Prolog
“Aku lagi ada rapat Manda.” Arven menghela naafsnya ketika ia mendengar omelan kekasihnya itu. Bukannya ia tidak mau menemani Amanda hanya saja ia sedang tidak bisa karena harus mengerjakan proyek yang sedang ditanganinya.
“Sudah ya nanti malam ku telvon lagi, nanti aku nggak bisa jemput kamu.” Arven mematikan telvonnya secara sepihak, semakin lama ia mendengarkan omelan Amanda semakin membuatnya sakit kepala.
“Kenapa riweuh soal pernikahan lagi?” Tanya Rayhan temannya di kantor.
“Iya, gue lagi nggak bisa lah Amanda maksa. Padahal bukan karena gue nggak mau, kerjaan kita lagi numpuk bangetkan. Apa lagi ada masalah kayak gini bikin tambah kepala mumet.” Rayhan tertawa mendengar kegelisahan Arven mengenai masalahnya.
“Club yuk, mau gak?” Tanya Rayhan.
“Jangan macem-macem deh Ray, gue aja udah bilang lagi banyak kerjaan ma uke club lagi. Ribet nanti urusannya.”
“Lumayan buat refreshing, main bentar bisalah. Nggak lama, satu jam aja paling. Agak malamaan aja siap lembur lebih enak kalau malam kesana.” Arven mulai memikirkan perkataan temannya itu.
“Satu jam aja loh ya.”
“Iya satu jam, janji gue. Setelah itu kita balik.”
“Oke.” Arven bangkit berdiri untuk kembali bekerja. Rayhan tertawa melihat temannya itu, makanya Rayhan belum mau menikah y aitu riweuh soal perempuan.
“Gue duluan, pekerjaan udah manggil-manggil gue.” Pamit Arven setelah membayar makanan keduanya ke kasir.
“Siap boss, gue tunggu di lobby entar malam.” Arven mengacungkan jempolnya ke atas menandakan persetujuannya. Karena ia sudah lebih dulu berjalan.
Sedangkan Amanda masih kesal dengan Arven yang tidak mau menemaninya untuk melihat persiapan mereka. Padahal Amanda saja sudah mengajukain izin untuk bisa, apa salahnya kalau Arven juga melakukan hal yang sama pikirnya.
“Udah deh Sayang, nak Arven itu emnag lagi sibuk, seharusnya kamu bisa ngerti dong.” Bujuk Bundanya.
“Manda aja sampe cuti loh karena ini masa Arven juga nggak bisa ngelakuin hal yang sama sih Bun. Inikan bukan hanya pernikahan Manda aja, tapi pernikahan Arven juga.” Bundanya, yang bernama Riris mengelus bahu putrinya itu.
“Mungkin kali ini Arven emang nggak bisa cuti karena pekerjaan, kamu harus bisa ngerti Arven lagi okey?” Amanda menghembuskan naafsnya kasar.
“Bunda terus aja belain Arven!” Amanda menghentakkan kakinya dengan kesal sambil memasuki Gedung yang ada di depannya, sebagai tempat pernikahannya nanti akan digelar.
Riris menggelengkan kepalanya melihat anaknya yang sedang merajuk itu, lalu mengikutinya masuk.