ini pertama saya magang, kalau saya telat nggak enak.”
“Oh ya? Kamu magang di mana? Biar saya anterin aja, kamu bisa sambil sarapan.”
“Udah nggak jauh lagi emang Mas, tapi gapapa saya bisa sendiri.”
“Udah gapapa, kamu bilang aja dimana saya tetap anterin. Nanti kamu nggak fokus lagi malah jatuh lagi, tadi aja mau diserempetkan. Kalau saya nggak ada mungkin sekarang kamu udah di rumah sakit.” Amanda tersenyum kecil menanggapi perkataan Arven.
“Itu Mas, perusahaan Jaya Angkasa.” Arven tertawa mendengar nama perusahaan tersebut.
“Aaaa jadi kamu magang di sana?” Tanya Arven dan Amanda menganggukkan kepalanya. “Bisa saya anter, ayo naik kakinya biar pintunya saya tutup.” Amanda akhirnya pasrah dan masuk ke dalam mobil dengan sempurna. Arven menutup pintu Amanda, lalu ikut masuk ke dalam mobil dan segera menjalankan mobil. Saat perjalanan Arven menyuruh Amanda untuk memakan buburnya dan wanita itu mengikuti perkataan Arven.
“Udah sampai, inikan?” Tanya Arven ketika mereka tiba di parkiran.
“Iya Mas, makasih banyak ya Mas udah nolongin saya dan udah anter saya. Masnya juga tahu lagi kalau tempat yang saya maksud ini, hebat.” Arven tertawa mendapat pujian seperti itu.
“Jelas dong saya sangat tahu tempat ini.” Ucap Arven bangga. Amanda melihat jam di tangannya.
“Mas saya udah mau telat, saya masuk ya. Sekali lagi makasih banyak Mas, saya permisi.” Dengan cepat Amanda turun dari mobil Arven membuat pria itu tertawa.
Amanda sangat polos menururtnya sehingga tidak sadar bahwa Arven juga bekerja di tempat yang sama dengan Amanda. Hanya bedanya Arven sudah menjadi pegawai tetap selama setahun di sana, Amanda juga pernah magang di sana dan mendapat tawaran kerja langsung begitu tamat. Arven juga bahkan sudah memakai tag nama, tetapi Amanda masih saja tidak sadar. Kalau tidak bekerja di situ ngapain Arven di parkiran harusnya di lobby saja.
Arven merasa lucu, pria itu turun dari mobilnya dan membawa buburnya. Ia akan makan nanti di mejanya sendiri. Bahkan Arven berencana guna mencari tahu di tempat mana Amanda ditempatkan. Benar saja setelah makan siang, Arven ingin mencari tahu keberadaan Amanda. Namun sebelum mencari ia malah menemukan Amanda sedang makan siang sendirian. Arven yang baru selesai segera pamit dengan rekan-rekannya dan malah medekati Amanda.
“Hai,” Sapa Arven membuat Amanda kaget.
“Loh Mas yang tadi, kenaap bisa di sini?” Amanda melihat ke kanan dan ke kiri takut bahwa ia salah.
“Menurut kamu kenapa saya ada di sini?” Tanya Arven sambil duduk di depan Amanda tanpa di suruh. Arven sudah mengulum bibirnya menahan tawa. Amanda malah menggelengkan kepalanya, Arven tertawa lalu menunjuk tag namanya.
“Yaampun Mas kerja di sini? Yaampun saya nggak tahu, pantes aja Mas ada di sini ya.” Arven tertawa terbahak-bahak melihat kepolosan Amanda, bahkan orang di sekitar mereka melihat Arven yang tertawa dengan keras. Termasuk Rayhan yang tahu jauh dari sana, yang ikut makan siang dengan Arven tadi. Akhirnya sahabatnya itu tahu kemana Arven pergi.
“Kamu polos banget ya, sebenernya dari tadi saya udah pakai tag name kamu aja yang nggak lihat. Waktu kamu bilang perusahaannya jelas saya tahu, karena saya kerja disini. Kalau saya hanya mau nganter kamu, saya nggak turunkan kamu di parkiran harusnya di lobby bener nggak? Kamu emang nggak sadar ya?” Amanda tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya.
“Soalnya saya agak takut Mas hari pertama magang. Apalagi atasan saya magang terkenal galak, jadi saya takut Mas. Makanya saya agak nggak sadar sama sekitar, tadi aja saya hampir telat langsung di lihatan sama atasan saya.” Kata Amanda sambil mengecilkan suaranya.
“Kamu di bagian keuangan ya? Atasan kamu Bu Bettykan?” Amanda membelakkan matanya.
“Mas kok bisa tahu? Mas juga di bagian keuangan?” Arven tertawa lalu menggelengkan kepalanya.
“Saya di bagian design grafis, di sini terkenal kalau Bu Betty yang paling galak. Bu Betty di bagian keuangan, makanya saya tahu. Saya baru satu tahun kerja di sini, saya juga dulunya magang di sini. Kalau kinerja kamu baggus, kamu bisa kerja di sini begitu selesai tamat. Kantor bisa langsung minta kamu nanti.”
“Wahhh gitu ya, berarti Mas hebat bisa magang sekaligus kerja di sini.” Puji Amanda, hal itu benar adanya. Arven memang orang yang pintar dan rajin. Apalagi dia selalu bisa punya ide bagus dan bisa menghasilkan karya yang luar biasa pula. Sehingga Arven langsung dapat kerja tanpa perlu mencari kesana kemari, karena dia langsung dapat tawaran karena kehebatannya itu.
“Rico Arven Arion, panggil aja Arven.” Kata Arven memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Amanda menyambut uluran tangan Arven.
“Amanda Shaqufta, panggil Amanda aja.” Balas Amanda menyebutkan naamanya.
Itu menjadi perkenalan mereka sebelum menjalin hubungan. Arven yang supel dan mudah bergaul mudah untuk mendekati Amanda. Arven sering memberikan perhati-perhatian kecilnya pada Amanda, ia juga sering mengantar jemput Amanda. Bahkan pria itu meminta izin kepada kedua orangtua Amanda kalau hendak mengajak jalan. Banyak hal yang Arven lakukan untuk mendekatkan diri dengan Amanda.
Bahkan sering menemani Amanda untuk lembur, lalu mereka pulang bersama. Banyak membantu Amanda di kantor, karena memang atasannya yang sulit. Arven ikut membantu dengan memebrikan semangat dan menemani begadang. Sampai akhirnya masa pendekatan mereka berakhir dengan Arven yang terus terang dengan Amanda mengenai perasaannya, sebulan sebelum Amanda mengakhiri masa magangnya.
Akhirnya hubungan mereka terdengar seluruh kantor dan semua setuju dengan hubungan mereka. Karena mereka tahu kalau Amanda orang yang baik dan juga pintar. Walaupun sebenernya Amanda seidkit ragu akan Arven, karena ia pikir pria itu hanya ingin mempermainkannya saja. Arven seperti playboy karena baik ke banyak wanita. Padahal memang Arven selama ini seperti itu, hanya saja kalau mengenai hati ia tidak pernha bermain-main.
Ia mencintai Amanda seorang tidak ada yang lain. Makanya cukup lama pendekatan mereka sampai lima bulan, akhirnya Arven mampu menaklukkan Amanda yang awalnya tak percaya padanya itu. Amanda di tawarin agar bekerja di perusahaan yang sama dengan Arven, namun di tolak karena kalau hubungan mereka berhasil dan akan menikah salah satu dair mereka harus keluar dari kantor. Karena tidak boleh punya suami atau istri yang bekerja di tempat yang sama.
Maka Amanda memilih bekerja di tempat lain. Walaupun begitu orang kantor tetap tahu bahwa mereka menjalin hubungan sampai empat tahun berjalan akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius lagi. Arven melamar Amanda dan di sinilah mereka sekarang sedang mempersiapkan pernikahan keduanya.
Flashback Off
“Jadi kamu emang serius beneren mikir kalau aku playboy?” Amanda menganggukkan kepalanya mengiyakan.
“Jadi gimana aku bener-bener ingatkan? Aku jadi dapat hadiahkan?” Arven tertawa lalu menganggukkan kepalanya.
“Iya, nanti ya kita jalan ke Puncak aku kasih ke kamu hadiahnya.”
“Seriusan?” Arven menganggukkan kepalanya sambil mencium puncak kepala sang tunangan.
“Udah malam, aku anter pulang yuk. Nanti Ayah kamu nungguin, kalau anak gadisnya belum pulangkan Ayah kamu mana bisa tidur. Oh iya sebentar lagi kamukan nggak akan gadis lagi.” Goda Arven sambil mengedipkan matanya.
“Ihh kamu apaan sih sama aja kayak Bunda ngegodanya kayak gitu.” Tawa Arven pecah.
“Oh iya? Bunda juga ngomong gitu? Wah aku sama Bunda sehati nih, tapikan emang benar. Nanti kamu nggak di bilang gadis lagi.” Arven masih saja menggoda Amanda, karena memang selama mereka menjalin hubungan Arven tidak pernah menyentuh Amanda jauh dari yang seharusnya.
Ia menghargai Amanda dan sangat menjaga wanita itu, lagipula selain hal itu Amanda juga punya komitmen untuk mereka melakukannya ketika menikah. Walaupun begitu Arven sudah pernah melakukan hal itu sebelumnya dengan sang mantan kekasih. Arven jujur akan hal itu pada Amanda dan bisa menerimanya. Arven sungguh merasa bersyukur karena akan menjadi orang pertama dan menjadi satu-satunya untuk Amanda.
Menurutnya ia menikahi orang yang tepat, seplayboynya Arven dan senakal-nakalanya pria itu ia tetap menginginkan istri yang terbaik. Walaupun begitu bukan berarti Arven b******k dengan mantan sebelumnya, karena memang mantan sebelumnya sudah tidak lagi menjaga hal itu. Bahkan wanita tersebut yang mengajak bukan Arven. Pria itu berusaha menjaga Amanda agar tidak kelewatan, walaupun sebagai pria normal ia menginginkannya.
Namun semenjak menjalin hubungan dengan Amanda, ia tidak pernah melakukan hal yang diluar kendali lagi. Ia mampu menahan dirinya dan menjadi orang yang lebih baik pula. Berhubungan dengan Amanda membuat perubahan besar bagi Arven, maka itu kedua orangtua Arven sangat suka dengan Amanda. Karena anak mereka kini menjadi orang yang lebih baik. Amanda benar-benar membawa hal yang positif pada Arven.
Di saat pria itu terpuruk saat gagal dan membutuhkan dukungan Amanda hadir dan memberikan dukungan. Kalau ditanya siapa yang membuat Arven bisa ada di sekarang, maka salah satunya adalah Amanda. Sampai akhirnya Arven menjadi manager dan bahkan di percaya banyak perusahaan lain memakai jasanya di luar kantor.
Maka itu Arven mempunyai karier yang baik pula semenjak menjalin hubungan dengan Amanda. Walaupun sebenernya Arven mempunyai kebutuhan sendiri untuk itu, terkadang ia akan lampiaskan di kamar mandi. Ia tidak lagi pernah bermain di luar semenjak bersama Amanda.
“Apa yang kamu pikirkan? Katanya mau antar aku pulang.”
“Gapapa sayang, aku hanya mikir aja pengaruh kamu kehidup aku banyak banget. Aku sadar banget kalau aku sayang sama kamu.” Amanda tertawa sambil bangkit berdiri.
“Gombal banget sih kamu.” Amanda ke belakang guna mengambil air minum. Handphone Amanda berdering.
“Sayang, handphone kamu.”
“Angkat aja, mungkin Ayah.” Balas Amanda dari dapur, Arven mengambil handphone Amanda dari tas Amanda benar saja kalau yang menghubungi adalah Andriawan.
“Beneren Ayah ternyata.” Amanda tertawa.
“Yaudah angkat aja, aku ke kamar mandi sebentar.” Tanpa pikir panjang Arven mengangkat telepon tersebut.
“Hallo Yah, ini Arven. Amanda lagi ke kamar mandi.”
“Ohh gitu, kalian masih lama pulangnya? Besokkan kalian kerja.”
“Iya Yah, ini mau Arven anter pulang tadi katanya mau ke kamar mandi sebentar. Ayah tenang aja, Arven anter aman ya Yah.”
“Yaudah kalau gitu, hati-hati kamu nyetirnya.” Setelah itu panggilan terputus, Arven memasukkan handphone dan dompetnya ke dalam saku.
“Siapa yang telepon?” Tanya Amanda ketika sudah keluar dari kamar mandi.
“Biasa satpam kamu untuk saat ini, nanti kalau udah nikah aku bakalan jadi satpam kamu.” Kata Arven sambil mengedipkan matanya, Amanda tertawa. “Yaudah pulang yuk, ditungguin sama Ayah.” Arven mengambil tas Amanda lalu menarik tangan sang kekasih untuk keluar dari apartement. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Arven merangkul Amanda dan kerap kali mencium puncak kepala wanita itu. Keduanya memang sudah lama tidak seperti ini, karena sibuk mengurus pernikahan. Sesampainya di rumah Arven mengantar Amanda hanya sampai di depan pagar saja.
“Aku anter sampai sini aja ya? Nanti kalau sampai dalem malah lama, biar kamu istirahat aja. Salam sama Ayah, besok pagi aku jemput ya?” Amanda tersenyum menganggukkan kepalanya. Ia menggenggam tangan Arven lalu mengecupnya pelan.
“Makasih ya buat hari ini, aku seneng banget karena kamu mau nemenin aku hari ini.” Arven tersenyum dan menangkup wajah sang kekasih.
“Sama-sama sayang, yaudah aku balik ya. I love you.” Arven mencium kening Amanda lama sebelum pergi. “Mau cium bibir kamu, takut Ayah ngintip jadi disini aja deh.” Amanda tertawa sambil memukul d**a Arven karena perkataan pria itu
“Hati-hati ya.” Amanda melambaikan tangannya dan Arven membalasnya sambil berjalan masuk ke dalam mobil. Amanda masuk ke dalam rumah setelah Arven pergi meninggalkan rumahnya, senyum sudah pasti mengembang di wajahnya. Sebenernya sederhana untuk bisa membahagiakan Amanda tidak perlu sesuatu hal yang mewah. Ia hanya mau punya waktu berdua saja dengan Arven itu sudah cukup.
*****
“Wahhh ceria banget muka lo, kayak baru dapat jatah. Lagi baik nih moodnya yang baru habis cuti, ngapain tuh.” Goda Rayhan saat melihat Arven yang baru saja datang.
“Kepo banget sih lo, tapi karena lo sahabat gue yaudah deh gue kasih tahu. Mood gue baik kalau hubungan gue sama Amanda juga baik-baik aja. Jadi udah tahu dong jawabannya apa? Gue aja baru nganter ibu Negara, dapat jatah bibir lagi.” Kata Arven dengan bangganya membuat Rayhan tertawa. Arven jadi ingat gimana tadi Amanda menciumnya.
Flashback On
“Udah sampai, nanti mau aku jemput?” Amanda menggelengkan kepalanya.
“Ayah mau jemput nanti malam, katanya mau makan malam di luar bertiga sebelum anaknya pindah ke rumah lain.” Kata Amanda sambil tertawa, Arven tersenyum dan mengelus kepala Amanda.
“Iya, kamu harus puas-puasin punya waktu sama orangtua kamu sebelum kita nikah. Pasti nanti sulit kalau kita udah tinggal bareng, palingan cuma ada weekend. Jadi di puasin deh, okay?” Amanda menganggukkan kepalanya.
“Kamu hati-hati ya nyetirnya.” Arven menarik Amanda lalu mencium kening Amanda sebelum sang tunangan turun.
“Semangat kerjanya.”
“Kamu juga semangat.” Amanda hendak turun, namun ia ingat sesuatu dan melihat sekitar. Amanda kembali berbalik dan mencium bibir Arven. Tidak begitu lama, hanya sebentar tapi sangat membekas bagi Arven. “Vitamin buat kamu, selagi nggak ada Ayah yang lihat.” Goda Amanda, setelah mengatakan itu Amanda turun dengan sedikit berlari. Ia malu, karena pipinya merona sudah berani dan malah menggoda pria itu. Arven yang tidak menyangka malah tertawa melihat tingkah malu-malu Amanda. Pagi-pagi seperti itu membuat mood Arven sungguh naik. Maka Arven mulai menjalankan mobilnya dengan senyuman yang mengembang diwajahnya.
Flashback Off
“Nah gitu dong baikan, kayak bocah lu pada padahal mau nikah. Ikut senang gue dengarnya, tapi lo baru dapat jatah bibir kayak dapat jatuh aduhai ya. Gimana kalau dapat jatah aduhai, kayaknya lo bakalan traktir orang sekantor atau lari-lari kayak orang gila.” Arven memukul d**a Rayhan.
“Sial, nggak segila itulah. Ya lo tahu sendirikan, gue emang udah lama nggak begituan semenjak sama Amanda. Mungkin gue lupa kali cara dan rasanya gimana, palingan main sendirikan selama ini. Tapi gapapa, bentar lagi gue bisa rasakan lagi setelah nikah. Secara halal lagi nggak dosa kayak lo, makanya buruan cari pasangan. Kalau lo ketemu sama orang yang tepat, gue yakin juga kalau lo bakalan kayak gue. Buruan deh supaya lo tobat sekalian.”
“Alah gaya lo ngomong tobat, kalau ada cewek berdiri di depan lo telanjang juga bakalan lo sikatlah. Kayak lo nggak tahu aja banyak yang mau tidur sama gue, ngegoda gue lagi apa gue bisa nolak? Tapi tenang aja, setelah lo nikah gue bakalan nyusul secepatnya sabar. Gue juga lagi masa penjajakan nih.”
“Sama siapa? Tumben lo nggak cerita sama gue.”
“Adadeh pokoknya, nanti kalau udah jadi gue bilang deh sama lo. Tapi jangan sampai kaget ya.”
“Buat penasaran aja lo, siapa sih? Gimana orangnya? Gue kenal?”
“Lihat aja nanti. Yaudah nih gue mau kasih lo tugas makanya ke sini nungguin lo. Ini disuruh lihat langsung proyek yang sempat lo kerjain kemarin, tolong di isi data yang diperlukan. Katanya ajak sekalian anak magang terus ajarin, okay? By the way udah lama gue nggak ketemu sama Amanda, sekali-sekali bawa Amanda main ke kantorlah. Atau ajak gue makan bareng kalian.”
“Tumben banget lo mau ketemu sama Amanda, ngapain? Mau bongkarin aib gue? Mau bilang kenakalan gue? Nggak usah aneh-aneh deh lo.”
“Yaampun pikiran lo kotor banget sih sama gue, seriusan hanya kangen aja. Apalagi sama masakan Amanda, udah jarang banget dia nggak bawain lo bekal.”
“Iya dia kecapekan ngurusin pernikahan kita, buat jalan berdua aja kita nggak sempat apalagi mau ngajak lo buat nongkrong. Nggak usah aneh-aneh deh sok-sokan mau ketemu sama Amanda. Awas kalau lo diam-diam ajak Amanda ketemuan tanpa persetujuan dari gue, habis lo sama gue.” Tawa Rayhan pecah.
“Kenapa? Takut banget semua rahasia lo ke bongkar? Lagian kayaknya semuanya Amanda udah tahu deh, emang ada lagi yang belum lo jujurin ke dia? Jangan aneh-aneh deh, mending bilang dari sekarang. Kalian mau nikah, lebih baik jujur sekarangkan?”
“Udah semua bambang, nggak ada lagi. Makanya lo jangan makin buat gue parnoan, seingat gue udah semua. Siapa tahu ada yang gue nggak jujur ke dia dan gue kelupa tapi di lo malah di ingat.” Tawa Rayhan pecah.
“Gue hanya mau minta di kenalin sama temennya doang, siapa tahu adakan.”
“b******k lo emang, tadi katanya udah ada lagi penjajakan sekarang malah bilangnya mau minta dikenalin. Gila lo ya? Kalau udah ada jangan cari yang lain.” Rayhan kembali tertawa.
“Santai ajalah, sebelum jadi gapapalah nakal sikit.” Arven menggelang kepalanya dengan sikap sahabatnya itu.
“Mas, eh Pak maaf.” Jessica tiba-tiba datang tanpa mengetuk pintu karena memang pintu terbuka karena ada Rayhan. Jessica pikir tidak ada tamu, ternyata ada makanya Jessica mengubah panggilannya. Tanpa Arven suruh, Jessica memanggil pria itu di saat berdua ‘Mas’ tapi di saat sedang ada orang Jessica akan panggil ‘Pak’.
“Kenapa Jes?” Tanya Arven.
“Saya di suruh ke ruangan Bapak, katanya mau pergi jam makan siang ke lapangan ya?” Rayhan tertawa lalu menepuk bahu Arven.
“Gue cabut dulu, jangan lupa ya sama titipan gue atur jadwal sama Amanda.” Ucap Rayhan sambil berjalan keluar.
“Iya nanti kita setelah jam makan siang ke lapangan ya, ingatkan saya lagi. Soalnya kerjaan saya banyak banget, ini tolong kamu pelajari. Nanti di lapangan di isi, jangan sampai salah ya. Saya nanti mau bicara langsung sama penanggung jawabnya.” Jessica menganggukkan kepalanya mengerti. “Kayaknya itu aja untuk hari ini, nanti kalau ada lagi saya bilang sama kamu. Banyak baca laporan sebelumnya aja, biar tahu nanti ngisinya gimana sekalian paham apa yang diperlukan.” Jessica tersenyum menganggukkan kepalanya.
“Baik Mas nanti akan aku lakukan.” Arven menghidupkan komputernya namun Jessica belum juga beranjak untuk keluar dari ruangannya.
“Masih ada lagi yang mau kamu tanya?” Tanya Arven saat melihat Jessica tak juga pergi dari ruangannya, mungkin masih ada yang mau ditanyakan pikirnya.